Chereads / MENIKAH / Chapter 18 - peluklah Aku Tuhan

Chapter 18 - peluklah Aku Tuhan

Derasnya hujan yang jatuh menitik tanah membasahi bumi malam hari, sekeras apa kamu berjuang tetap saja masalah akan datang kamu tidak bisa lari, melarikan diri dari masalah adalah seorang pengecut.

Di tengah-tengah deras hujan dengan rintikan air mata diam membisu bagaikan batu angin menerpa dinginya malam menghiasi tangis penuh air mata.

Di bawah rerumputan hijau dekat sungai terbaringlah tubuh yang penuh luka dan cairan merah kembali tertempel di kulit mulus pahanya. Tubuh yang tidak mengenakan shelai pakaian pun bagaikan wanita malam diluar sana sorotan mata yang kosong tidak ada tanda kehidupan sama sekali melihat langit malam gelap dengan bintang-bintang bertebaran di sana kekosongan kehidupan terlihat pada kedua bola matanya akan bayangan bintang-bintang di langit bagaikan takdir yang kembali mempermainkan hidupnya.

Tak ada cairan bening mengalir yang ada hanyalah kerapuhan kehidupan. Air mata ingin mengalir namun, untuk apa menangis dengan keadaan yang sudah terjadi. Ello mengangmbil pakaiaanya yang sobek dilempar berserakan di mana-mana. Gadis itu mengenakan pakaianya kembali ke tubuhnya yang kembali dinodai oleh pria-pria bejat itu.

Tatapan mata penuh kekosongan melangkah dengan kaki tertatih-tatih menahan sakit di bagian keintimanya. Jalanya yang melantung tak menentu kaki ingin dihentikan namun, Dia tetap memaksa dirinya untuk melangkah walau banyak kepedihan dalam diri dengan menahan kesakitan di bawah sana. Sesak di dada hancur hatinya air mata tidak pernah ia teteskan sedikit pun hanya diam dengan wajah pucat akan kekosongan dalam diri entah harus bertahan atau mati dan menghilang dari dunia yang kejam ini.

Matanya yang dingin terus melangkah entah ke mana ia harus pergi tidak ada tujuan yang harus ia pertahanin semuanya hilang dalam diri hanya sekejap. Tidak ada tujuan Dia melangkah yang ada dalam pikiranya saat ini hanyalah keadaan yang kembali Ia terima seperti saat ini. Wajahnya yang pucat dan bibirnya yang terluka dengan pipinya yang bengkak akibat tamparan keras berulang-ulang dari ketiga pria itu saat Ello yang berusaha melawan disaat dirinya kembali di nodai secara bergilir oleh ketiga pria bernafsu birahi itu.

Sakit sudah pasti, luka jangan ditanya lagi, menangis? Tidak semua yang tidak menangis bukan berarti ia baik-baik saja. Ia memang tidak menangis namun di dalam hatinya hancur bagaikan debu sesak di dada menahan luka yang entah kapan akan sembuh. Dia diam karena dia tidak ingin dilihat lemah oleh orang lain dan itu sangat menyiksa diri.

Setelah menempuh perjalanan yang panjang dengan sakit yang makin menjadi di perutnya akhirnya tibalah Ello di jalanan yang sangat ramai kendaraan berlalu lalang di mana-mana baik yang beroda dua atau pun beroda empat. Darah yang masih bersimbah di pahanya hingga mengalir dari sana selalu memberi jejak pada jalanan yang Ia jalan meneteskan jejak di sana membuat orang-orang baik pria, wanita muda atau tua, dan anak kecil yang menongkrong di jalanan atau sedang berjalan-jalan melihat Ello dengan aneh.

Saat Ello yang masih melangkah di tengah-tengah seribu mata yang melihatnya, tatapan Ello di jalanan awalnya berputar-putar bagaikan putaran jarum jam sedikit demi sedikit jalanan yang terang menjadi gelap di mata Ello. Suara berisik motor dan mobil memenuhi gendang telinganya.

Ello kembali merasakan kesakitan yang hebat diperutnya hingga tanganya memegang organ yang sakit di bawah sana, darah air ketuban kembali mengalir pelan dari kedua pahanya hingga menetes tidak henti di lantai jalan aspal penuh dengan cairan merah yang menetes dari kedua paha Ello. Hal itu membuat orang-orang yang melihatnya sangat kaget dan segera menghampiri Ello.

"Apa kamu baik-baik saja anak muda?" tanya salah satu orang tua yang saat itu melihat darah di kaki Ello mengalir dari paha Ello.

