Chereads / Kisah Petualangan Clara / Chapter 13 - Perpisahan

Chapter 13 - Perpisahan

02:20

Ancaman bom dan juga kemunculan monster di dalam kota menyebabkan seluruh warga menjadi panik.

Penjaga kota sendiri tidak cukup untuk menangani keadaan sehingga para petualang—secara paksa—di kumpulkan dan—secara sewenang-wenang—di kerahkan untuk menangani situasi. Kelompok delapan orang ini adalah salah satu korbannya.

Secara kebetulan saat sedang menyisir kota mereka menemukan seorang gadis kecil berpakaian longgar tidur di trotoar. Mereka mencoba membangunkannya tapi tidak berhasil. Salah seorang petualang mengaku mengenalnya jadi gadis itu untuk sementara diamankan oleh mereka. Di pertengahan jalan gadis itu tiba-tiba memberontak, lalu melakukan gerakan akrobatik di udara.

Dan begitulah cerita dari Kak Pedro berakhir.

Clara yang mendengarkan sampai akhir mengernyit.

Apa-apaan ...?

Dia sama sekali tidak mengerti. Tolong. Siapapun. Beritahu gadis malang ini apa yang sebenarnya terjadi.

Mungkinkah saat mabuk Clara keluyuran hingga akhirnya tumbang?

Apapun itu Clara memutuskan untuk segera kembali ke penginapan. Jika Paman atau yang lainnya tahu Clara tidak ada di kamar situasi bisa jadi runyam.

"Terima kasih ya~ sudah menjaga Clara." Clara menundukkan kepala dengan tulus. "Untuk selanjutnya Clara bisa kembali ke penginapan sendiri."

Clara yang ingin bergegas kembali di hentikan oleh Pedro.

"Situasinya berbahaya. Biar kutemani."

"Eh. Seriusan, nih?"

"Seharusnya tidak masalah. Toh dari tadi kami belum menemui satupun musuh," balas salah seorang petualang yang namanya tidak diketahui Clara.

"Kalau begitu sekalian saja kita menyisir daerah sekitar penginapan dik Clara," usul seorang wanita yang kalau Clara tidak salah ingat merupakan salah satu kontestan panahan.

Usulannya segera di setujui. Hal ini menunjukkan betapa tidak antusiasnya para petualang menjalankan tugas dadakan ini.

Clara yang menolak untuk digendong menggunakan sihir penguatan untuk menyamai kecepatan para petualang.

Dalam perjalan menuju penginapan, Clara menjadi cukup akrab dengan petualang lainnya. Terutama seorang pejuang bernama Lial. Topik utama yang dibahas tentu saja tidak jauh-jauh dari petualangan. Seperti musuh, medan, dan berbagai tips jika menghadapi situasi tertentu.

Suatu waktu Clara sengaja berjalan lambat sehingga berada pada barisan akhir. Dia lalu menuliskan sesuatu pada selembar kertas dan membiarkan Lial membacanya.

"Apakah mereka berpacaran?"

Yang di maksud Clara tidak lain adalah Pedro dengan wanita cantik berwajah dingin.

Ini tidak seperti Clara kepo atau bagaimana. Dia hanya, ya, penasaran. Jadi dia hanya ingin mengkonfirmasikan kecurigaannya.

"Ya. Sudah lama," balas Lial.

Afirmasi Lial telah menjernihkan rumor yang beredar. Pedro bukannya tidak tertarik pada wanita, dia hanya sudah memiliki wanita yang mengisi setiap sudut hatinya.

Clara tidak terlalu peduli, sih. Karena mereka baru bertemu belum lama ini. Tapi, entah mengapa dadanya terasa sedikit sesak.

Clara sekali lagi menuliskan surat kepada Lial.

"Apa ini. Sebuah hubungan rahasia?"

"Situasinya agak rumit. Terutama pada pihak wanita," balas Lial. "P. S. Jangan beritahu siapapun."

"Lalu kenapa kau memberi tahu Clara!" gerutunya dalam hati.

