Kenand turun dari mobilnya membawa makanan di depan gedung DC.
Ia lantas masuk langsung menuju gedung sebelah tempat dimana Andrea dihukum.
"Kenand?" Seseorang memanggil Kenand dari kegelapan.
"Oh, kau, Alex," ujar Kenand.
"Kenapa kau kemari? Tuan Evans bukankah sudah pulang?" tanya Alex.
"Ya, dia sudah pulang," jawab Kenand.
"Apa yang kau bawa?" tanya Alex.
"Ini makanan, akan kuberikan pada seseorang di dalam ruangan itu," ujar Kenand sambil menunjuk ke gedung tempat ruang introspeksi.
"Siapa?" tanya Alex.
"Seseorang. Sebaiknya kau tak usah tahu. Ini perintah langsung Tuan Evans. Kau tahu sendiri kan sifatnya," ujar Kenand.
"Ah, Tuan Evans. Baiklah, jika itu perintah darinya aku tak akan bertanya lagi. Aku juga harus mengecek asrama. Silahkan la jurkam tugasmu," ujar Alex.
"Alex," tiba tiba Kenand mendekat ke arah Alex.
"Ada apa?" tanya Alex.
"Kau yakin tak ada tempat untukku di asrama?" tanya Kenand dengan ekspresi konyolnya.
"Kau ini. Kenapa kau ingin sekali tinggal di asrama? Aku saja jika bisa tak usah tinggal di sini. Tempat ini benar benar seperti arena perang. Apalagi asrama wanita. Kau tahu wanita bisa jadi sangat menyeramkan jika berurusan tentang pria dan kecantikan. Aku sungguh tak mengerti dunia mereka," ujar Alex.
"Makanya, sebaiknya kau kenal satu wanita agar kau tahu seperti apa wanita itu. Mereka memang makhluk yang unik. Kalau kita perhatikan mereka bilang kita ada maunya. Kalau kita biarkan mereka bilang kita tak peduli. Aaah, aku juga sakit kepala memikirkan salah satu makhluk indah itu," ujar Kenand.
Alex menatap curiga ke arah Kenand. Sepertinya Kenand menyembunyikan sesuatu?
"Kau sedang berkencan?" tanah Alex dengan tatapan curiga.
"Hei, apa kau gila? Mana punya waktu aku untuk berkencan. Waktuku hampir seluruhnya hanya untuk Tuan Evans. Heuuh, aku juga tak tahu kapan aku bisa punya kekasih? Sedang Tuan saja mulai tertarik pada wanita," ujar Kenand.
"Apa? Tuan Kenand tertarik pada wanita? Kau sungguh sungguh?" ujar Alex terkejut.
"Haaaah," Kenand terkejut karena kebodohannya sendiri. Ia segera menutup mulutnya itu dengan telapak tangannya.
"Lupakan, lupakan apa yang kukatakan. Itu hanya kebodohan mulutku saja. Jangan kau bicarakan hal ini pada orang lain. Kau harus menjaga pembicaraan tadi. Anggap tak ada. Atau kau dan aku bisa habis oleh Tuan Evans."
Alex terkekeh melihat tingkah konyol Kenand. Ia tahu jika Kenand sudah keceplosan bicara, kemungkinan hal itu benar adanya.
"Ya sudah, aku masuk dulu. Oh, iya, ini juga jangan kau laporkan ke kepala asrama ataupun ke siapapun. Semua yang diperintahkan Tuan Evans kali ini adalah rahasia," ujar Kenand.
"Baiklah, baiklah. Aku akan menjaga rahasia ini," ujar Alex sambil tersenyum.
"Kau memang yang terbaik, Alex. Terimakasih, bye," ujar Kenand seraya masuk ke gedung tempat ruangan introspeksi berada.
Ia lantas mencari dimana Andrea berada. Ia mencoba mengetuk pintu satu persatu pintu ruang introspeksi namun seperti yang menyahut tak ada suara Andrea.
"Sebentar, aku harus mengeluarkan kuncinya? Bukankah pada kunci itu ada nomernya? Ahhh, kenapa aku bodoh sekali, sebentar sebentar," ujar Kenand seraya mengeluarkan kunci ruang hukuman Andrea.
"Aaah, ini dia. Coba kita lihat, ini ruang berapa? Eemm, dua puluh lima. Ah, dua puluh lima. Okey, kota ke ruangan nomer dua puluh lima," ujar Kenand sambil tersenyum.
