"Bangun kamu! jangan pura-pura tidur lagi!" jerit Siska ketika menyampari Ello yang masih terbaring lemas di kasur kamar yang sudah sedikit sadar.
"Ibu hentikan itu! Kakak baru sadar biarkan dia beristrahat," pinta Seli memohon pada Ibunya.
Siska yang mendengar ucapan Seli sama sekali tidak peduli pada ucapan anaknya itu Siska memaksa Ello untuk menjelaskan semua yang terjadi padanya.
"Kali ini ibu tidak akan menuruti ucapanmu Seli! Dia hamil di luar nikah kita tidak tahu siapa ayahnya kamu tahu sendiri bagaiman peraturan di lingkungan yang kita tinggal ini," papar Siska dengan emosi.
Ello yang mendengar bahwa dirinya hamil kaget dan syok berat Ia terjatuh lemas di lantai saat dirinya memaksakan diri bangun dari kasur tatapanya yang dingin dan menyisahkan luka yang kembali berulang-ulang ia terima. Ello tidak menyangka masa depanya benar-benar hancur total Impian dan harapa dia menikah dengan orang yang merupakan jodohnya kini semua sirna.
Sakit jangan ditanya lagi Ia masih menahan lukanya dengan tatapan kosongnya pada kejadian dua minggu yang lalu di mana ia mengorbankan mahkotanya untuk biaya operasi sang ayah, harus menerima pahitnya hasil operasi sang ayah meningal dunia, dan sekarang menghadapi kenyataan bahawa ia hamil anak dari pria yang sama sekali tidak ingin mengenal Ello masa mudanya benar hancur dalam semalam.
"Jawab aku! Siapa yang menghamili kamu!?" jerit Siska dengan nada tinggi hingga suara memenuhi ruang kamar dengan melotot menatap membunuh pada Ello.
Ello yang mendengar teriakan mamanya hanya diam dengan tatapan kosongnya, Ia tidak bisa mengatakan yang sebenarnya terjadi karena, itu sudah ada dalam perjanjian sebelum ia mengambil keputusan itu.
"Jawab aku! Siapa ayah dari anak yang dikandungmu itu!?" geram Siska semakin emosi.
Ello hanya diam dengan menundukan kepalanya Siska yang semakin emosi karena, merasa dirinya tidak dihargai dan dilawan oleh Ello wanita yang tidak memiliki hati itu kembali menjambak kasar rambut gadis itu dengan kuat hingga Ello kesakitan di sana walau masih berusaha menahanya saking marah dan emosi tangan Siska langsung menampar keras wajah Ello yang saat itu sangat pucat dimana gadis malang itu menatap tatapan emosi di mata Siska.
PLAKK....
tamparan keras dari Siska.
Seli yang melihat ibunya menampar Ello segera menghampiri mamanya dan meminta ampun dari ibunya untuk kesalahan Ello.
"Ibu hentikan ini! Hiks... Seli mohon ampuni kakak," tangis Seli kembali berlutut di hadapan Siska dimana kedua lututnya diletakan diatas tumpuan keramik sebagai alasnya di bawah kaki Siska.
"DIAM!"
"Kamu tahu dia sudah membunuh ayahmu, sejak dia hadir di keluarga kita masalah silih berganti terjadi di dalam rumah semua usaha ayahmu bangkrut dan semua harta kita di sita pihak bank."
"Ayahmu meningal karena operasi yang disetujuinya, dan sekarang dia mencoreng nama baik keluarga kita kamu tahu sendiri aturan di kampung ini seperti apa, kejadian keluarga pak Hartomo akan terulang pada kita! Apa kamu mengerti!" teriak Siska emosi.
Siska berucap dengan emosi hingga wajahnya memerah saking marahnya dia menatap tajam Ello tidak peduli akan putrinya lagi, Siska mendorong kasar tubuh Seli dari hadapanya yang sedang menghalangi dirinya memberi pelajaran pada Ello.
Ya. Perkampungan yang ditingali mereka adalah perkampungan yang masih memegang tradisi aturan nenek jaman dulu di mana wanita dilarang keluyuran malam setelah pukul 7 malam, dan bagi wanita yang hamil di luar nikah tidak memiliki suami atau ayah dari anak yang dikandungnya maka, akan diangap sampah pembawa mala petaka bagi kampung yang mereka tinggali.
Hukumanya adalah keluarganya akan dikucilkan dari kampung, rumah mereka akan dibakar hangus tujuannya agar tidak ada yang berani melakukan hal itu lagi dan peraturan itu masih berlaku sampai sekarang di Zaman yang sudah maju ini.
Dan hal itu terjadi pada keponakan Siska yaitu Mika di mana gadis itu hamil diluar nikah mengandung anak yang dari pria yang belum saha jadi suaminya, setelah mendengar Mika hamil kekasihnya tidak mau bertangung jawab.
Kedua orang tua Mika menyembunyikan kehamilan Mika hingga akhirnya terbongkar juga kehamilan Mika dimana saat itu tinggal menunggu dan menghitung hari untuk menyambut kelahiran cucu mereka. Namun, semuanya sirna hancur dalam semalam ketika warga dikampung tahu akan kehamilan Mika, kelurganya dikucilkan ayah dan ibunya meningal dimana bersaman dengan pembakaran rumah mereka Mika yang saat itu sters berat menyalahkan dirinya sendiri akhirnya memilih jalan bunuh diri karena merasa hidupnya tidak berarti apa-apa lagi dan kematian orang tuanya adalah kesalahan terbesar dalam hidup mereka.