Clara memutuskan untuk berhenti mengusik lebih jauh.

Dia juga tidak terlalu peduli, sih. Seriusan.

Kelompok sembilan orang terus melangkah di jalanan senyap distrik niaga. Malam ini jalanan sangat sepi. Sungguh aneh. Apalagi hari ini adalah malam festival.

"Kok rasanya sepi banget, ya?"

"Karena perintah mendadak dari Wali Kota. Kau tahu, prestise pak tua itu sangat tinggi di kota ini. Jadi kebanyakan warga hanya manut tanpa banyak ba-bi-bu," jelas seorang petualang.

Sepertinya begitu. Walau masih terasa aneh sih.

Mereka asik mengobrol tanpa sadar area perumahan sudah dekat.

Mendadak pacar Pedro memberikan sinyal berhenti. Roh berwarna kelabu yang memimpin kelompok bergoyang memberi peringatan. Para petualang dengan sigap membentuk formasi pertempuran.

"Sesuatu yang tidak terlihat bergerak mengelilingi kita," bisiknya.

Situasi menjadi tegang. Tapi tidak peduli berapa lama mereka menunggu pihak lain sama sekali tidak membuat pergerakan. Clara merapalkan sihir yang mempertajam inderanya tapi tidak membuahkan hasil.

Tidak tahan menunggu lebih lama, penyihir dalam kelompok merapal sihir area luas. Sayangnya karena mereka berada pada lingkungan berpenduduk si penyihir berusaha meminimalkan dampak kerusakan sihir.

Sebuah cincin api tebentuk di sekitar kelompok dengan ketinggian mencapai lima meter dan dengan cepat meluas ke segala penjuru.

Siluet penyerang misterius itu terlihat secara sekilas. Pedro yang juga melihatnya segera melepaskan anak panah menuju sosok tersebut.

"KAAAHH!"

Jeritan pilu menembus langit malam. Anak panah berhenti secara misterius di udara dan dari sana darah mulai berceceran.

Makhluk itu kelihatannya mencoba untuk kabur tapi gerakannya di segel oleh sihir tanah seorang petualang.

Petualang lain bergegas melompat ke atap bangunan dan memberikan serangan penentuan.

Dengan demikian pertempuran segera berakhir.

"Hebat!"

Clara hanya berkedip beberapa kali dan monster itu sudah tumbang. Petualang veteran memang beda.

Sosok misterius itu akhirnya menampakkan jati dirinya. Makhluk itu terlihat mirip bunglon raksasa dengan duri tajam di sekujur tubuhnya.

"Apa itu?" tanya Clara, penasaran.

"Seharusnya makhluk dunia mimpi. Untuk saat ini sebut saja bunglon berduri," jelas Paman Berjenggot.

"Jadi, mau diapakan yang satu ini?" tanya Lial.

"Mari tunggu. Makhluk mimpi tidak pernah meninggalkan mayat. Ketika mati mereka akan menguap tanpa jejak. Untungnya, beberapa di antaranya meninggalkan batu mimpi yang sangat berharga," jelas Paman Berjenggot.

Batu mimpi memang menjadi barang rebutan penyihir di seluruh dunia.

Tiga aspek terpenting bagi seorang penyihir adalah mana, sukma, dan selira/sarira.

Anggaplah seperti ini. Sukma adalah api. Selira adalah wajan. Sedangkan mana adalah air atau minyak.

Untuk memasak makanan yang bernama sihir ini ketiganya adalah hal yang pokok harus dimiliki. Semakin besar wajannya semakin besar air atau minyaknya maka semakin besar pula masakan yang bisa kau masak. Dan jika apinya semakin besar maka makanan akan menjadi semakin cepat masak.

Masalahnya meningkatkan sukma bukanlah perkara mudah. Kabar baiknya, ada sebuah cara mudah yaitu dengan cara menyerap sebuah benda bernama batu mimpi ini. Kabar buruknya, batu ini sangat langka dan jadi bahan perebutan.

"Oh! Sudah mulai menguap!"

