"Tak punya gaun? Kau serius dengan ucapanmu?" ujar Evans seolah mengintimidasi Andrea.
"Ya, aku tak punya gaun sama sekali," ujar Andrea.
Evans berkacak pinggang seketika.
"Dimana Alex?" ujar Evans.
Semua orang terlihat tak berani menatap ke arah Evans. Sementara Andrea malah bingung mengapa orang orang begitu takut pada Evans.
Kenand bergegas mencari Alex. Sementara Evans masih menatap sangar ke arah Andrea.
'Kenapa dia menatapku seperti itu? Apa dia sedang mengerjaiku?' gumam Andrea dalam hati.
"Kau meremehkanku?" ujar Evans.
"Apa?" Andrea semakin tak mengerti akan situasi yang terjadi. Evans benar benar berbeda dengan yang ia lihat di rumah.
'Jadi kau orang yang seperti ini?' ujar Andrea dalam hati.
Namun ia bisa melihat Evans menahan senyumnya meski sangat samar. Dia sedang mengerjaiAndrea? Atau dia ingin menunjukan kekuasaannya pada Andrea.
Tak lama Alex datang seraya membawa gaun. Iya menghampiri Andrea dan Evans.
"Maaf Tuan Evans. Maaf atas kelalaian saya," ujar Alex.
"Tentu, ini kelalaianmu. Bisa bisanya kau membiarkan seorang peserta melanggar aturan dan tak menghormatiku di sini," ujar Evans.
"Maaf Tuan, saya akan meminta dia memakai gaun ... "
"Tidak usah, aku sudah tak tertarik lagi. Aku akan menghukumnya dengan caraku. Wanita ini akan jadi pasangan dansaku di kelas hari ini," ujar Evans tegas.
Para gadis tentu saja terkejut mendengar ucapan Evans. Bagaimana bisa Andrea yang melanggar aturan malah bisa menjadi pasangan Evans di kelas dansa.
Laura menatap tajam ke arah Andrea. Ia sangat itu pada Andrea. Padahal ia sudah memakai gaun terbaiknya dan berdandan secantik mungkin. Tapi ia kalah dari Andrea yang bahkan tak mempersiapkan apapun untuk bertemu Evans.
"Kemarikan tanganmu," ujar Evans seraya menengadahkan satu tangannya.
Andre menatap ke arah Evans seolah memberi kode kalau ia tak mau. Tapi Evans malah langsung saja menarik tangan Andrea dan mengajaknya ke depan.
"Kenapa dia yang dapat kesempatan? Apa aku juga harus melanggar aturan supaya bisa berdansa bersama Tuan Evans?" gumam peserta wanita.
Evans menghadap ke para peserta. Dan Andrea berdiri di sampingnya dengan wajah tertunduk.
"Siapa namamu?" tanya Evans.
"Hem?" Andrea melirik ke arah Evans.
"Siapa namamu, Nona seragam?" ujar Evans lagi sambil menekankan nada suaranya.
Orang orang tersenyum saat Evans memanggil Andrea dengan sebutan Nona Seragam.
"Andrea," sahut Andrea kesal.
Ia merasa memang Evans ingin mempermalukannya di depan umum.
"Baiklah, Nona Andrea. Apa kau pernah berdansa sebelumnya?" tanya Evans.
"Tidak," jawab Andrea.
"Heem, apa yang kau lakukan dengan hidupmu, sampai kau tak pernah berdansa? Kadang kadang kau harus merilekskan tubuhmu. Jangan terlalu sering mikirkan hal yang tak penting aku," ujar Evans sambil tersenyum licik ke arah Andrea.
Sekali lagi Andrea menatap Evans. Kali ini dengan tatapan yang sangat tajam. Ia tahu Evans sudah merencanakan ini dari awal.
"Lalu apa yang harus aku lakukan?" tanya Andrea tiba tiba.
Semua terkejut saat Andrea berbisik menimpali ucapan Evans. Bahkan beberapa ada yang tak sanggup lagi memikirkan apa yang akan terjadi pada gadis itu karena telah berani lancang pada Evans.
"Kau bertanya karena kau sungguh tak tahu? Atau karena kau bodoh?" balas Evans.
"Entahlah, aku bukan siapa siapa di sini. Dan aku tak tahu apa yang terjadi di sini? Tiba tiba saja ada kelas dan dansa. Dan tak ada yang memberitahukan apapun padaku," ujar Andrea.
Evans mengerutkan keningnya. Ia lantas menghadap ke arah para peserta.
