Ruang tempat Clara di interogasi tidaklah besar. Walau di sebut ruang interogasi, tempat ini sebenarnya memiliki sirkulasi udara dan pencahayaan yang baik. Untuk perabotannya sendiri hanya ada sebuah meja dan sepasang kursi. Mungkin ruang interogasi yang asli sedang penuh jadi mereka menaruh gadis nakal Clara di tempat ini.
Si gadis mungil saat ini sedang menatap lanskap kota dari jendela dengan pandangan kosong. Teh yang sedari tadi dipegangnya sudah lama mendingin. Pikirannya penuh dengan kejadian yang belum lama ini terjadi. Dia tidak habis pikir bagaimana mungkin keberuntungannya bisa seburuk ini.
Clara telah mencari informasi pedagang yang akan pergi ke area luar selama berada di kota ini namun hasilnya nihil. Pada akhir hari dia menemukan satu. Tapi ternyata yang dia temukan adalah seorang penyelundup yang menyebabkan rencananya gagal total.
Jika seandainya dia lebih sabar ....
Jika seandainya ia berkepala dingin dan lebih mematangkan rencananya ....
Saat Clara sedang sibuk mengintrospeksi diri Wali Kota Darton masuk bersama orang yang agak tak terduga.
"Sepertinya rencanamu gagal, ya, Dik Clara."
Clara tersentak, tersadar dari lamunannya. Dia berbalik dan melihat orang yang baru dikenalnya belum lama ini, Pedro.
"Ya~. Kayaknya gagal."
Clara tidak terlalu terkejut kalau Pedro ada di sini. Dia telah melihat beberapa petualang sebelumnya. Sepertinya pihak kota bekerja sama dengan Aliansi Petualang.
Hanya saja ... Ini hanya perasaannya saja atau memang frekuensi pertemuannya dengan Pedro terlalu tinggi?
Mulanya mereka pertama kali bertemu di perpustakaan. Lalu Clara melihatnya di kompetisi memanah. Setelahnya mereka kembali bertemu kembali saat Clara sedang mabuk ....
Jadi ini yang namanya takdir.
"Kalau begitu, Pedro, sisanya kuserahkan padamu," ucap pak tua Darton. Setelah itu ia segera pergi dengan langkah cepat.
Kelihatannya Pedro yang sudah mengenal Clara di suruh mengurus gadis baik—bermasalah—ini.
"Benar-benar hari yang sibuk, ya~. Ah, kak Pedro, mau teh?" Clara yang bersikap seperti pemilik ruangan menawarkan teh.
"Boleh."
Pedro duduk di kursi seberang sementara Clara menghangatkan teh yang sudah dingin.
"Silahkan."
"Terima kasih."
Mendadak suasana menjadi canggung.
Disatu sisi asa Clara yang tidak tahu apa yang harus dibicarakan dan di sisi lain Pedro sedang berpikir keras apakah perlu untuk menceramahi Clara atau tidak.
Setelah beberapa saat hening Clara akhirnya memulai percakapan.
"Jadi, ya~, gimana kabarmu, kak."
"Baik. Aku membantu menjaga di sini untuk uang tambah," balas Pedro.
"Tapi ini aneh ya~ gerbang utara masih di buka. Kalau tidak ingin penjahat itu kabur bukannya harusnya kota Denia di isolasi?" tanya Clara, ragu.
Mendadak Pedro menatap Clara dengan intens. Tubuh kecil gadis itu bergetar karena sinyal bahaya berdering keras.
Clara yang menyadari kesalahannya buru-buru menambahkan, "Itu ya~ cuma tebakannya Clara. Itu loh, itu, habis mendengarkan pidato Wali Kota Clara pikir ada yang aneh. Tapi ya~, melihat reaksi kak Pedro sepertinya tebakan Clara mungkin benar benar."
Curiosity killed the cat.
Sebelumnya Clara sudah memperingati dirinya sendiri namun tetap saja keceplosan. Selain itu otak berspesifikasi tingginya telah menangkap informasi lain yang seharusnya tidak dia ketahui.
Pedro mengetahui sesuatu.