Entah siapa yang meneriakkan hal itu, yang jelas semua orang kelihatannya sangat antusias. Bagaimanapun, langka dan jadi bahan perebutan = harga selangit.

Namun sayangnya monster mimpi ini tidak meninggalkan apapun. Rona kekecewaan jelas muncul di wajah sebagian petualang.

Yah bagaimanapun ini adalah barang langka. Untuk mendapatkannya sama seperti sedang berjudi.

"Mari lanjutkan perjalanan."

Butuh sekitar 15 menit lagi untuk mencapai tujuan mereka.

Ketika bangunan tiga lantai itu mulai kelihatan Clara mendadak berhenti. Dia mengabaikan petualang yang masih kelihatan bingung dan meminta mereka untuk merahasiakan keberadaannya. Setelah berterima kasih ia berlari menuju gang belakang hinga akhirnya menghilang dari pandangan para petualang.

"Masa muda," ujar Paman Berjanggut.

Kemungkinan para petualang sudah menebak alasan keterburu-buruan gadis itu.

Mereka juga melanjutkan perjalanan mereka. Perbedaannya kali ini mereka menjadi agak antusias. Semua demi mengais secuil kesempatan untuk mendapatkan batu mimpi.

02:42

Seorang gadis kecil berlari melalui gang gelap kota Denia. Untungnya kota ini tidak seperti kota asalnya di mana sampah masyarakat akan muncul setiap beberapa saat ketika melintasi gang-gang seperti ini.

Gang di kota ini hanya berisikan sampah asli, hewan-hewan kecil, pemabuk yang tergeletak, dan juga pria tua yang sekarat.

....

Clara berlari mundur. Di sana, dia tidak salah lihat. Memang ada seorang pria tua yang terbaring dengan luka parah di tubuhnya.

"To ... long."

"Tidak lihat. Clara, kamu tidak melihat apapun."

Yup.

Clara segera berlari melanjutkan perjalannya. Namun tangan pria itu mencengkeramnya dengan sangat erat. Gadis mungil dan baik hati itu ingin melepaskan tangan si pria tua dengan sopan. Sekali lagi tanpa di duga, kekuatan pria ini bukan main.

Pada akhirnya Clara menyerah dan memutuskan untuk setidaknya mendengarkan permintaan terakhir pria itu.

Lelaki itu menunjuk ke arah luka-lukanya yang sangat parah. Dia langsung mengerti.

Tidak seperti dia cukup kuat untuk menyembuhkan lelaki tua itu secara total. Tapi setidaknya kemampuannya cukup untuk membawanya keluar dari jurang maut.

Clara merapalkan sihir penyembuh pada luka di bagian bahu. Namun luka itu sama sekali tidak kunjung menutup. Dia meningkatkan intensitas sihir penyembuh tapi hasilnya tetap sama.

Si gadis sedikit mengernyit.

Ia akan menggunakan sihir penyembuh dengan tingkat yang lebih tinggi tapi dihentikan oleh pria itu. Menggunakan tangannya pria itu menunjuk anak panah di bagian perutnya.

Clara mengangguk. Dia dengan cepat mencabut anak panah itu lalu kembali merapal sihir penyembuh. Berbeda dari sebelumnya, luka pada perut menutup dengan cepat.

Setelah beberapa menit, kebanyakan luka di tubuh lelaki itu sudah sembuh. Namun si pak tua tetap saja kelihatan masih salam kondisi berbahaya. Lukanya jauh lebih parah dari bayangannya. Apa yang ia lakukan tidak lebih dari memperpanjang sesuatu yang tidak terelakkan. Dan lagi dia sudah kehabisan mana.

Mau tidak mau Clara penasaran.

Siapa sih pria ini? Kenapa dia bisa terluka sampai separah ini?

Sebuah pemikiran tiba-tiba melintas dalam otaknya, tapi segera ia singkirkan.

Kalau pikirannya itu benar, bukankah itu artinya dia sudah melakukan pelanggaran hukum?

"Tidak tahu. Clara, kamu tidak tahu apapun."

