"Ayah..." lirih Ello saat sadar dari pingsanya.
Ello yang sudah sadar segera keluar dengan paksa untuk melihat kondisi ayahnya, walau para suster menghalang dan mengatakan kondisinya belum stabil dan harus istirahat Gadis itu, tidak peduli ia mencabut infus yang ada di tanganya lalu dengan cepat Ello berlari keluar dari ruang ugd untuk menghampiri ayahnya yang ada di ruang operasi.
Saat Ello yang sudah sampai di sana namun, tiba-tiba kakinya dihentikan saat melihat ibunya yang sedang menangis sambil memukul-mukul tembok. Sedangkan Seli menangis di lantai dan memanggil-mangil nama ayahnya, Ello mengerutkan dahinya bingung sendiri apa yang terjadi tatapan yang masih kosong dan sorot matanya yang dingin dengan hati yang masih terluka. Disituasi seperti ini Gadis itu kembali melangkahkan kakinya dengan dengan pelan dan hati-hati, Siska yang melihat Ello menatap tajam gadis itu.
Plakkk...
Bunyi tamparan keras dari tangan Siska pada Ello.
Siska menampar Ello dimana saat ia melihat Ello, dia langsung melangkah dengan tatapan tajam menghampiri Ello lalu mendaratkan satu pukulan dari tanganya tepat di wajah gadis malang itu yang bisa dibilang masih dalam kondisi lemah.
Seli yang melihat Siska menampar Ello menutup mulutnya dengan, melototkan matanya yang berair akibat menangis dan kaget sambil bangkit berdiri dari duduknya.
"Siapa kamu...?" tanya Siska dengan sorot mata menajam.
Siska bertanya dengan nada kasar setelah ia mengayunkan satu tanganya di wajah Ello dengan sangat emosi.
"Apa?" Bingung Ello mengerutkan dahinya.
Ello yang bertanya dengan bingung namun, tamparan tangan Siska masih tergiang di pikiran Ello. Akan tetapi, gadis malang itu berusaha mengontrol emosinya untuk tenang walau sesak di dadanya, Gadis itu bertanya pada Siska dengan tatapan dinginya tanpa meneteskan air mata sedikit pun saat ia menatap mata Siska dengan berani dan bertanya balik pada ibu angkatnya itu.
"Siapa kamu yang beraninya menanandatangani surat untuk persetujuan operasi? Siapa kamu yang beraninya meminta operasi ini dilakukan? Hikss..." ucap Siska dengan air mata palsunya.
Ello yang mendengarnya masih diam
dengan tatapan dinginya tanpa berucap sepatah kata pun.
" Apa kamu bisa mengembalikan suamiku sekarang? Apa kamu bisa membangkitkan dia untuk hidup lagi? Dasar pembawa sial?" Jerit Siska mencekram kuat kedua pundak Ello.
Siska menjerit dengan nada tinggi dan penuh tekanan pada setiap kata-kata yang keluar dari mulutnya hingga urat nadi besar di lehernya muncul ke permukaan dan wajahnya merah semua , dengan tanganya yang masih meremas kuat di kedua pundak Ello saat menatap membunuh pada gadis itu.
"Apa maksud ibu?" tanya Ello dengan nada biasa.
Ello bertanya dengan penuh ketakutan dalam dirinya namun, masih tenang mengontrol dirinya dan sorotan mata yang dingin pada Siska.
"Jangan memangil aku ibu. Aku bukan ibumu," pekik Siska penuh tekanan.
Siska mengucapkan kata-kata itu dengan tekanan yang keras, Ello yang mendengar ucapan Siska hanya diam menahan sakit dibahunya akibat tangan Siska yang meremasnya dengan kuat, disaat Siska yang ingin kembali menampar Ello namun secepatnya ditahan oleh Seli.
"Ibu jangan lakukan ini kakak tidak bersalah ibu... hiks..." pinta Seli kembali menangis.
"Lepaskan tangan aku Seli! Dia pantas diberikan ganjaran gara-gara dia ayahmu harus meningal!" Papar Siska.
Siska berucap dengan emosi sambil menepis kuat tangaya dari gengaman Seli, saat tangan Seli yang sudah terlepas dari tangan Siska. Wanita licik itu menjambak kuat rambut Ello dan kembali menamparnya dengan keras tepat diwajah Ello hingga gadis malang itu jatuh tersungkur ke lantai.
"Dasar gadis pembawa sial!" ucap Siska penuh emosi.
"Ibu... aku mohon... hiks... jangan pukuli kakak lagi, ayo kita pergi melihat ayah bukan bertengkar seperti ini tidak akan mengembalikan ayah... hiks..." mohon Seli berlutut di hadapan Siska.
