Dia langsung membukakan pintu bagian belakang untuk Dirga, dan tanpa ragu cowok itu pun masuk. Dia sangat bersyukur kakak satu-satunya menikah dengan seorang pria yang sudah mapan. Dia saja diperlakukan sebaik itu oleh sopir kakak iparnya, dengan begitu Dirga bisa membayangkan bagaimana baiknya kakak ipar kepada kakaknya sendiri, kak Rindu.
"Pak Dani bilang ke saya, kalau kita ke salon dulu buat persiapan Mas Dirga. Lagian acara akadnya masih satu jam lagi. Masih ada waktu buat Mas siap-siap," ujar pak Tito.
"Oh, harus ke salon ya, Pak?" Dirga nyengir kuda.
"Kata Bapak sih, begitu. Kita ikuti saja demi kebaikan bersama. Bapak nggak suka dibantah soalnya," ujar laki-laki itu.
Mengiyakan perintah kakak iparnya, Dirga mengangguk kecil. Mobil terus melaju kencang, hingga sampailah mereka di sebuah tempat treatment spa untuk pria. Sebuah tempat perawatan khusus pria yang telah direkomendasikan Dani kepada pak Tito tadi pagi.
Dirga masuk sendirian, sementara pak Tito menunggunya di depan sambil terus memantau handphone jika tiba-tiba Dani memerintahnya lagi. Tidak banyak yang Dirga lakukan di dalam sana, hanya menjalani perawatan wajah serta yoghurt conditioner guna mempergagah penampilannya nanti di acara sakral sang kakak.
Ia begitu menikmati serangkaian perawatannya di dalam tempat treatment tersebut, sambil terus berbalas pesan dengan Rindu. Kakak perempuan Dirga itu sudah tidak sabar lagi menunggu kehadirannya.
Akhirnya, perawatan telah selesai. Dirga segera memberitahu pak Tito, yang kemudian mengurus semua biayanya. Masih ada satu tempat lagi yang harus mereka datangi. Dani juga telah menyiapkan satu set jas terbaik di sebuah butik, pak Tito langsung membawanya ke tempat itu.
Dirga merasa sangat beruntung bisa mendapatkan perhatian khusus seperti itu dari kakaknya. Selama ini dia hidup apa adanya, mencukupi kebutuhan hanya mengandalkan uang kiriman dari Rindu yang pas-pasan. Namun, Dirga sama sekali tidak mengeluh, ia menyadari sang kakak sudah banting tulang demi dirinya juga.
Kali ini dia bahagia, sebentar lagi bisa melihat kakak tersayang melepas masa lajang. Hidup Rindu pasti akan lebih baik, harap Dirga.
***
Semuanya dilakukan dengan terburu-buru, hingga Dirga dan pak Tito siap menuju gedung tempat akad dilaksanakan. Mereka terlihat rapi dan memancarkan aura bahagia selama dalam perjalanan.
Sesampainya di sebuah gedung, mereka berdua lantas turun dari mobil. Beberapa tamu undangan pun masih terlihat berdatangan.
Dirga masuk terlebih dahulu setelah pak Tito mengatakan kepada penyambut tamu jika ia adalah adik Rindu. Sementara pak Tito pergi lagi karena harus menjalankan perintah Dani yang lainnya.
Kedangan Dirga disambut pelukan hangat dari sang kakak. Wanita cantik itu terlihat sangat cantik dengan balutan gaun pengantin berwarna merah maroon, serta pernak-pernik indah yang menghiasinya.
Ketika momen berpelukan itu berlangsung, Dani muncul dan langsung membuat Dirga melepas pelukannya dari sang kakak. Dia tersenyum lebar saat melihat pria tampan lengkap setelan jas berwarna senada dengan Rindu. Membuatnya tahu tanpa harus diberitahu, jika itulah calon kakak iparnya.
"Selamat datang di Surabaya, Dirga," sambut Dani mencoba akrab.
Dirga mengangguk kecil seraya menjabat tangan calon kakak iparnya itu. "Terima kasih, Kak."
"Gimana perjalanannya, lancar?" tanya pria itu.
"Iya, lancar banget. Acara belum mau dimulai, ya?" Dirga melempar sebuah pertanyaan.
"Hampir, kok. Sayang, ayo kita ke sana," kata Dani seraya menunjuk tempat yang akan digunakan ketika akad berlangsung.