"Tak ada yang memberitahunya?" tanya Evans.
Beberapa orang terlihat menatap Laura. Sepertinya Laura pernah dimintai Alex untuk memberitahukan jadwal apa saja yang ada di DC pada Andrea.
"Kau kemari!" ujar Evans.
Dengan pasrah, Laura menghampiri Evans. Ia tak berani menatap wajah pemimpin DC itu.
"Siapa yang menyuruhmu?" tanya Evans.
"Alex," ujar Laura.
"Dan kau tak melakukannya? Kau tak memberitahu Andrea?" tanya Evans.
"Tidak," ujar Laura lirih.
"Kau tahu di sini tak ada yang boleh bersikap seperti itu. Itu perbuatan yang tercela.Tahan dia di ruang ntrospeksi. Jangan ada yang menemuinya. Aku tak suka dengan orang yang tak bisa menjalankan tugas dengan baik!" pekik Evans.
Andrea bingung, apa apaan ini? Ini cuma hal sepele. Kenapa Evans sekejam ini?
"Kenapa kau menghukum dia?" ujar Andrea.
"Astaga, dia sudah gila." Para peserta terkejut karena Andrea berani bertanya seperti itu pada Evans.
"Iya, apa dia tak tahu bahwa ucapan Tuan Evans adalah hukum di DC?"
Orang orang menggunjingkan Andrea. Sementara Evans mendekat ke arah Andrea. Didekatkannya wajahnya ke wajah Andrea.
"Kau mau dihukum juga? Jangan membantah ucapanku. Kau sudah sering kuperingatkan!" ujar Evans pelan tapi penuh penekanan.
Andrea hanya bisa menatap wajah Evans. Entah kenapa ia tak pernah bisa berkutik saat wajah tampan itu menghampirinya.
"Bawa Laura pergi! Kita lanjutkan kelas dansa!" perintah Evans.
"Baik, Tuan!" ujar Alex.
Alex menghampiri Laura dan menyeretnya keluar dari ruang dansa. Mata gadis itu menatap tajam ke arah Andrea.
Sementara Andrea malah tak enak hati pada Laura. Dan Sarah, wanita itu tersenyum sinis mengejek Laura yang mendapat hukuman karena kebodohannya.
"Kita Kembali ke kelas!" ujar Evans.
Para peserta langsung mengalihkan perhatian ke Evans. Tiba tiba saja Evans meraih tubuh Andrea dan memeluknya erat.
"Apa apaan kau?" pekik Andrea dengan suara pelan. Namun Evans hanya menampilkan senyum licik pada Andrea.
Para wanita sontak terkejut sekaligus iri melihat Evans akan memperagakan dansa dengan Andrea.
"Sudah sering kukatakan sebelumnya. Dansa itu penting. Semua kegiatan formal dan pesta para elite pasti ada yang namanya pesta dansa. Kalau kalian tak bisa berdansa, kalian tak akan mendapat kesempatan untuk mendekati siapapun yang kalian mau," ujar Evans tegas kepada para peserta sambil menatap Andrea.
Perlahan ia menggerakan badannya maju ke sana ke mari layaknya orang berdansa. Andrea bingung mengikuti langkah Evans karena ia tak bisa berdansa sama sekali.
"Nona Andrea, kau jangan menatap kakiku. Kau harus menatapku, dan rasakan kemana langkah kakiku akan menuju," ujar Evans.
"Ouh, maaf. Aku tak bisa. Ini membingungkan," ujar Andrea.
"Tatap aku," ujar Evans perlahan.
"Hah ... " Andrea bingung bukan main.
"Kalau kau tak ingin bingung tatap aku. Tatap mataku," ujar Evans.
Andrea lantas memberanikan diri menatap wajah Evans. Seketika itu pula wajahnya langsung memerah.
Evans tersenyum saat melihat perubahan warna pada pipi kenyal milik gadis itu.
"Rasakan kemana kaki pasanganmu melangkah. Jangan panik, dan tenang! Saat kau sudah bisa mengontrol diri dan berdansa dengan baik. Kau akan bisa menyelami pasanganmu. Ingat, hal hal penting tak selalu muncul karena adegan ranjang saja. Kadang dansa bisa membuat seseorang memutuskan hal hal yang tak biasa!" ujar Evans.
Semua orang memperhatikan ucapan Evans. Ya memang dansa menjadi sangat penting karena mereka bisa menarik koneksi penting melalui keintensan dalam berdansa.
"Kau harus paham itu juga, Nona Andrea," ujar Evans sambil menatap Andrea.
Next ...