Menemukan Pedro sebenarnya cukup mudah. Pemburu itu sudah menyebarkan berbagai petunjuk di berbagai tempat hanya saja Clara tidak mengetahui maksud dari petunjuk itu.
Sekitar 500 meter dari posisi mereka, tanah sedikit meninggi dan terdapat banyak bebatuan. Di sanalah keberadaan Pedro bersembunyi.
"Sekarang bagaimana?" tanya Lial.
Pedro menjawab tanpa mengalihkan pandangannya. Dari jarak ini Clara sama sekali tidak dapat melihat apa pun karena terhalang pepohonan.
"Hari hampir gelap. Mari lanjutkan rencana b karena Benteng Kenzi lebih dekat."
Menurut para veteran ini, malam hari sangatlah berbahaya. Berbagai monster kuat biasanya berkeliaran di malam hari di tambah manusia tidak bisa bertarung secara optimal di tempat gelap.
Walau jumlah monster kuat sangatlah sedikit, tapi mengingat betapa kurangnya kelompok ini dalam aspek keberuntungan maka lebih baik mencari aman.
"Tapi sebelum itu mari bereskan beberapa masalah dahulu."
"Masalah?"
Lial sepertinya menangkap maksud Pedro. "Maksudmu si gendut?"
"Ya."
"Si gendut ... eh, maksudnya si gendut yang tadi?" terka Clara, akhirnya mulai paham.
"Iya. Tadi dia berhasil kabur. Kali ini waktunya kita untuk balas dendam," ujar Lial, berapi-api.
Sejujurnya Clara sudah capek dan ingin segera istirahat. Tapi memang benar kata Pedro lebih baik potong hama saat ini juga saat dalam kondisi lemah dari pada menjadi masalah di kemudian hari.
"Oh, roh Arcus. Berkatilah domba-domba tersesat ini. [Blessing]"
"Terberkati sang bayu. Terberkati sang buana. Terberkati sang kartika. Angin, bumi, bintang, berkatilah. [Jadilah ringan]"
"Terberkatilah sang ardi. Terberkatilah sang ancala. Terberkatilah sang pancalogam. Bumi, gunung, logam, berkatilah. [Jadilah keras]"
"Haa."
Helaan napas panjang keluar dari mulut Clara. Dalam waktu singkat dia sudah merapalkan sihir dukungan sebanyak tujuh kali. Tiga untuk masing-masing orang—Pedro hanya mendapat blessing.
Tubuh mungilnya terasa panas. Keringat bercucuran dari dahi pucatnya.
Lial segera berlari menuju medan tempur tanpa menunggu Clara pulih.
Bagaimanapun gadis itu tidak akan banyak membantu dalam pertempuran. Sedangkan Pedro akan tetap di kejauhan untuk mengawasi keseluruhan situasi.
Clara sekali lagi merasakan betapa kurangnya kekuatan yang dia miliki. Menguasai sihir tingkat dua pada usia belia memang patut diacungi jempol. Akan tetapi, pada situasi saat ini bahkan penyihir tingkat tiga pun tidak akan banyak membantu.
Clara memaksa dirinya untuk tetap positif. Dia bermeditasi agar mana-nya cepat pulih.
Pedro di sisi lain mulai mengintai mangsanya.
Dia sudah membunuh sekitar 20 bandit tapi masih ada lebih dari 30 tersembunyi di balik pepohonan.
Dengan kepergian sang pemimpin, Estarosa, membunuh mereka akan jauh lebih mudah. Di dalam kawanan mereka ada beberapa yang wajib diwaspadai. Si gendut adalah salah satunya sedangkan sisanya tidak hadir di sini.
Selain itu, tidak mungkin bagi Lial untuk mengurus pria gendut tanpa bantuan Pedro.
Dia harus cepat.
Ambil anak panah.
Bidik.
Tembak.
Proses yang sudah dia lakukan ribuan kali semudah seperti bernapas.
Dia sering di puji karena keakuratan bidikannya. Namun lebih dari itu, dia sering di puja karena kekuatan anak panah yang ia lepaskan.
Misalnya saja, anak panah yang baru ia tembakkan mengenai kepala seorang bandit. Tidak berhenti sampai di situ anak panah berhasil memutus sambungan kepala dan badan lalu menancapkannya pada batang pohon.
Tidak peduli seberapa hebat seorang pemanah, hampir tidak mungkin untuk mencapai prestasi ini.
Pedro dapat melakukan ini semua berkat otoritas yang dimilikinya, penetrasi.
Otoritas ini memungkinkan anak panah yang ia tembakkan menembus zirah baja dengan sangat mudah.
Ambil anak panah.
Bidik.
Tembak.
Dua tumbang.
Para bandit dalam keadaan hiruk pikuk. Mereka meningkatkan kewaspadaan. Tapi semua itu tidak berguna.
Ambil anak panah.
Bidik.
Tembak.
Lima tumbang.
Ambil anak panah.
Bidik.
Tembak.
Tujuh tumbang.
Lial berhasil menyergap pria gendut. Pedangnya berhasil menyangkut cukup dalam pada bahu pria gendut. Tapi hanya itu.
Pria gendut melakukan serangan balik, menumbangkan pepohonan di sekitarnya.