Ia berjalan menyusuri lorong ruangan hukuman itu. Susana di tempat ini benar benar mirip penjara, sunyi, sepi. Terkurung di dalam ruangan meskipun tetap mereka diperlakukan secara manusiawi.
"Ini dia ruang nomer dua puluh lima," ujar Kenand saat sudah berdiri di salah satu ruangan bernomor dua puluh lima.
Ia mengecek pintunya sebentar, sebelum akhirnya ia membukanya dengan kunci yang ia bawa.
JEGREK!
"Hallo, Andrea!" sapa Kenand dengan ramah dan wajah ceria.
Andrea sedang asyik tiduran di atas ranjang, dan ia terkejut tiba tiba Kenand datang.
"Kenapa kau kemari?" tanya Andrea.
"Ssst, tenanglah. Kau bisa membuat kegaduhan dengan suaramu. Aku kemari mengantarkan makanan untukmu," ujar Kenand sambil menutup kembali pintu ruangan itu.
Andrea segera bangun dari posisinya. Ia seakan menoleh boleh ke belakang Kenand seperti mencari seseorang.
"Tuan Evans tidak ada. Tak usah kau mencarinya," ujar Kenand.
"Aku tak mencarinya. Siapa juga yang mencarinya?" ujar Kenand.
Kenand meletakkan makanan yang dibawanya di atas meja. Ia lantas membanting dirinya di atas ranjang yang tadi dipakai Andrea untuk tiduran.
"Kenapa kau tiduran di sini?" tanah Andrea.
"Aku lelah, aku ingin tidur," ujar Kenand sambil memejamkan matanya.
"Apa dia juga merepotkanmu?" tanya Andrea.
"Aaah, dia bukan saja merepotkanku. Tapi dia sudah membuat hari hariku penuh dengan penderitaan," keluh Kenand.
Andrea terkekeh melihat sekretaris Evans yang merengek seperti bayi itu.
"Lalu kenapa kau masih bekerja dengannya? Kau bisa resign dan mencari tempat lain yang lebih baik," ujar Andrea.
"Kau salah Andrea. Meskipun aku lelah, aku tak akan meninggalkan DC ataupun Tuan Evans. Hidupku sepenuhnya kuserahkan padanya. Jadi apapun yang terjadi, dia akan selalu menjadi tuanku," ujar Kenand mendadak serius.
"Aku heran, kenapa semua orang di sini begitu hormat dan tergila gila padanya. Memangnya apa pengaruh dia dalam hidup kalian?" tanya Andrea.
Kenand lantas bangkit dari tempat tidur. Ia menuju ke meja. Membuka makanan yang tadi dibawanya.
Ia menata makanan itu ke dalam piring menuangkan satu persatu sayur dan lauk pauk yang dibawanya. Lalu menyerahkan pada Andrea.
"Ini, makanlah," ujar Kenand.
Andrea tak mengerti, menahan Kenand malah mengalihkan pembicaraan. Tapi ia tetap menerima kebaikan Kenand yang aku menyajikan makanan untuknya.
"Terimakasih," ujar Andrea.
"Aku mengerti kau bingung. Aku juga tahu, kau tak paham kenapa kau dibawa ke sini. Tapi percayalah Tuan Evans tak akan menyakitimu. Dia tak akan melakukan hal buruk padamu atau pada peserta lain. Dia bukan orang seperti itu," ujar Kenand.
"Jelaskan padaku apa tempat ini? Kenapa dia membuat tempat ini? Dan kenapa aku? Aku tak mengenalnya sama sekali," ujar Andrea.
"Kau pikir aku mengenalnya? Aku juga sama sepertimu. Aku tak tahu siapa dia awalnya. Aku bahkan lebih parah darimu. Aku sempat hampir menembak kepalanya. Tapi dia dengan tenang bisa menenangkan kulit dan ia juga meyakinkanku kalau yang ia lakukan itu demi diriku," ujar Kenand.
"Aaah, argh, aku tak mengerti. Semua ini membuatku gila," ujar Andrea.
"Sabarlah, kalau kau bisa melewati semua ini kau juga akan tahu mengapa dia memilihmu. Walaupun aku juga heran, kenapa kau bisa masuk DC. Dia bisa saja menolongmu lalu melepasmu. Kau tak seharusnya di DC," ujar Kenand.
Andrea tak mau pusing lagi. Ia lantas memakan makanan yang dibawakan Kenand untuknya.
Nex ...