Alana terbuyar dari lamunannya, sebenarnya setuju atau tidak, ia harus tetap setuju demi Oma Riana, apa yang bisa dibantahnya? Tidak ada, dia hanya gadis biasa yang sedang terjebak oleh situasi, maka Alana terpaksa setuju dengan surat perjanjian yang dibuat sepihak oleh Ken.
Alana menandatangani surat perjanjian itu lalu menjabat tangan Ken seolah-olah tanpa ragu, meskipun dalam hatinya ada rasa takut yang sedang menyergapnya begitu kuat.
"Baiklah, aku akan mengurus pertunangan kita terlebih dulu."
"Apa kamu akan mengumumkannya ke publik Ken?" tanya Alana lirih.
"Tentu saja, publik akan tahu bahwa kamu akan menjadi calon istriku, Alana."
Alana hanya tersenyum getir, lalu menghela nafas pelan-pelan.
"Lalu bagaimana hubunganmu dengan Viola?"
"Aku sudah membicarakan semua ini pada Viola, dan dia tidak masalah."
Alana mengerutkan kening.
"Maksudnya?"
"Dia akan tetap menjadi kekasihku, lagipula kita hanya pura-pura di depan Oma dan publik bukan?"
Alana tersenyum dingin. Ini baru permulaan dan Alana sudah sangat patah hati mendengarnya, namun lagi-lagi ia harus menerima konsekuensinya.
Sebenarnya waktu itu Alana bisa saja memberontak dan kabur, namun satu sisi ia begitu tidak tega dengan keadaan Oma Riana, sisi lain keberangkatannya ke Jakarta adalah menjadi artis dan mendapatkan pundi-pundi uang yang begitu banyak.
Ayah Alana terjebak hutang yang tidak sedikit dan ia yang akan menjadi korbannya jika dalam kurun waktu yang ditentukan tidak bisa membayarnya.
Ya, Alana akan dinikahkan paksa dengan rentenir tua yang hobi mengoleksi istri perempuan muda, Alana sampai bergidik ngeri saat tak sengaja mendengar pembicaraan ibu tiri dan ayahnya.
Oleh karena itu ia dengan polosnya meminta bantuan Nita yang selama ini tidak pernah menyukainya itu, dan Nita justru menjebaknya dengan mengirim Alana ke alamat tempat prostitusi yang dimiliki oleh temannya.
Alana menghela nafas untuk kesekian kalinya mengingat semua kejadian itu, maka hari ini ia harus menagih janji itu pada Ken, meskipun akan terdengar sangat memalukan.
"Maaf Ken, apa kamu melupakan sesuatu?"
Ken menautkan alis tebalnya, ia tidak mengerti dengan maksud Alana.
"Maaf kalau aku harus mengingatkanmu lagi, bukankah kamu pernah berjanji kepadaku akan memberikan sebuah bayaran untuk semua pengorbananku ini?"
"Apa semua yang kamu pakai dan belanjaanmu tadi belum cukup?" tanya Ken dengan tawa yang terdengar aneh di telinga Alana.
"Itu asisten kamu yang memaksaku, aku butuh uang," balas Alana dengan nada setengah berbisik.
Meskipun pada saat itu, dua bodyguard Ken sudah menghilang saat Alana selesai menandatangani surat perjanjian.
Ken semakin tertawa mendengarnya, tatapannya pun seketika berubah mengejek.
"Ayahku terjebak hutang yang tidak sedikit di sana, entah aku juga tidak tahu uang sebanyak itu digunakannya untuk apa. Ayah tidak pernah menceritakan soal itu padaku."
"Lalu?" tanggap Ken dengan situasi yang sama, memandang rendah Alana dan berpikir bahwa Alana sedang mengarang cerita klasik.
"Aku akan menjadi taruhannya Ken, jika ayahku tidak bisa membayar maka aku akan dinikahkan dengan rentenir itu, dia laki-laki seusia Oma," jelas Alana dengan mimik muka yang berubah sedih.
Ken diam, ia justru memandang Alana lekat-lekat tanpa kedip, entah kenapa Ken berubah iba karena tak melihat ada kebohongan sedikitpun di mata Alana.
"Berapa uang yang kamu butuhkan?"
"100 juta," jawab Alana ragu.
Ken menyunggingkan senyum sinisnya. Sementara Alana tampak deg-degan menunggu jawaban Ken.