Gadis malang itu tidak bisa menjawab pertanyaaan salah satu warga yang bertanya padanya karena, saking menahan sakit yang ia rasakan ditambah lagi kepalanya yang berat dan pusing sehingga ia tidak bisa berkonsentrasi dengan pikiran yang baik.

Semakin lama semakin banyak suara yang bertanya tanpa heti-hentinya pada Ello, hingga suara mereka bagaikan suara berisik bagi Ello yang masih menahan sakitnya ditambah lagi suara yang mengangu pikiran Ello. Penglihatanya yang berputar-putar di jalanan semakin gelap dengan sakit di perutnya, tidak lama kemudian penglihatan Ello menjadi gelap gulita sedikit demi sedikit matanya menutup dan akhirnya ia kehilangan keseimbangan tubuhnya dan jatuh ambruk di bawah sana dikerumunan banyak orang.

"Dia pingsan! Apa yang sebenarnya terjadi pada gadis malang ini!?" tanya salah satu warga saat melihat Ello yang sudah jatuh pingsan.

"Hei cepat bawakan dia ke rumah sakit terdekat!" perintah salah satu dari warga yang kwatir akan kondisi Ello.

"Dia kesakitan diperutnya kasihan sekali gadis malang ini," tambah yang lain.

Di saat yang lain pada sibuk masih melihat kondisi Ello. Ada salah satu warga dari mereka yang jauh dari jalanan tempat dinama Ello pingsan itu datang dan langsung menolong Ello untuk segera dibawa ke rumah sakit dengan menelpon pihak rumah sakit yang tidak jauh dari tempatnya keberadaan Ello.

Sedangkan warga yang lain masih berdebat satu sama lain sambil mengeluarkan pendapat satu berbeda di mana saat itu mereka melihat tubuh Ello yang jatuh pingsan di bawah sana. Lima belas menit kemudian ambulance pun datang dan berhenti di tempat kejadian, Para petugas medis mulai memopong tubuh Ello agar di masukan ke dalam mobil ambulance untuk segera dibawa ke rumah sakit. Tidak lama kemudian Ello pun dibawah oleh petugas medis kembali ke rumah sakit.

Perjalanan ke rumah sakit pun membutuhkan waktu 10 menit dan hingga akhirnya mereka sampai di tempat tujuan. Para perawat medis yang lain segera membantu keempat medis yang tadi membawa Ello ke rumah sakit saat melihat pasien sudah sampai, selesai itu gadis malang itu pun dibawa ke ruang gawat darurat.

Dokter pun datang dan memeriksa kondisi Ello setelah memeriksa kondisi Ello. Dokter tersebut menarik nafasnya dalam-dalam dan menatap Ello yang masih terbaring lemas di bawah sana yang belum menyadarkan dirinya juga.

Sebenarnya Ello sudah mulai sadar namun, kepalanya masih pusing dan ia malu membuka kedua matanya melihat dokter yang sepertinya tahu apa yang terjadi pada dirinya.

"Kalian menemukan gadis ini di mana?" tanya dokter tersebut pada dua dari empat tim medis yang membawa Ello tadi dari jalanan saat mereka juga yang kebetulan membantu dokter itu untuk mengobati pasien.

"Kami membawanya dari jalanan karena tadi ia terdapat pingsan. Tadi kami diberitahu oleh warga setempat terdekat disini dok, yang melihat Dia pingsan di jalanan umum," jawab tim medis itu dengan jujur.

"Hem..." dokter berdehem sebentar sambil menarik nafasnya dalam-dalam.

"Gadis ini baru saja mendapat pelecehan dan tidak cuma satu orang sepertinya lebih dari itu. Lebih parah dia keguguran akan kandunganya yang baru berjalan dua minggu," papar dokter tersebut kembali menatap Ello yang masih berpura-pura pingsan dengan penuh belas kasihan pada Ello.

Dua perawat dan yang lain ada di ruang gawat darurat kaget menutup mulut mereka sambil menatap tubuh Ello dengan rasa iba dan kasihan.

"Ya Tuhan sungguh malang nasibmu anak cantik," pinta perawat yang satu kasihan pada Ello akan hal yang Dia alami.

Sedangkan Ello yang mendengar ucapan dokter menahan sakitnya lagi, nasib buruk harus ia terima untuk kesekian kali. Hari yang penuh dengan masalah dalam kehidupanya Ingin ia berteriak saat itu namun, ia tidak bisa. Ia hanya bisa menahan luka yang berulang-ulang dinodai dengan kenyataan pahit yang harus ia terima ini.

