Di hutan nan rimbun, seekor babi hutan sedang berlari riang. Tubuhnya sepanjang tiga meter, memiliki kulit teramat keras sampai-sampai sulit di tebas senjata tajam, serta memiliki dua taring tajam menonjol dari sudut moncongnya. Sekali seruduk pohon-pohon akan tumbang.
Daerah sekitar sini tidaklah terlalu jauh dari wilayah manusia sehingga tidak banyak hewan pemangsa yang lebih ganas. Tak ayal babi hutan seukuran ini menjadi penguasa daerah sekitar. Paling-paling dia hanya bersaing dengan keluarga rubah ekor banyak.
Tuan babi berlarian dengan sombongnya tidak memedulikan lingkungan sekitar, dengan angkuh percaya dia adalah sang penguasa hutan.
Dan sebagai hadiah dari keapatisannya itu, dia terjerembab pada lubang yang dalam. Entah sejak kapan ada lubang di sini.
Dia sangat kebingungan, tidak tahu apa yang sedang terjadi. Ia meronta-ronta mencoba meloloskan diri. Naas, perbuatannya itu justru semakin mempererat tali di sekujur tubuhnya. Dia tidak menyerah, tapi semua usahanya terbuang percuma.
Lalu, tiba-tiba, turunlah rintik hujan. Langit seakan merasa kasihan pada tuan babi malang itu.
Umm ... Tunggu, ini bukan air hujan! Ini. Ini minyak!
Tentu saja tuan babi tidak mengetahuinya. Tapi dia merasakan sebuah firasat buruk. Firasat ini sudah lama tidak ia rasakan.
Seakan membuktikan firasatnya sekelebat api turun dari langit, bersama dengan minyak menciptakan kobaran api Yang membara, memanggangnya hidup-hidup.
"!"
Dia meronta semakin keras. Jeritan pilu keluar dari mulutnya. Lalu sebuah tawa datang dari atas lubang, seakan mengejek semua jerih payahnya.
Tuan babi memeras setiap tetes tenaganya untuk melepaskan diri dari maut. Beruntungnya tali-tali yang mengikatnya terputus akibat kobaran api. Setelah terlepas dia segera melompat dari dalam lubang.
Tuan babi melirik ke arah sumber tawa. Di sana berdiri gadis manis dan jelita memandang rendah dirinya. Tuan babi marah besar. Dengan tubuh berapi-api dia berlari dengan kecepatan penuh.
Kecepatan serudukannya bahkan lebih cepat dari kuda. Dari jarak sedekat ini tidak mungkin gadis cantik itu bisa kabur. Tuan babi sudah bisa membayangkan musuhnya itu menjadi daging cincang. Seolah dia berkata, "Rasakan pembalasanku!"
Namun sayang, hewan buas tetaplah hewan.
"!"
Pandangan tuan babi berputar. Dia tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Dia mencoba menggerakkan tubuh raksasanya namun tidak bisa. Akhirnya dia paham, dia sudah masuk ke dalam perangkap yang sama, dua kali.
"Ahahaha!"
Musuhnya ada di depan. Hanya sedikit lagi dia bisa menghancurkannya. Tapi ... Tapi jarak ini terasa seperti tak berujung.
Bola api kembali memanggang dirinya. Sekali, dua kali, tiga kali. Hingga akhirnya tuan babi kehabisan tenaga. Dia berhenti meronta. Untuk yang terakhir kalinya tuan babi melihat ke atas, ke arah musuhnya yang luar biasa manis lagi jelita itu ....
"Oi, hentikan monolog menjengkelkanmu itu."
"Aw!"
Rhino yang muak menjitak si gadis manis. Ia tidak habis pikir bisa-bisanya gadis ini masih main-main pada saat bertarung.
Gadis manis dan jelita itu, siapa lagi kalau bukan Clara.
Ia menjulurkan lidahnya, lalu bergerak mendekati Pedro yang sedang memproses hasil buruan mereka.
Pedro menyembelih babi raksasa hasil buruan dengan sangat lihai. Dalam sekejap dia sudah menyortir setiap bagian tubuh ke dalam beberapa bagian.
"Sebagai petualang kau harus bisa memproses tubuh buruanmu." Pedro mulai menjelaskan. "Sebagai contoh, hampir semua bagian tubuh babi ini bisa dijual. Dagingnya juga bisa dibuat bekal. Ada batas yang bisa kau angkut sendiri. Jadi cukup ambil seperlunya atau bagian yang paling berharga. Sekarang ini aku hanya akan mengambil bagian tubuh yang paling enak di makan, sedangkan sisanya ku kubur."
Clara mengangguk penuh semangat.
Kelompok mereka sudah berjalan selama berjam-jam di dalam hutan. Menurut perkiraan sudah waktunya makan siang. Hal ini di manfaatkan sebagai pembelajaran memanfaatkan alam sebaik mungkin, mulai dari mengidentifikasi jenis tanaman hingga memasang perangkap dan berburu.