"Aku akan memberikan padamu besok dan pulanglah untuk memberikan cek itu kepada ayahmu, sekaligus kabarkan juga tentang pernikahan kita."
Mata Alana seketika berbinar karena bahagia, ia tidak menyangka Ken dengan mudahnya akan memberikan uang yang ia butuhkan. Kalau tidak ingat bahwa saat ini ia berada di tempat umum, Alana pasti akan berteriak histeris karena terlalu senangnya.
"Terimakasih, ternyata kamu orang yang sangat baik Ken."
"Kamu telah membuat Oma lebih sehat, maka bukankah itu harga yang sepadan? Kita saling membantu."
Alana mengangguk dan menyunggingkan senyuman penuh bahagia itu.
Ken juga balas tersenyum, ia tidak masalah mengeluarkan uang dengan nominal seperti itu untuk Alana, itu uang yang tidak terlalu banyak untuknya. Di salah satu rekening banknya masih ada saldo dengan jumlah fantastis hingga mencapai triliyunan rupiah.
Ken Agatha, bukan hanya seorang aktor tampan yang terkenal, namun ia juga pewaris tunggal keluarga Wijaya, mendiang kakeknya yang merupakan suami Oma Riana, merupakan orang dengan status terdaftar sebagai deretan sepuluh besar orang terkaya di Asia, hingga ditaksir kekayaannya tidak akan habis walau termakan oleh tujuh turunannya.
Keluarga Wijaya terkenal memiliki beberapa perusahaan aktif yang sedang berkembang pesat saat ini, mulai dari industri hiburan, properti dan juga fashion. Perusahaannya ada dimana-mana sampai ke beberapa kota besar yang ada di luar negeri.
"Ini makanannya Tuan, maaf telah membuat menunggu terlalu lama," ujar pelayan cafe.
Ken hanya mengangguk, ia memang sengaja menunda makanan datang lebih cepat, ia ingin pembicaraannya dengan Alana tidak ada yang mengganggunya. Ken sampai menyewa VVIP private room di cafe n resto tersebut.
Ken tidak mau kehadirannya di cafe n resto itu diketahui oleh Kenike atau pengunjung lainnya.
Sebuah makanan khas timur tengah tersaji di depan mata, Alana sedikit mencium aroma yang khas itu, meskipun ia belum pernah memakan makanan seperti itu namun ia harus bisa adaptasi dengan kehidupan barunya.
"Apa kamu suka makanannya Alana?"
Alana mengangguk, entah kenapa lidahnya langsung bisa menerimanya bahkan ia menikmatinya.
"Bagus, kamu harus terbiasa dengan kehidupan kamu yang baru."
Lagi-lagi ia mengangguk sembari melanjutkan menghabiskan makanannya. Sementara Ken justru sibuk memandangi Alana tanpa henti, bagaimanapun ia seorang laki-laki normal, senyuman Alana membuat hati Ken begitu teduh dan tenang. Bahkan bersama Viola saja ia tidak pernah merasakan seperti itu.
"Apakah suatu saat nanti aku sendiri yang akan mengingkari perjanjian pernikahan itu?" batin Ken gusar.
Ken mengalihkan pandangannya saat Alana memergokinya, ia berpura-pura asik dengan makanannya.
"Kapan kamu akan pulang ke desamu?" tanya Ken kemudian, basa-basi.
"Kalau kamu ijinkan, begitu aku mendapat cek itu, aku akan pulang Ken."
Ken mengangguk tanda ia setuju, setelah itu mereka berdua sudah tidak bicara apa-apa lagi sampai makanan mereka habis.
Waktu berlalu begitu cepat, sudah menunjukkan pukul 08.00 pm.
"Aku harus kembali ke lokasi syuting, Jordi akan menjemput dan mengantarmu pulang."
"Iya Ken, apa Jordi sudah dalam perjalanan pulang? Aku merasa tidak nyaman jika menunggu disini sendirian."
" Lima menit lagi dia akan sampai, aku akan disini sampai Jordi datang."
Alana tersenyum, hatinya selalu mendadak berbunga-bunga jika Ken memberikan perhatian sedikit saja padanya.
"Terimakasih Ken."
Ken hanya mengangguk tanpa ekspresi, handphonenya kembali berdering, setelah itu ekspresinya berubah sangat senang.
"Apakah itu Viola yang menelfonnya?" batin Alana berkecamuk.