Sungguh kejamnya takdir pada wajah malang ini luka yang tidak bisa ia jelaskan dengan kata-kata, Gadis itu meremas jari jemarinya dengan sangat kuat menarik kain sprey yang ada di kasur namun air mata tidak pernah menetes sedikit pun. Walau sebenarnya ia ingin menangis saat itu juga.

***** Skip.

Di sisi lain Seli sadar dari pingsanya. Di mana saat ia harus menghadapi kenyataan Ibunya dibakar hidup-hidup oleh warga setempat dengan rumahnya.

Seli yang melihat kejadian itu secara langsung menangis dengan keras sampai dirinya ingin ikut membakarkan dirinya bersama sang ibu namun, ia dihalangi oleh warga yang lain. Hingga akhirnya ia menangis dengan sejadi-jadinya sampai ia pingsan di tempat kejadian.

Seli yang baru sadar melihat sekeliling kamar yang ia tinggali saat itu, Gadis itu bangun dari pingsanya menatap dengan bingung dan tidak lama kemudian datanglah seorang wanita paru baya membawa nakas di tanganya yang beriisi teh hangat untuk diberikan pada Seli.

"Kamu sudah sadar? Minumlah teh hangat ini agar bisa menenangkan pikiranmu terlebih dahulu," ucap wanita paru baya itu sambil duduk di samping ranjang kamar tempat dimana gadis itu dibaringkan.

Dimana aku sebenarnya ini? Ibu bagaimana dengan abu ibu? Siapa wanita ini? Aahhh... kepalaku kembali pusing, batin Seli banyak pikiran hingga kepalanya sedikit sakit.

"Terimakasih. Di mana ibuku? Dan bagaimana dengan debu bakar dalam rumah kami?" jawab Seli langsung pada intinya yang sedari tadi ada dalam pikiranya.

"Kamu tenang saja abu bakar ibumu sudah aku pungut, tinggal nanti kamu taburi di laut dan berdoa sekalian ikhlas akan kepergian ibumu," jawab wanita paru baya itu tersenyum manis pada Seli.

Seli yang mendengar ucapan wanita paru baya itu, meremas jari jemarinya dengan kuat di bawah sana. Dengan tatapan dingin namun, masih tergenang air di dalam sana ia menahan sakit dan luka di dalam dengan penuh derita. Saat melihat senyuman wanita paru baya yang saat ini ada di hadapan Seli ia baru sadar bahwa wanita ini adalah wanita yang sangat aktif wakyu pengrebekan rumah Seli hingga ia yang paling memanas-manaskan warga untuk menghancurkan dan membakar rumah Seli dengan ibunya.

Aku baru sadar siapa dia. Seli sabarlah tenangkan emosimu untuk saat ini kamu harus fokus dulu pada abu ibu. Lihat dan tunggu saja pembalasan aku, batin Seli sambil meminum teh yang diberikan wanita paru baya itu yang tidak lain adalah Nining istri dari ketua pimpinan di kampung yang Seli tinggali.

**** skip.

Langkahan kaki harus ke mana mencari kekosongan hidup, lelah mengatakan jika aku baik-baik saja sebenarnya aku butuh sandaran, lelah mengatakan hidup aku baik namun, aku butuh dorongan.

Lelah bersandiwara menjadi wanita yang dingin namun, sebenarnya aku rapuh, lelah untuk tidak mau mengeluh padamu namun, air mataku mengatakan aku harus mengeluh, Lelah dan aku lelah menahan air mata yang menyiksakan hati ini.

Tuhan.... peluklah aku... hapuslah air mataku, berikanlah sandaran bahu agar aku bisa menangis... hiks....

Pecahlah sudah air mata yang selama ini ia tahan. Pecahlah sudah tangisan yang selama ini selalu ia usahakan untuk tidak menangis, Pecahlah sudah luka yang selama ini ia tahan agar tidak terlihat betapa rapuhnya hidup ini, tangisan keras ketika ia melangkah di jalanan umum dan berhenti di pingiran sungai. Akhirnya air mata yang ia tahan dan luka yang tahan selama ini kini mengalir dengan deras saat batinya berucap.

"Ayah! Hikss... Ello lelah... Ello butuh sandaranmu hiks... Ello ingin pergi ayah! Ello sudah tidak sangup lagi hiks..." suara senggukan terdengar dan memenuhi pinggiran sungai yang sepi.

Jika aku tahu takdir aku seperti ini maka aku tidak akan mengatakan aku baik-baik saja. Jika aku tahu nasibku penuh luka maka aku tidak akan bertahan selama ini.

Bersambung.