Dia bilang ia berada di sini untuk mencari uang tambahan. Namun fakta bahwa dia mengetahui rahasia ini berarti pernyataannya sebelumnya kemungkinan adalah bohong. Kecuali kalau hal ini sudah menjadi rahasia umum. Namun mengingat reaksi setelahnya, kelihatannya tidaklah demikian.
Singkat kata, entah bagaimana Pedro terlibat dalam urusan pemerintahan dan memiliki pangkat yang lumayan.
Artinya, Pedro ini sudah ganteng, kuat, punya pekerjaan yang mapan pula. Memang lelaki idaman.
Tunggu, Clara, kok malah mikirin yang aneh-aneh.
Fokus. Fokus.
Pedro akhirnya kembali bersikap santai seperti semula. Dia lalu meminum teh seraya menata pikirannya.
"Tidak buruk," puji Pedro. "Ini rahasia, jadi jangan di sebar, oke?"
"Um!" Clara mengangguk kuat.
"Bentar. Katanya rahasia tapi kok di sebar, sih? Kak Lial dulu juga sama," pikir Clara.
Tapi karena dia sudah penasaran setengah mati jadi biarlah.
"Apa yang kau tahu tentang Hymne Blackjack."
"Hm ... Hymne Blackjack, ya~ ... Apakah orang itu seorang peneliti yang mendapat penghargaan tertinggi kekaisaran satu dekade lalu?"
"Aku terkejut kau mengetahuinya. Itu benar. Orang itu memberontak dan membawa lari hasil eksperimen terbaru kekaisaran," jelas Pedro.
"Sebuah senjata?"
"Ya. Sangat berbahaya."
Tiba-tiba sebuah kilatan pemikiran melintasi Clara.
"Mungkinkah! Monster malam itu ...."
"Ya. Sebuah alat untuk memanggil dan mengendalikan monster dunia mimpi."
Pantas saja.
Dengan senjata mutakhir hasil penelitian mereka di curi jelas kekaisaran akan sangat murka. Justru aneh kekaisaran hanya mengirim sedikit orang untuk memburunya. Jika Clara adalah kaisar, ia akan memobilisasi seluruh kekaisaran.
"Menurut info yang kudapat alat itu masih dalam fase terakhir dan belum sempurna," ujar Pedro. "Blackjack juga terkenal karena memiliki keahlian menyamar yang hebat. Apa kau akhir-akhir ini melihat orang yang mencurigakan?"
"Tidak ada ... Ah! Benar. Akhir-akhir ini ada lelaki mencurigakan yang selalu mengikuti Clara," ucap Clara cukup keras untuk didengar orang di depan pintu masuk.
"Siapa yang kau panggil lelaki mencurigakan, dasar bocah nakal!"
Si lelaki mencurigakan, Rhino, masuk ruangan dengan wajah seperti iblis.
Ralat. Wajahnya biasanya juga sudah seperti iblis.
Clara buru-buru bersembunyi di bawah meja. Rhino yang melihat ini segera mencoba menyeret pelaku keluar dari tempat persembunyian.
"Oi! Gadis nakal. Berhenti memberontak."
"Hya! Tidak! Tolong! Ma-maafkan Clara, ayah! Tidak. Berhenti!"
"Aku belum menikah, oi!"
Setelah perjuangan sengit, Clara akhirnya berhasil ditarik keluar.
"Diam. Jangan melawan."
"Tolong ... Lakukan dengan lembut," ucap Clara, pasrah.
"Entah mengapa sesuatu terasa salah di sini," gumam Rhino.
Dengan pakaian Clara yang berantakan dan dialog yang terjadi, sepuluh dari sepuluh orang yang tidak tahu keadaan akan salah paham. Pedro yang sedari tadi menyaksikan dari samping mendesah dalam hati saat menyaksikan Rhino yang mendisiplinkan Clara.
Suara tamparan menggema dalam ruangan selama hampir satu menit penuh.
"Huuuu, Clara tidak akan bisa menikah lagi. Memang ya~ dasar lelaki tidak berperasaan," keluh Clara sambil mengusap pantatnya yang terasa sakit.