Ambil anak panah.
Bidik.
Tembak.
Sepuluh tumbang.
Ambil anak panah.
Bidik.
Tembak.
Dua belas tumbang.
Clara menghentikan meditasinya, sepertinya mana miliknya sudah pulih cukup banyak.
"Dik Clara, maaf tapi bisakah kau bantu Lial?"
"Eh, Clara?" Gadis itu tampaknya meragukan dirinya sendiri.
"Aku mempercayaimu."
Aku mempercayaimu.
Aku mempercayaimu.
Kalimat ini terngiang-ngiang di kepalanya. Dengan senyum lebar dia segera melesat menuju tempat Lial.
Ambil anak panah.
Bidik.
Tembak.
Lima belas tumbang.
Ambil anak panah.
Bidik.
Tembak.
Sembilan belas tumbang.
Posisi Pedro sudah ketahuan. Dia memutuskan untuk mencari posisi lain untuk menembak. Tidak masalah sih jika musuh datang. Malahan hal ini lebih efisien untuk membantai mereka. Masalahnya dia saat ini juga harus melindungi Rhino yang pingsan. Lebih baik cari aman.
Setelah menemukan tempat yang sesuai pembantaian sepihak kembali terulang. Hingga hanya menyisakan pria gendut seorang.
Julukan pria ini sebagai pemburu kepala memang tepat sasaran. Dalam waktu singkat Pedro sudah membantai lebih dari 30 bandit tanpa terluka sedikitpun.
Di sisi lain.
Pria gendut menyerang dan Lial mengelak. Ketika pria gendut membuka celah giliran Lial yang menyerang.
Memanfaatkan keunggulan kecepatan, Lial sedikit mengimbangi lawannya. Sedikit demi sedikit luka menumpuk di tubuh pria gendut. Meski demikian, jika Lial lalai sedikit saja dan pria gendut berhasil mendaratkan pukulan maka kehidupanya menjadi taruhan.
"Gnunu. Kurasa aku harus sedikit serius."
"Biar kurasakan keseriusanmu itu."
Gelombang kejut di keluarkan dari tubuh pria gemuk memaksa Lial mengambil langkah mundur. Bercak-bercak ungu muncul di tubuh pria gendut dengan di sertai asap. Lalu dia meninju tanah, menyebabkan gempa bumi.
Pria gendut menendang Lial yang kehilangan keseimbangan. Pukulan jab, lanjut tinju tangan kiri lalu kanan, di akhiri pukulan hook. Kombo berulang ini dilakukan untuk menekan Lial.
"Gnunu. Ke mana kepercayaan dirimu tadi pergi."
"Cih."
Gerakan pria gendut semakin cepat dan cepat bahkan Lial sampai kesulitan mengikutinya. Sangking cepatnya tinju pria gendut sampai menyebabkan suara mendesing di udara.
Lial di paksa memasuki kondisi pasif. Untungnya bantuan segera datang.
Paku-paku es menyerang pria gendut, memaksanya untuk bertahan.
Lial yang dibebaskan kembali berinisiatif menyerang. Namun tidak butuh waktu lama sebelum ia di paksa kembali ke kondisi pasif. Pada saat itu bantuan sihir akan kembali datang.
Pria gendut ingin berurusan dahulu dengan pengguna sihir tapi tentunya Lial tidak membiarkan hal itu terjadi.
Siklus ini terus berulang sampai kemunculan anak panah hampir saja membunuh pria gendut.
Berbeda dengan serangan sihir, anak panah ini sama sekali tidak bisa diabaikan. Lalai sedikit saja kepala pria gendut akan hilang.
"Gnunu."
Pria gendut yang mengetahui kepastian kekalahannya dan memutuskan untuk mundur. Tentu saja ia tahu mereka tidak akan membiarkannya kabur. Itulah sebabnya dia mengeluarkan kartu as-nya.
Pria gemuk meningkatkan pembakaran kalori dalam tubuhnya. Menukar lemak di dalam tubuhnya menjadi energi yang besar.
Clara yang menyaksikan dari samping tertegun.
"Teknik ini pasti akan sangat populer di kalangan wanita," pikirnya.
Peningkatan kekuatan pria gendut sangat mencengangkan. Dia menangkap tangan Lial lalu memelintirnya hingga 360 derajat. Selannjutnya ia melempar pria malang itu hingga menumbangkan sebuah pohon.
Tanpa penundaan pria gemuk yang sudah kurus itu kabur dengan kecepatan mampu membuat Usain Bolt terlihat seperti kura-kura.
Clara mencoba menjebaknya namun tidak berhasil.
Anak panah yang di tembakkan Pedro juga tidak mampu mengenai targetnya.
Pada akhirnya mereka hanya bisa melihat pria gendut itu kabur.
Clara segera menghampiri Lial. Cedera pada tangannya sangat parah. Pertama dia meluruskan kembali tangan Lial sebelum menerapkan ramuan penyembuh.
"Masih sakit?" tanya Clara, khawatir.
"Yah, lumayan."
Clara merapalkan mantra penyembuh untuk sisa luka di tubuh Lial.
Tak lama kemudian Pedro datang sambil menggendong Rhino. Keempatnya segera berangkat menuju Benteng Kenzi sebelum malam tiba.