"Kau sengaja mempermalukanku di depan umum," ujar Andrea pelan.
"Benarkah? Kukira kau tak punya malu," ujar Evans sambil tersenyum.
Semua mata memperhatikan Evans dan Andrea yang sedang berdansa. Sesekali langkah Andrea salah dan ia menginjak sepatu Evans.
"Kau harus tahu berapa harga sepatuku, Nona," ujar Evans.
"Aku akan mencucinya saat di rumah," ujar Andrea.
"Kau bilang kau mau pindah ke asrama. Aku sudah mengantarkan barang - barangmu ke asrama," ujar Evans.
"Benarkah?" Andrea terlihat senang mendengar ucapan Evans.
"Kau senang sekali?"
"Tentu saja, aku tak tahan hidup bersamamu," sahut Andrea.
"Padahal kau akan paling aman bersamaku," ujar Evans.
Sarah memperhatikan peragaan dansa yang dilakukan oleh Evans dan Andrea. Tentu saja api cemburu merasuk ke dalam hatinya.
"Belum selesai urusan dengan Karlina. Dan sekarang ada rubah baru," gumam Sarah kesal.
Evans menghentikan dansanya. Ia lantas melepaskan Andrea lalu menatap ke arah para peserta DC.
"Silahkan kalian cari pasangan untuk berdansa. Kita belajar bersama," ujar Evans.
"Baik Tuan!"
Para peserta berhamburan mencari pasangan untuk dansa. Beberapa ada yang sudah langsung dapat. Beberapa ada yang malu malu.
Sarah nampak bingung karena para laki laki sudah memilih wanitanya masing masing.
"Sarah," seseorang memanggil Sarah dengan suara berat.
Sarah tak ingin menengok tapi ia tak punya pilihan. Tampak pria kurus kering berambut keriting dengan kacamata besar berdiri menatap Sarah sambil tersenyum.
"Berdansalah denganku," ujar pria bernama Edy itu.
Dengan kesal Sarah pun mengulurkan tangannya dan mulai berdansa dengan pria culun itu.
Evans menatap Andrea. Ia mengulurkan tangannya. Dengan berat hati Andrea menerima tangan Evans.
"Kau tahu para gadis ingin berdansa denganmu. Tapi kau sengaja memilihku. Ini bukan tentang gaun pesta," ujar Andrea.
"Kau pintar, aku suka itu," jawab Evans sambil mengerakkan badan mengikuti alunan musik klasik pengiring kelas dansa hari itu.
"Jangan menggantungkan hati wanita. Kalau kau tak ingin mereka berharap. Jangan muncul seperti ini. Kau tahu wanita yang kau hukum itu? Dia benar benar menyukaimu," ujar Andrea.
"Semua orang di sini menyukaiku. Mereka pasti menganggapnya pahlawan karena berhasil menyelamatkan mereka dalam jurang kehidupan. Hanya kau saja yang tak tahu terimakasih," ujar Evans.
"Kau mengancamku, kau licik sejak awal. Bagaimana kau bisa memintaku mengkhianati kekasihku?"
"Tapi pada akhirnya kau yang dikhianati?" balas Evans.
"Jangan membalikan kata kataku," pekik Andre sambil berbisik.
Evans mendekatkan bibirnya ke telinga Andrea. Membuat jantung Andrea berdegup kencang tak karuan.
"Tapi itu fakta. Dan kau sendiri mengalami hal yang sangat mengerikan karena pacarmu. Aku hanya mengarahmu untuk hidup yang lebih baik. Aku tak mencari imbalan apapun darimu atau dari para peserta lain di sini," ujar Evans.
"Omong kosong. Kau pikir aku percaya? Mana ada orang menggelontorkan uang sebanyak ini. Membangun tempat semegah ini, mendidik orang orang menjadi elit. Mana mungkin kau tak punya tujuan," balas Andrea.
" Andrea, kau benar benar membuatku tak habis pikir. Apa yang akan kulakukan padamu. Kau selalu saja membuat adrenalinku bergejolak," ujar Evans.
Mendengar ucapan Evans, Andrea buru buru mendorong tubuh Evans menjauh.
Sontak perlakuannya pada pimpinan DC itu membuat orang orang terkejut.
"Ada apa Nona Andrea?" tanya Evans dengan tatapan liciknya.
"Andrea!" Alex yang memantau kelas di ujung ruangan menghampiri Andrea dan menghardiknya karena bersikap tak sopan pada Evans.
Andrea hanya terdiam, semua mata tertuju padanya. Entah apa yang akan terjadi padanya selanjutnya.
"Kau ikut aku!" ujar Alex seraya keluar dari ruang dansa.
Andrea menatap tajam ke arah Evans. Sedangkan Evans hanya tersenyum padanya.
Dengan kesal Andrea keluar dari ruangan dansa mengikuti kemana Alex pergi.
Dalam sebuah ruangan penuh kaca Alex berdiri sambil berkacak pinggang.
"Kau sudah gila!" bentak Alex.
"Apa salahku?" balas Andrea.