"Salah siapa coba."
Clara yang tidak puas menggembungkan pipinya lalu mengalihkan pandangannya dari Rhino. Hal itu justru mendorong Rhino untuk mencubit pipinya dengan gemas.
"Swa-swakit!"
"Oi, gadis nakal, sebaiknya kau memiliki penjelasan yang tepat kali ini."
Melihat Clara yang masih enggan membuat Rhino menghela napas.
"Jadi bagaimana?" tanya Pedro.
"Bagaimana apanya?"
"kelanjutannya. Clara, apa kau sudah menyerah ... Kelihatannya belum."
"Um! Clara akan bekerja keras."
"Apanya yang kerja keras!" bentak Rhino sambil kembali mencubit pipi Clara.
"Haa. Nak, dengar. Tidak perlu terburu-buru. Aku saja baru berpetualang lima tahun yang lalu," tegur Pedro.
Mendengar hal itu kepala Clara segera terkulai. Semangatnya langsung merosot. Bahkan matanya mulai berkaca-kaca.
"Maaf," gumam Clara sangat pelan.
"Ya-yah. Kau hanya perlu tumbuh sedikit lagi, lalu tidak ada yang akan menghalangimu," sorak Rhino, mencoba mencerahkan suasana yang mendadak jadi suram.
"Yah. Bagaimanapun, Clara tetap akan berusaha," ucap Clara teguh, lalu meminum teh.
"Huh? Nangisnya tadi bohongan ...?"
"Kau tahu, kau mengingatkanku pada adik kecilku yang manis." Pedro bangkit lalu mendekati Clara. "Jadi, Clara, aku tidak tahu alasannya tapi, karena kau sangat gigih." Mendekat, mata Clara dan Pedro saling berpandangan, "Aku punya sebuah proposal untukmu."
Clara tersipu malu. Warna pucat pada wajahnya telah digantikan warna merah tomat. Sorot matanya berkeliaran kemana-mana.
Dengan malu-malu Clara berkata, "Clara, Clara ya~ masih kecil dan memiliki tubuh yang sedang berkembang. Ta-tapi Clara akan bekerja keras!"
"Aku bukan lolicon," sanggah Pedro. "Mari hentikan leluconnya di situ. Proposalku pasti akan membuatmu tertarik. Dengarkan baik-baik ...."
"Bohong! Kakak ini pembohong!" cela Clara dalam hati. "Apanya yang mirip adik perempuan. Jadi tujuanmu sedari tadi adalah ini."
Tapi memang proposalnya ini terlalu menggiurkan untuk ditolak. Saking menggiurkannya bahkan tanpa sadar dia sudah menerimanya.
Setelah ia dibebaskan hari sudah petang. Rhino berjalan seperti mayat hidup. Bahkan ketika nona mudanya mulai berlarian entah kemana dia hanya menyaksikan dengan tatapan lemah. Sedikit demi sedikit ia mulai mengembangkan trauma terhadap anak kecil.
Beberapa saat kemudian si nona kecil kembali. Kedua tangan mungilnya penuh dengan es krim rasa vanila dan coklat.
Setelah merenung sejenak Clara menyerahkan es krim rasa vanila kepada Rhino. Meski sebenarnya ia lebih suka rasa coklat.
Melihat ini Rhino merogoh dompetnya untuk melihat jumlah uang yang masih dimilikinya.
"Berapa harganya?"
"Clara ya~ membelinya pakai uang Clara sendiri!" bentak Clara, tersinggung. "Kenapa sih Rhino tidak bisa seperti Kak Pedro," gerutunya lagi.
"Kalau begitu berhentilah membuat masalah."
"Kalau merasa repot ya~ berhenti saja dan pergi-"
"Clara!"
Gadis itu terkejut dengan bentakan tak terduga dari Rhino. Tapi tidak peduli seberapa lama ia menunggu tidak ada tindak lanjut dari Rhino.
Dengan perasaan menggantung ini mereka kembali ke penginapan di mana interogasi lainnya sedang menunggu tuan putri nakal ini.