Gadis kecil itu menangis dan kembali berlutut di hadapan Siska mencoba menahan emosi ibunya, agar kakaknya tidak dipukuli lagi dan berhenti menyalahkan Ello terus menerus. Seli memang sangat menyangi Ello dan sikapnya pada Ello jauh dari seorang saudara angkat melainkan sikapnya sama seperti seorang saudara kandung, walau ia tahu bahwa ayahnya memang lebih sayang pada Ello namun, tidak pernah ada rasa iri sedikit pun dari dari Seli pada kakaknya.
"Berdiri dari sana Seli! Untuk apa kamu membela orang yang membunuh ayahmu!" perintah Siska pada putri kesayanganya itu.
"Aku tidak akan bangun jika ibu belum mengatakan untuk, tidak menyalahkan kakak lagi.. hiks..." tolak Seli masih menangis dan berlutut di bawah kaki Siska.
Siska yang mendengar ucapan Seli walau, masih dengan emosi ingin melangkah untuk memaksa Seli bangun dari sana. Namun, niatnya dihentikan oleh petugas keamanan rumah sakit.
"Hentikan pertengkaran ini!"
"Jika ingin membuat keributan silakan angkat kaki dari rumah sakit ini! Ini tempat orang sakit bukan tempat perkelahian! Jangan membuat keributan yang mengangu pasien lain terimakasih," Jelas petugas keamanan itu dengan tegas.
Setelah menjelaskan dengan tegas petugas itu pun melangkah pergi meninggalkan mereka di sana, Siska yang terdiam seribu kata sambil menatap tajam pada Ello yang sedang menatap dirinya dengan dingin dan tatapan kosong dengan wajah yang sangat pucat, Lalu Siska menarik tangan Seli dengan kasar untuk pergi meningalkan Ello sendirian di sana.
"Urusan kita belum selesai!" ancam Siska dan pergi bersama dengan Seli.
Seli yang hanya diam dan mengikuti tarikan tangan Siska dengan, melangkahan mengikuti ibunya sedikit melirik ke arah Ello yang sama sekali tidak menangis, Seli mengerutkan dahinya saat melihat sikap kakaknya itu. Pada hal sebelumnya ia sangat menangis sejadi-jadinya lalu mengapa saat tahu ayahnya meningal Ello tidak menangis atau memgespresikan wajah yang sedih.
Kakak kenapa...? Mengapa dia seperti orang yang sama sekali tidak kehilangan akan kepergian ayah? batin Seli.
Ello menatap dengan tatapan kosongnya pada Seli jauh dari sana pikiran dan hatinya kini hancur sehancurnya, serpiban luka hatinya bagaikan tusukan demi tusukan jarum di dalam sana saat menyadari kenyataan pahit yang sudah terlanjur terjadi pada dirinya.
Mengorbankan mahkota demi sang ayah namun, operasi gagal. Meningalnya sang ayah dipersalahkan oleh ibu tirinya kini, dia harus menghadapi kenyataan bahwa dia bukanlah seorang bunga desa mentalnya hancur saat tahu bahwa ibunya selama ini selingkuh dengan orang yang menghancurkan keluarga mereka sendiri, ia menyesal karena tidak bisa memberitahu pada papanya dengan alasan tidak ingin ada perpisahan atau perceraian kedua orang tuanya.
Takdir apa yang sebenarnya kau berikan pada aku Tuhan? Sejak kecil aku tidak mengenal siapa orang tua kandung aku... sejak kecil aku dicap sebagai anak haram namun, saat aku masih mempercayaimu kau menjawab doaku dengan memberikan aku orang tua dan saudara... lalu sekarang aku sudah kehilangan segalanya... Tuhan takdir apa ini? aku tidak ingin mengeluh namun, aku lelah Tuhan... mafkan aku, batin Ello menahan serpihan luka.
Ello bergumam dalam hati menahan luka di dalam sana luka yang sangat menyakitkan bagi Ello Ingin ia meneteskan air mata namun, ia tidak bisa karena ia tidak ingin terlihat lemah oleh seribu mata yang mungkin saat ini menatap dengan penuh belas kasihan pada dirinya. Bagi Ello ia sudah muak dengan belas kasihan ia tidak mau dipandang sebagai gadis lemah.
Oleh sebab itu ia tidak meneteskan air mata saat tahu ayahnya meningal ia hanya bisa menahan sakit tanpa meneteskan air, menahan serpihan luka dengan kepedihan sendiri ketika ibunya menyalahkan dirinya dan mengatakan bahwa Ello adalah anak pembawa sial. Luka di hati Ello begitu menyakitkan hingga kadang ia tidak bisa bernapas karena sesak di dada namun, Ello tidak akan menangis dan mengeluh seperti dulu walau hancur di dalam sana bagaikan irisan bawang.
Bersambung.