Dua hari sejak malam penuh teror berlalu. Situasi sudah mulai kondusif.
Menurut surat kabar, dilaporkan lebih dari sepuluh bangunan hancur, sekitar seratus korban meninggal, dan 23 orang dinyatakan menghilang.
Mengingat skala peristiwanya, kerusakan seperti ini bisa di katakan minimal. Sangat minim sehingga terasa janggal.
Ka-bom di sana-sini. Buron kelas kakap yang berkeliaran. Lalu kemunculan berkodi-kodi monster tingkat C-B.
Sungguh konyol jika hanya terdapat seratus korban jiwa.
Bukan berarti Clara ingin lebih banyak darah yang tumpah. Hanya saja sesuatu terasa sangat aneh dan membuatnya berpikir, "Ini orang niat tidak sih jadi penjahat?"
Ambil saja contoh bom yang meledak di area sepi dan tidak berpenduduk sehingga korban jiwa dari peristiwa pemboman adalah nol besar—tidak termasuk ksatria, penjaga, dan petualang.
Coba pikirkan, kenapa tidak menaruh bom di tempat padat penduduk sehingga seluruh kota menjadi lebih kacau?
Dengan begitu peluang keberhasilannya untuk kabur akan lebih tinggi.
Yah, kesampingkan saja hal itu. Toh jawabannya tidak akan ketemu meski terus dipikirkan.
Lanjut kepermasalahan berikutnya.
Kemarin Wali Kota melakukan pidato berapi-api guna menenang warga yang gelisah. Ia mengatakan pemerintah akan menanggung semua biaya kerugian dan berjanji kejadian seperti ini tidak akan terulang kembali.
Happy end.
Atau begitulah harapan semua orang.
Berapa orang mungkin menyadari kejanggalan dari pidato Wali Kota. Seperti keambiguan detail peristiwa.
Kriminal penyebab bencana ini juga sudah dibunuh maupun ditangkap. Salah satunya adalah si Pembom Gila Kila King yang ternyata menyerang kedai tempat clara mabuk-mabukan malam itu.
Biasanya pihak berwenang akan memamerkan segala prestasi agar mereka kembali mendapat kepercayaan dari warga. Seperti,
"Lihat ini. Dialah sang Dalang utama di balik di balik peristiwa besar ini. Dia sudah mengacau di mana-mana dan akhirnya berhasil kami tangkap!"
Atau hal-hal menghebohkan lainnya.
Namun Wali Kota tidak melakukan itu. Si Pak Tua hanya dengan datar mengucapkan nama kriminal dan kejahatan yang pernah mereka lakukan.
Sebagai salah satu dari orang yang menyadari kejanggalan ini, reaksi Clara adalah,
"Jadi gitu."
"Penjahat utama dari insiden ini mungkin masih belum ditangkap."
Yap. Dengan ini kasus di tutup.
Sudah cukup bermain peran detektifnya.
Sebagai gadis baik, sudah saatnya untuk bangun dan sarapan.
"Clara, mari sarapan."
"Oke."
Clara dengan hati-hati menutup buku yang sedang ia baca lalu mengecek penampilannya di depan cermin.
"Hem~ hem~."
Setelah puas dia akhirnya keluar kamar dengan senyum berseri-seri, layaknya gadis baik pada umumnya.
"Selamat pagi."
"Pagi. Semalam tidur nyenyak?"
"Um."
Semua orang sudah berkumpul di lobi penginapan. Tempat ini menyediakan sarapan gratis sebagai ganti biaya nginap yang agak mahal. Clara memilih roti dengan isian telur sebagai menu sarapan.
Sebelum menyantap makanannya Clara memanjatkan doa sebagaimana yang diajarkan buku panduan "Bagaimana menjadi gadis baik, jilid dua."
"Kita akan kembali ke Zariya lusa depan," ucap Paman sambil menyesap kopi paginya. "Hari ini kalian bersenang-senanglah sepuasnya."