**** ( Flashback)
"Kamu! Gugurkan kandungan itu sekarang juga! sebelum badai datang dikeluarga kita," perintah Siska pada Ello.
"Apa?" kaget Ello menatap ibunya.
Siska memaksa Ello untuk mengugurkan kandunganya namun, Seli yang kaget akan ucapan ibunya menatap tajam Siska dan Seli menolaknya ucapan ibunya itu.
"Cukup ibu! Teganya ibu berucap seperti itu! Bagaiman jika itu aku yang alami apa ibu akan meminta aku melakukan hal yang sama!?" tanya Seli emosi bangkit dari sujudnya.
"Jika kamu melarangnya maka, tidak ada pilihan lain selain memintanya untuk pergi dari kampung ini sebelum ai kehamilan dan kecorengan nama keluarga ini terbongkar," seru Siska sudah ambil keputusan karena memang tidak ada pilihan lain.
Di tengah-tengah pertengkaran mereka datanglah warga dengan api di obor kayu bambu mengerumuni rumah Siska, warga sekitar mengedor-gedor pintu meminta Siska untuk keluar bersama Ello dan Seli.
"Siska keluar kamu! Jangan simpan aib sampah di kampung ini!" ucap warga pria yang satu.
"Betul... betul... keluar bawa sampah itu ke sini!" seru warga yang lain secara bersama-sama.
Siska, Ello dan Seli yang mendengar hal itu panik di dalam rumah sendiri Siska meminta pada Ello dan Seli untuk duduk diam di dalam kamar dan tidak menunjukan batang hidung mereka sedikit pun dia yang akan menghadapi para warga.
"Ada apa ini? Kenapa berame-rame datang di keluarga saya? Menggangu ketenangan kami," tanya Siska sengaja berpura-pura bodoh seolah tidak tahu apa-apa.
"Kami datang untuk membawa sampah aib kampung ini! Yaitu putri angkatmu Ello. Kami mendengar bahwa dia hamil tanpa ada suami atau ayah dari bayi yang dikandungnya itu," tutur ketua RT lingkungan tersebut.
"Apa?"
"It. Itu tidak benar pak. Anak saya..."
"Jangan bohong kamu! Kami mendengar langsung dari dokter yang tadi memeriksa kondisi anakmu," celah salah satu saksi warga wanita yang tadi siang yang bergosip dengan warga yang lain.
"Apa?"
Siska yang mendengarnya sangat syok. Tangan dan kakinys bergementaran sedangkan Seli sudah kepanikan di dalam kamar saat ia menguping ucapan para warga dan ibunya di luar. Namun, tidak dengan Ello gadis itu duduk dengan sangat tenang tanpa ada kepanikan sedikit pun. Tatapanya yang dingin tanpa meneteskan setetes bening pun saking hilang harapan hidup dalam diri Ello, gadis malang itu menahan perih hati bagaikan teriris bawang saat itu.
"Kakak! Ini gawat warga tahu kehamilan kaka, Ayo pikirkan cara untuk menyelamatkan dirimu! Mengapa kamu sesantai ini kakak!? Apa kamu tidak panik atau takut!? " tanya Seli dengan banyak pertanyaan yang sangat kwatir dan cemas dengan keadaan kakaknya.
"Kita tidak tahu akan keadaan takdir."
"Apa maksud kakak?"
"Apa yang harus kakak lakukan? Lari? Atau bunuh diri? Atau Mungkin takdir kematian kakak seperti ini," jawab Ello pasrah dengan tatapan kosong di sorot matanya ketika matanya bertemu mata sang adik Seli.
"Kakak! Aku tidak akan biarkan itu terjadi, aku tahu dibalik diammu tanpa menangis itu kamu sedang menahan luka dan perih di dalam sana hikss... Aku bisa memahami itu dan merasakanya," tangis Seli yang kembali memeluk erat tubuh Ello karena ia tahu betul seperti apa Ello.
Namun, itu tidak dengan kakanya. Ello sama sekali tidak menangis atau pun sedih, wajahnya sangat tenang tidak ada sedikit pun air mata atau kesedihan di wajahnya. Namun, jauh di dalam sana hatinya terluka bagaikan tususkan demi tususkan dari benda tajam yang menyakitkan seperti jarum pentul menusuk berkali-kali hingga sesak didadanya Ello sulit untuk bernapas.
Ia berusahan menahan tangis dan lukanya sendiri, menegarkan dirinya sendiri bahwa semua baik-baik saja berusaha sekuatnya untuk tidak terlihat ketakutan atau pun lemah walau sebenarnya hatinya hancur berkeping-keping bagaikan serpihan luka yang kembali dan kembali dirasakan Ello.
Menangis pun tidak akan nerubah keadaan diam menahan keperiha ini dengan tenang bagaikan arus sungai yang tenang walau ada arus ombak, batin Ello yang terlihat jelas segelintir bening terbendung di mata dengan kosongnya hidup bagi dirinya.
Seli kamu tahu diam aku bukan berarti aku baik-baik saja. Diamku agar aku tidak ingin terlihat lemah di hadapanmu dan mama Perlu kamu tahu terkadang diam itu sangat menyakitkan dan menyiksa, batin Ello dengan tatapan kosongnya lagi ketima ia menghapus setes bening yang ingin mengalir deras namun, masih ditahanya.
Sungguh itu menyakitkan, ayah... Ello lelah...
Bersambung.