Seketika Rindu mengangguk, disusul Dirga, ia juga menuntun tangan sang kakak menuju tempat di salah satu sisi gedung tersebut.
"Makasih ya sudah datang. Kakak resah banget dari semalam," kata Rindu.
"Emangnya aku anak kecil? Kan udah berkali-kali aku ke sini," tukas Dirga diiringi tawa kecil.
"Iya, sih, tapi tetap aja kakak khawatir. Dek, kamu duduk di sana ya barang kakak. Biar jadi saksi," ucap wanita itu.
Tiba-tiba bola matanya berkaca-kaca, mengingat tidak ada kehadiran kedua orang tua di saat-saat penting dalam hidupnya. Rindu menatap Dirga dengan hidung yang kembang-kempis, merasa kasihan juga dengan adik satu-satunya yang selama ini ia rawat setelah perginya mama dan papa ke pulau tetangga.
Dirga juga sebenarnya ingin meluapkan air mata, tapi malu rasanya jika ia menangis di suasana ramai seperti itu. Meskipun hatinya benar-benar terasa teriris melepas sang kakak untuk orang lain.
"Kakak jangan sedih, harus senyum, harus bahagia. Hari ini milik Kak Rindu dan Kak Dani, semoga lancar, ya." Doa Dirga menyertai.
"Makasih, Dek …," lirih Rindu dengan suara yang bergetar.
"Kalau gitu kita ke sana sekarang, pak penghulu sudah di depan kata Tito," ujar Dani.
Sekali tarikan napas, Dani berhasil mengucapkan ijab qobul dan menjadikan Rindu sebagai istri sahnya. Semua orang tersenyum bahagia menyaksikan acara sakral yang berlangsung beberapa menit itu.
Semua orang yang hadir lantas dipersilahkan menikmati jamuan begitu ijab qobul selesai. Sementara Dirga, Dani, dan Rindu serta anggota keluarga yang lain membereskan make up di ruang ganti.
Mengingat gedung yang digunakan untuk acara itu adalah gedung sewaan, jadi mereka tidak bisa berlama-lama di sana dan harus segera kembali ke rumah.
Acara yang berlangsung selama beberapa jam itu akhirnya selesai. Semua tamu telah berpamitan pulang, tinggallah Dani, Rindu, Dirga dan keluarga besar mereka yang masih tinggal.
Namun mereka juga segera meninggalkan gedung itu sebab hari mulai sore. Semua orang kelelahan setelah persiapan acara dari beberapa hari lalu.
Hari itu, adalah hari bersantai selagi cuti kerja. Mereka bisa menikmatinya bersama Dirga, adik Rindu yang tersayang.
***
Malam harinya di sebuah rumah berlantai dua di tengah-tengah kota. Suasana tidak terlalu ramai karena mama dan papa Dani serta anggota keluarga yang lain sudah pulang. Mereka hanya berlima di rumah itu, ditambah pak Tito dan seorang perempuan sebagai ART.
Mereka bertiga berbincang-bincang santai di ruang tengah. Terlihat sekali keakraban dari Dani terhadap adik iparnya itu.
Percakapan mereka tentu saja membicarakan tentang honeymoon di Bali yang telah direncanakan hari-hari sebelumnya. Membuat Dirga ingat kepada Abel dan Lia.
"Astaga," lirih cowok itu. Dia menepuk pelan dahinya, lalu beranjak dari sofa.
"Kenapa, Ga?" tanya Rindu.
"Aku ambil handphone bentar, Kak," sahutnya seraya berlari menuju kamar.
"Kenapa adikmu tuh?" tanya Dani yang saat ini tengah bermanja di pangkuan sang istri.
"Nggak tahu, Sayang jangan manja-manja di sini ih … malu sama Dirga," kata Rindu saat membelai lembut wajah tampan suaminya.
"Beginian doang," sergahnya.
"Begini juga nggak baik kalau Dirga lihat." Rindu terus menceramahi pria itu.
"Ya udah, nanti malam aja gimana?" Dia berkata seraya mengerlingkan sebelah mata, membuat Rindu terkekeh geli dibuatnya.
Tiba-tiba Dirga datang lagi di sela-sela obrolan dewasa kedua kakaknya.
"Gue udah di rumah Kakak, Abel di mana, Li?" Dirga terlihat sedang ngobrol dengan seseorang di seberang telepon.
"Abel?"
Bersambung …