"Kau kurang ajar pada Tuan Evans!"
"Kenapa itu salahku? Dia yang duluan memaksaku berdansa dengannya. Dan dia juga yang lebih dulu mengatakan hal hal yang tak pantas!" pekik Andrea.
"Meski begitu, kau tak boleh berlaku kurang ajar padanya! Dia sudah menyelamatkan hidupmu. Semua orang di sini adalah orang orang yang hidupnya diselamatkan oleh Tuan Evans. Jadi kau tak bisa berlaku Samsung!" balas Alex.
"Kau sama saja dengannya. Aku muak denganmu," ujar Andrea.
"Apa! Kau berani padaku!" Alex sudah merasakan kemarahan yang amat sangat.
Tak pernah ada peserta yang berani menentang Evans ataupun melawan Alex.
"Kau masuk ke ruang introspeksi," pekik Alex.
Andrea tak mengerti apa yang Alex maksud. Alex menekan tombol di ponselnya. Dan kemudian tiba dua orang wanita datang ke ruangan itu.
"Bawa wanita ini! Beri dia pelajaran sampai dua tahu apa salahnya!" pekik Alex.
Andrea dibawa oleh kedua orang itu. Andrea berusaha meronta tapi tenaganya tak cukup kuat untuk melepaskan diri
"Kalian mau bawa aku kemana! Hei! Hei!" pekik Andrea.
Mereka membawa Andrea ke gedung sebelah. Dan memasukkannya ke dalam ruangan tertutup lalu mendorong Andrea masuk.
"Renungkan apa salahmu! Kalau kau masih tak tahu apa salahmu, jangan harap kau bisa keluar!" ujar petugas.
Mereka lantas menutup pintunya dan menguncinya dari luar.
"Hei! Hei! Lepaskan aku! Biarkan aku keluar dari sini! Hei, kau tak boleh memperlakukan manusia seperti ini!" Andrea menggedor gedor pintu ruangan itu. Namun tak ada yang menggubrisnya.
Pada penjaga dan petugas meninggalkan tempat itu. Membiarkan Andrea sendirian di dalam ruangan yang sebenarnya tidak buruk.
Ada ranjang dan juga meja. Di dalamnya ada juga kamar mandi. Hanya saja, ia tak memiliki akses apapun di dalam.
"Apa aku disekap lagi? Apa yang salah dengan hidupku? Kenapa semua orang melakukan hal seperti ini padaku? Kenapa kalian semua memperlakukanku seperti ini!" teriak Andrea.
***
Pulang dari DC, Evans masuk ke kamar Andrea. Ia tak menemukan Andrea di kamarnya.
Ia lantas menghampiri Kenand yang ada di ruang bawah.
"Kenand, apa Andrea belum pulang? Atau dia sudah pindah ke asrama?" tanah Evans.
"Bukankah Anda tahu jika tadi siang dia dipanggil Alex.
"Maksudmu dia menghukum Andrea di ruang introspeksi?" tanya Evans.
"Yaps, Anda benar," ujar Kenand.
"Kenapa dia sekeras itu padanya?" ujar Evans.
Kenand menatap tuannya itu dengan heran.
"Ada apa? Kenapa menatapku?" tanya Evans.
"Bukankah itu kemauan Anda?" tanya Kenand.
"Apa? Tidak. Dia hanya mendorongku? Apa salahnya?" ujar Evans berlagak tak tahu.
"Sejak pertama saja dia sudah tak pernah takut pada Anda. Di mata Alex, Anda itu bagaikan dewa. Jika ada yang menyentuh Anda sedikit saja, dia akan beraksi," ujar Kenand.
"Tapi tak perlu sampai dibawa ke ruang introspeksi. Dia belum tahu apapun tentang DC. Dan kau! Kenapa tak memberikan jadwal pada Andrea?" Evans berusaha meminta penjelasan pada sekretarisnya itu.
"Aku sudah sampaikan ke Alex, Tuan. Tak kusangka, Alex malah tak langsung menyampaikan ke Andrea. Lagipula, kalian tinggal bersama. Kenapa Anda tak memberitahunya?" ujar Kenand.
"Apa? Kau mau memerintahkan?"
Kenand tersenyum seolah merasa tak bersalah.
"Maaf Tuan," rayu Kenand.
"Kirim makanan pada Andrea. Badannya akan lemah jika tak makan," ujar Evans.
"Tidak bisa Tuan, Anda tak bisa melanggar aturan seperti itu. Tak ada makanan apapun saat introspeksi diri di sana," ujar Kenand.
"Dia bisa mati!" pekik Evans.
"Kenapa bisa mati? Biasanya yang dihukum di sana hanya beberapa jam, sudah mengakui kesalahannya. Kutebak Andrea tak sampai sejam sudah tak kuat," ujar Kenand.
"Kau salah, bahkan setahun pun dia akan bertahan di sana jika dia merasa tak bersalah. Aku tahu betul itu. Di sangat keras kepala," ujar Evans.
"Sama seperti Anda," ujar Kenand.
Next ...