Paman sangat baik kepada bawahannya. Dia bahkan menyiapkan anggaran khusus untuk di gunakan trio bodyguard.
Clara menatap Rhino dengan pandangan penuh niat baik.
"Rhino hari ini tidak perlu menjaga Clara. Pergilah bermain dengan teman-temanmu."
"Jangan pikir kau bisa berbuat ulah lagi, Clara."
Namun niat baiknya ditolak mentah-mentah olehnya.
"Enggak sopan ya~. Gadis baik, imut, dan rajin menabung seperti Clara tidak mungkin membuat masalah."
"Oi! Nyadar dirilah!" tukas Rhino. "Kalau begitu tolong jawab gadis baik, imut, dan rajin menabung, Clara, waktu insiden kemarin lusa kau kemana?"
Clara sedikit menciut lalu membuang muka.
"Ha ...."
Rhino hanya bisa mendesah tidak berdaya.
Malam itu setelah kembali dari mengecek sikon Rhino dikejutkan dengan kabar menghilangnya gadis pembuat onar ini. Mereka dengan panik mencari secara membabi buta. Namun, kota ini terlalu luas dan tidak mungkin untuk mencarinya hanya dengan empat orang saja. Setelah hampir semalaman mencari tanpa membuahkan hasil, mereka akhirnya menyerah dan memutuskan menyerahkannya kepada pihak keamanan.
Sekembalinya ke penginapan mereka di kejutkan karena Clara sudah ada di sana. Paman bos segera menguliahinya hingga subuh. Gadis mungil itu awalnya beralasan kalau dia tidak pergi kemana-mana, tentu saja tidak ada yang percaya. Sebelumnya mereka sudah mengecek di seluruh penginapan tapi sama sekali tidak menemukan si gadis nakal.
Di tambah lagi, malam itu mulut Clara berbau alkohol.
Masing-masing dari mereka memiliki kecurigaannya sendiri. Tapi tidak ada yang ingin memaksanya untuk bicara jika dia memang tidak ingin mengutarakannya.
Sebagai hukuman, Clara harus merenung dalam kamarnya selama seharian penuh.
Rhino sendiri merasa kesal karena bocah ini sudah sangat membuatnya khawatir tanpa alasan. Tapi lebih dari itu dia lega karena tidak terjadi apa pun padanya.
Sedangkan paman bos menghela napas lelah sambil bergumam, "Masa muda ... Masa muda." Sepertinya Clara mengingatkan akan dirinya sendiri di waktu muda dahulu.
Rhino memutuskan untuk mengawasi gadis ini dengan sangat ketat mulai hari itu, setidaknya sampai mereka kembali ke Zariya.
"Nona kecil hari ini mau pergi ke mana?"
"Eh, seriusan ya~ Clara enggak perlu ditemani."
Tapi setelah melihat pandangan serius Rhino si gadis baik Clara memutuskan untuk menyerah.
"Clara mau pergi ke apotik."
Neet dan Shina bergantian pergi berbelanja sedangkan paman mau mengunjungi teman lamanya.
Clara dan Rhino juga bersiap-siap untuk pergi. Tapi mendadak Rhino mendapat panggilan alam.
"Ingat, jangan pergi kemana-mana," tegur Rhino.
Sepanjang waktu dia merasa perasaan buruk akan terjadinya sesuatu. Tapi kekhawatirannya itu terbukti tidak perlu. Setelah di tinggal bermenit-menit di toilet Clara masih berada di tempatnya semula, tersenyum lembut penuh belas kasih.
Serius, Rhino bertanya-tanya apa yang salah dengan gadis ini.
Perasaan buruk semakin menjadi-jadi. Tapi dia sama sekali tidak mengetahui apa yang salah.
Setelah itu duo sejoli memulai aktivitas pagi mereka. Diawali dengan pergi ke apotek. Lalu mengunjungi perpustakaan. Dilanjutkan dengan bermain di taman kota.
Atau begitulah seharusnya.