Karenanya ia tidak mau memikirkannya,

Clara ingin cepat-cepat pergi tapi sekali lagi di hentikan oleh pria itu.

"Gadis baik ... Ambil ini sebagai rasa terima kasihku."

Pria itu memberikan sebuah kalung kepada Clara.

Sebagai gadis baik hati dan pandai menabung dia tidak sepatutnya menerima barang pemberian dari orang yang tidak di kenal. Tapi karena ia sudah melanggar banyak sekali pedoman gadis baik malam ini maka tidak ada salahnya untuk melanggar sekali lagi. Jadi ia menerima kalung itu dengan senang hati. Terlebih, kalung itu memiliki desain hati dan tampak sangat cantik.

Rasa lelah sepertinya berhasil mengalahkan pria tua itu.

Kali ini tidak ada yang menghentikan Clara untuk kembali ke penginapan.

Mungkin dia sudah harus mulai memikirkan seribu satu alasan untuk diberikan kepada paman.

Apa ya ....

Ugh.

Pikirannya masih tersebar akibat pertemuan dengan lelaki misterius barusan.

Untuk pak tua yang Clara tidak ketahui namanya, semoga engkau tenang di alam sana. Tolong ya~ jangan menghantui Clara.

Dengan pikiran bodoh seperti itu Clara akhirnya sampai ke tempat tujuannya.

04.00

"Hey. Bangunlah, sob. pertempuran sudah berakhir."

Sebuah suara memanggilnya. Namun ia tidak bisa menjawab apalagi bergerak. Pikirannya menjadi semakin keruh dan keruh.

"Hoi, Pria Besar. Berhentilah main-main. Putrimu sedang menunggu kepulanganmu."

Putri?

Oh, benar. Dia memang memiliki seorang putri yang sedang sakit keras. Tidak peduli seberapa keras ia berusaha uang yang ia kumpulkan tidak pernah cukup untuk memenuhi tagihan medisnya.

Maafkan ayah tidak berguna ini, nak.

"Bukankah sudah kukatakan berkali-kali untuk berhenti berpetualang dan cari pekerjaan tetap. Kek ... Kau ini dasar ...."

Ahahaha.

Dia tertawa. Tapi tentu saja bibirnya tidak bergerak. Ia hanya tertawa dalam hati.

Sejak kecil ia menyukai berpetualang menyusuri daerah sekitar desa kelahirannya. Saat remaja dia mendaftar jadi anggota Aliansi Petualang. Bahkan setelah menikah dan punya anak dia masih tidak berhenti.

Ini adalah hidupnya. Ini adalah pilihannya. Hidup sebagai seorang petualang. Mati pun juga seperti petualang. Selain tentang putrinya, dia tidak akan mati dengan penyesalan.

"Hah. Tenanglah. Aku akan menjaga putrimu."

Ahahaha.

Dia sekali lagi tertawa dalam hati.

Bahkan setelah kematian pun dirinya hanya bisa memberikan masalah pada temannya ini.

"... Ma,af. Sob ...."

Setelah mengucapkan permintaan maafnya, sang petualang kelas penakluk, Carlie, tidak punya nama belakang, dikenal sebagai orang yang mencintai pertempuran, akhirnya dapat beristirahat untuk selamanya.

"Tidurlah dengan tenang, sobat."

"...."

Gumaman duka menyebar ke seluruh medan perang. Ratusan orang meninggal dalam pertempuran ini.

Sebagian mungkin mati dengan penyesalan. Tapi kebanyakan meninggal tanpanya.

Sebagai seorang petualang. Sebagai seorang prajurit maupun ksatria. Mereka hidup dengan bahaya. Mereka selalu tahu kalau saat-saat seperti ini akan tiba cepat atau lambat.

Itulah sebabnya mereka hidup dengan membusungkan dada. Mereka bangga. Tidak ada penyesalan dalam kematian.

Tidurlah dengan tenang para pahlawan. Terima kasih karena sudah melindungi kota ini sekali lagi.

Terima kasih.

~*Sajak penyair,

"Teruntuk Pahlawan Kota Denia*.''