"Ingatlah ada banyak bangkai monster yang harus di proses dengan benar jika tidak, akan menimbulkan bencana. Jika bisa, sisa bangkainya di bakar atau di kubur. Oh iya, hati-hati kalau menggunakan api di hutan, jangan sampai terjadi kebakaran."
Mereka beristirahat tidak jauh dari Sungai Sanzai. Sungai ini mengalir dari rangkaian pegunungan di utara dan berakhir ke laut.
Air Terjun Nagara masuk ke dalam anak sungai Sanzai. Menurut Lial tempat tujuan mereka tidak jauh dari sini.
Jujur saja, perjalanan kali ini sebenarnya cukup mudah. Mungkin karena tujuannya tidak terlalu jauh masuk ke dalam hutan. Sepanjang jalan mereka hanya di cegat keluarga rubah sekali dan itu di atasi dengan mudah. Mungkin juga karena panduan Pedro, mereka menghindari musuh yang merepotkan.
Makan siang hari ini adalah babi panggang buatan chief Pedro. Masakannya bisa dibilang lezat mengingat daging hanya diberi garam.
Masakan pria idaman memang beda.
Setelah makan Clara mulai mengajukan beberapa pertanyaan terkait petualangan.
"Apa biasanya semudah ini menjelajahi daerah sekitar sini?" Tanya Clara.
"Hey, lihat ini. Baru menjelajah sebentar bocah ini sudah besar kepala," ejek Rhino.
"Anda siapa. Clara ga nanya anda, ya~."
"Hm, yah seperti itu. Kekaisaran membangun benteng di sana-sini. Prajurit Yang bertugas di sana membersihkan daerah sekitar secara berkala," balas Lial.
"Tapi tetap waspada. Bahkan babi hutan juga cukup kuat untuk meremukkan tubuhmu. Selain itu, banyak monster kuat berkeliaran saat malam hari. Jadi tidak disarankan berkeliaraan saat malam," lanjutnya
"Oho. Babi hutan hanya peringkat-E, kan? Tapi memang menyeramkan kalau sampai terkena serudukannya."
"Itu benar. Untuk orang selevelmu, dik Clara, melawan peringkat-D sudah cukup menantang. Petualang Yang baik selalu tahu batasannya."
"Siap!"
Beres-beres setelah berburu ternyata cukup merepotkan. Khususnya jika harus menggali tanah. Clara kelihatannya harus mempelajari beberapa sihir tanah sebelum berpetualang sendiri.
Semakin dalam mereka masuk pepohonan menjadi semakin rimbun. Semakin sulit untuk berjalan karena sulur dan akar pohon menghalangi. Pedro berada jauh di depan melakukan pengintaian dan membuka jalan. Lial berada di depan Clara sedangkan Rhino di belakangnya.
Cukup ikuti aliran anak sungai ini Dan kita akan sampai tempat tujuan. Itulah kata Lial.
Tapi jujur saja perjalanan ini terasa anti-klimaks. Dengan berbagai macam cerita tentang seberapa bahayanya daerah utara, Clara berpikir mereka akan bertarung dengan monster secara terus menerus. Tapi ... Ya, sudahlah. Begini juga bagus.
"Ngomong-ngomong, kemampuan bela diri kak Lial sudah mencapai tingkat apa?"
Kebanyakan manusia hanya bisa mencapai tingkat lanjut. Jadi Lial bisa di katakan luar biasa. Menurut Raph, untuk mencapai di atas tingkat lanjut kerja keras saja tidak cupuk. Bakat dan sedikit keberuntungan sangat di butuhkan.
"Nah, aku sendiri sudah mencapai tingkat pencerahan," pamer Lial.
Kebanyakan manusia hanya bisa mencapai tingkat lanjut. Menurut Raph, untuk mencapai di atas tingkat lanjut kerja keras saja tidak cukup. Bakat dan sedikit keberuntungan sangat di butuhkan. Jadi Lial bisa di katakan luar biasa bisa mencapai tingkat pencerahan di usianya.
Tanpa perlu di tanya, Clara masih berada di tingkat dasar.
"Bagaimana dengan kak Pedro?"
"Hm? Kalau Pedro sudah berada pada tingkat bumi."
"Heh ...."
Clara terkagum-kagum. Dia menatap Pedro dengan mata bercahaya. Lalu gadis itu memberikan pandangannya pada Rhino.
"Rhino?"
Pria sangar itu kelihatan sangat enggan menjawab. Tapi dengan desakan Clara akhirnya dia berkata, "Aku cuma tingkat lanjut ... Oi, hentikan. Jangan melihatku seperti anjing malang yang dibuang majikannya."
"Tingkat lanjut ya~ sudah luar biasa. Toh, Rhino masih belum terlalu berumur. Yup. Jangan bersedih, ya~, Rhino."
"Kuh!"
Ungkapan simpatik Clara terasa bagai hujan tombak bagi pendengarnya.