Butuh waktu lama bagi Rhino untuk menyadari kejanggalan yang terjadi. Gadis yang selalu bersamannya sejak pagi ternyata bukan Clara, bahkan bukan manusia.
"CLARAA!"
Itu adalah boneka sihir yang di desain semirip mungkin dengannya.
Geraman Rhino terdengar beberapa blok jauhnya. Dengan ini permainan petak umpet ronde kedua di mulai.
Di depan gedung milik serikat dagang, sesosok mungil mengendap-endap menuju sebuah kereta kuda yang sepertinya mengangkut komoditas sehari-hari. Dengan terampil dia bersembunyi di dalam kereta seolah ini adalah kegiatan sehari-harinya.
"Semuanya berjalan sesuai rencana. Clara memang da best."
Sosok ini tidak lain dan tidak bukan adalah gadis nakal Clara.
"Bukan nakal tapi cerdik, oke?"
Menurut intel yang dia kumpulkan hari-hari sebelumnya, pemilik kereta ini bertujuan untuk pergi ke Kota Malam. Tujuan si pedagang dan Clara kebetulan sama. Jadi kenapa tidak sekalian menumpang saja, ya, kan.
Menurut Grand Scheme Clara ft. Raph, Clara harus menggunakan kota malam sebagai basis petualangannya.
Semua rencana ini didasari fakta kegagalan Clara mendaftar di Kota Denia.
Itu benar.
Jauh hari sebelumnya si Kelinci itu sudah menebak kalau Clara akan gagal saat mendaftar ke Aliansi.
Walau kesal dia tetap harus mengakui kemampuan prediksi alien kelinci itu. Mungkin Raph bisa melihat masa depan?
Pokoknya, Clara sudah berlatih mati-matian selama seminggu penuh demi mensukseskan skema ini. Mulai dari latihan menyusup, tubuh ganda, dan lain sebagainya. Kegagalan sekecil apa pun tidak bisa diterima. Mengingat ini mungkin kesempatan terakhirnya.
Sampai sini semua berjalan lancar.
Mengumpulkan informasi, memantapkan strategi hingga akhirnya menipu Rhino.
Langkah terakhir adalah bersembunyi dari penjaga dan keluar tanpa ketahuan.
Ini adalah dinding terakhir sekaligus yang tersulit untuk dilewati.
Akibat dari insiden malam itu penjagaan menjadi semakin ketat, bahkan Pak Tua Darton sampai turun ke lapangan secara pribadi. Hal ini tidaklah aneh.
Justru yang aneh adalah fakta bahwa pihak pemerintah masih tidak melarang berpergian ke wilayah utara mengingat buronan itu kemungkinan besar masih belum di tangkap.
Tapi baguslah. Dengan ini rencana Clara dapat digunakan.
Dia mulai melantunkan mantra.
Matanya terpejam. Meski demikian dia mampu melihat berbagai garis dan semburat panca warna dari sekelilingnya.
Dengan fokus yang luar biasa Clara menarik deretan garis putih untuk menyelimuti tubuhnya.
Inferior-tidak terlihat.
Inferior-tidak beraroma.
Inferior-zona sunyi.
Inferior-hapus aura keberadaan.
Clara bernapas dengan kasar. Keringat bercucuran dari dahinya yang putih pucat. Tubuhnya memanas akibat dari melepaskan empat mantra berturut-turut. Bebannya terlalu besar bagi tubuh mungilnya.
Mantra sihir di bagi menjadi lima tingkatan. Mantra yang dilantunkan Clara pada awalnya adalah sihir tingkat tiga. Namun efeknya sangat diperlemah secara signifikan sehingga Clara yang hanya penyihir tingkat dua mampu menggunakannya.
Efeknya langsung terlihat. Dengan gabungan keempat mantra ini keberadaan Clara menjadi sangat samar. Bahkan akan sulit di deteksi untuk orang sekelas Pak Tua Darton sekalipun.
Mungkin?
Atau Clara agak meremehkan pak tua itu?
Terserah.
Biarkan roda takdir yang menentukan.