Dalam benak Rhino sudah memikirkan berbagai cara membalas gadis cantik itu. Bagaimanapun Rhino adalah pria berpikiran sempit.
"Sudah kubilang hentikan monologmu itu!"
"Ya, ya. Jangan malas berlatih, ok? Clara tahu Rhino pasti bisa."
"Kuh."
Mereka berjalan selama sekitar dua jam lagi sebelum akhirnya mencapai tempat tujuan.
"Wah ...!"
Di balik pepohonan lebat ini tersingkap sebuah aliran air yang jatuh dari satu batu ke batu lainnya sampai akhirnya berkumpul jadi sebuah danau. Airnya sangat jernih sampai-sampai dari titik Clara berdiri terlihat jelas ikan yang berenang dengan santai pada bagian dasar.
Menatap dari atas tebing, Clara kehabisan kata-kata. Tempat ini memang indah. Jika saja tempat ini tidak berada di wilayah utara pasti sudah ramai dikunjungi wisatawan.
"Cantik, kan?" tanya Lial, bangga.
"Um!"
"Tempat ini sering di jadikan tempat liburan para petualang. Karena dekat kota Denia, juga tidak ada musuh kuat di daerah sekitar," jelas Lial.
Kelompok itu berjalan menuju danau. Jalurnya curam jadi diperlukan perhatian ekstra.
Mereka berbelok sedikit lalu memasuki sebuah lubang kecil yang hanya dapat di lewati satu orang. Lubang itu cukup tersembunyi dan sangat mudah di abaikan.
Clara mengamati daerah dalam lubang dan sepertinya menyadari sesuatu.
"Eh? Ini reruntuhan ya~?"
Bentuk bebatuan di sekitar tidak mungkin terbentuk secara alami. Selain itu dindingnya sangat tua dan dipenuhi lumut.
"Yup. Tidak ada yang tahu siapa pembuatnya. Ada teori mengatakan bangsawan kuno menjadikan tempat ini sebagai area relaksasi. Ada juga yang berpendapat tempat ini di bangun oleh para kurcaci karena desain dan juga bahan pembuatnya khas mereka," jelas Lial.
Di ujung lorong, akhirnya, mereka sampai.
Danau dengan air teramat jernih. Di kelilingi tebing tinggi dan air berjatuhan dari atasnya. Di tengah danau ada sebuah pulau kecil dan di atasnya berdiri sebuah pondok kayu.
Filial berlari ke depan, berbalik, lalu membentangkan kedua tangannya. Dengan senyum lebar dia berkata,
"Tuan dan nyonya sekalian. Selamat datang di Air Terjun Nagara!"
"...."
Beberapa jam sebelumnya.
Dalam suatu ruangan di gerbang utara, Wali Kota Darton sedang menikmati makan siangnya. Dengan kepergian Greyhorn entah bagaimana membuatnya lega.
Persiapan sudah selesai, umpan sudah dilepaskan, sisanya hanya tinggal menunggu.
"Nona, bagaimana kalau istirahat dahulu," tawar Darton, ramah.
Nona yang di maksud tidak lain adalah kapten unit penghakiman, O'hime. Wanita ini ditugaskan untuk mengawal dirinya. Entah apa yang ada di pikiran Delta Greyhorn untuk menugaskan seseorang mengawal veteran perang. Mungkin ada maksud di baliknya. Siapa tahu.
"Siap. Itu tidak diperlukan, Pak!"
O'hime bahkan sampai menyamar sebagai salah seorang ajudannya.
Walau sedikit tidak nyaman, ini masih bisa di tanggung.
Tiba-tiba, ajudan lainnya masuk tanpa mengetuk pintu, terlihat sangat terburu-buru.
"Pak! Ada seseorang di depan gerbang. Anda harus segera melihatnya!"
Orang?
Siapa?
Banyak pertanyaan memenuhi kepalanya, tapi Darton segera berangkat menuju tempat yang dituju.
Di sana berdiri seorang berpakaian petualang dengan wajah sangar dan rambut hitam cepak.
Pria ini ... Tunggu, bukankah dia Rhino!
Dia seharusnya bersama Rhino dan yang lainnya. Kenapa dia ada di sini? Apa rencananya batal?
"Pak Wali Kota, maaf mengganggu waktumu," ucap Rhino, gusar.
"Tidak apa. Katakan, apa alasanmu ingin menemuiku?" Walau hati gelisah di permukaan Darton tetap memasang wajah tenang.
Tapi, dia tidak lagi bisa tenang ketika mendengar perkataan Rhino selanjutnya.
"Itu, Pak, apa anda pernah melihat seorang gadis kecil dengan jubah putih hari ini?"
"... Huh!"
Hari itu, Wali Kota Darton sekali lagi mengeluarkan mandat militer dengan alasan tidak diketahui. Yang pasti, kekuatan militer dalam jumlah besar sudah dikerahkan hari itu.