Mau tak mau Andrea makan malam bersama Evans di dalam kamarnya. Sebenarnya ia kesal karena Evans dengan lancang melihat tubuhnya.
"Bagaimana harimu tadi?" tanya Evans sambil mengunyah makannya.
"Bukankah kau sudah tahu. Apa perlu dijelaskan lagi?" tanya Andrea.
"Hem, jadi seharian kau memikirkan itu?" ujar Evans santai.
"Aku tak memikirkan itu. Jangan salah paham," ujar Andrea seraya memasukan sepotong daging ke dalam mulutnya.
"Aku juga tak memikirkan itu," jar Evans.
"Tentu saja, bukan cuma aku yang bisa menyentuhmu," ujar Andrea.
"Apa?" tanya Evans.
"Tidak Tidaka ada apa apa. Kau tak usah pikirkan yang kukatakan," ujar Andrea.
"Kau ingin pindah ke asrama kapan?" tanah Evans.
"Secepatnya," jawab Andrea.
"Kau yakin?" tanya Evans.
"Tentu saja. Kau pikir aku suka di sini bersamamu?" ujar Andrea.
"Suka atau tidak itu bukan pilihan yang bisa kau pilih. Kau terikat kontrak DC denganku. Jadi kau harus patuhi apa kataku," ujar Evans.
"Kapan aku menandatangi sesuatu? Aku tak pernah berjanji apa apa," ujar Andrea.
"Setelah kau masuk ke DC kau tak akan bisa keluar kecuali aku mengijinkanmu. Tapi kupikir kau memang lebih aman di DC daripada rumahku," ujar Evans.
"Tentu saja. Di sini kau bisa sewaktu waktu menerkamku," ujar Andrea.
"Tak bisakah kau percaya padaku? Aku sudah menyelamatkan hidupmu. Kau bahkan tak mengucapkan terimakasih," ujar Evas.
"Hei Tuan, kau tiba tiba datang ke hidupku memintaku melakukan hal aneh. Dan saat aku disekap tiba tiba kau datang seolah olah kau tahu semuanya. Bagaimana aku bisa percaya? Apa yang bisa membuatku yakin kalau kau tak sama dengan Rendy? Aku bahkan mendengar gosip aneh antara kau dengan walikota ... " Andrea tiba tiba menghentikan ucapannya.
"Gosip? Gosip apa?" tanya Evans.
"Tidak, lupakan saja," ujar Andrea.
"Kau membuatku penasaran. Apa aku tanya Kenand saja?" ujar Evans.
"Hei, jangan, jangan. Ah, kau harus berjanji padaku," ujar Andrea.
Evans menatap dalam ke arah Andrea seakan tak percaya gadis ini membuat kesepakan dengannya.
"Apa?" ujar Evans.
"Jangan bertindak apapun," ujar Andrea.
"Hem, memangnya kau dengar gosip apa tentangku?" tanya Evans.
"Ada yang bilang kau dan walikota itu menjalin kasih," ujar Andre.
Tiba tiba saja Evans tertawa terbahak-bahak. Andrea heran sekali melihat sikap Evans.
"Kau bercanda?" ujar Evans terkekeh. Ia bahkan hampir tersedak karena tawanya.
"Apa ini lucu untukmu?" ujar Andrea tak paham.
"Tentu saja. Itu sangat lucu. Apa kau tahu siapa saja yang sudah tidur denganku? Apa setiap yang tidur denganku berarti aku menjalin kasih dengannya? Kau sekolot itu Andrea," ujar Evans.
"Hah, apa bagimu wanita hanya pemuas nafsu saja?" pekik Andrea tak senang dengan jawaban Evans.
"Aku bukan orang yang boleh menjalin kasih dengan wanita manapun. Kau harus tahu itu," ujar Evans.
"Ternyata kau lebih brengsek dari Rendy," ujar Andrea seraya bangkit dari kursi hendak pergi meninggalkan kamar namun tangannya digenggam oleh Evans.
"Kenapa kau tersinggung? Bukan kau yang kutiduri, kan?" ujar Evans.
"Kau tahu apa yang terjadi padaku. Tapi kau berkata seperti itu di depanku. Aku juga seorang wanita. Pantaskah kau berkata hal hal menjijikan seperti itu?" pekik Andrea.
Evans terdiam, ia tak menyahut apapun yang Andrea ucapkan.
"Lepaskan tanganku. Besok aku ingin pindah ke asrama. Aku muak bersamamu," ujar Andrea seraya menarik tangannya dan berlalu pergi begitu saja.
Evans menghela napas kasar saat Andrea keluar dan membanting pintu kamarnya.
"Apa salahku? Wanita wanita itu yang menggodaku? Kenapa dia yang marah?" gumam Evans.
***
Keesokan harinya Andrea masih tak mau bicara dengan Evans. Mereka makan bersama tapi tak saling menyapa.
"Tuan Evans," Kenand datang dan menyambut tuannya itu dengan senyuman lebar.
"Oh, kau sudah datang," ujar Evans mengalihkan perhatian.
Kenand menoleh ke arah Andrea yang tak bergeming dan hanya memakan sarapannya.
"Kenapa rasanya dingin sekali. Bukannya ini musim kemarau?" ujar Kenand.
"Musim kemarau udara pagi dan malam pasti terasa dingin," sahut Evans.
"Oh, iyakah? Aku baru tahu?" gumam Kenand.
Andrea masih saja tak bergeming dan hanya memakan makanannya.
"Hari ini apa jadwalku?" tanya Evans.
"Mengisi materi di DC," ujar Kenand
"Heemm," Evans menatap Andrea sambil tersenyum licik. Sepertinya ada yang ia rencanakan.
"Baiklah, hari ini aku semobil dengannya," ujar Evans.
"Yang benar, Tuan? Anda tak takut dengan gosip yang akan beredar?" tanya Kenand.
"Kita lihat, gosip apa yang akan beredar," ujar Evans.
***
Mobil yang dipakai Evans berhenti di depan gedung DC. Evans turun dengan gagahnya sambil tangannya merapikan jasnya.
"Kau tak turun?" tanya Kenand pada Andrea yang duduk di sebelahnya di kursi depan.
"Kau bisa menurunkanku di parkiran saja. Jangan di sini," ujar Andrea.
"Baiklah. Kau tahu juga cara menghindari masalah," ujar Kenand.
Evans masih menunggu Andrea keluar dari mobil. Namun justru Kenand yang mengeluarkan kepalanya.
"Dia akan keluar bersama saya, Tuan. Anda masuk saja terlebih dahulu," kata Kenand.
"Hem, benarkah? Baiklah kalau begitu. Aku padahal ingin tahu apa akan terjadi. Ya, sudahlah," ujar Evans seraya berlalu masuk ke gedung DC.
Di dalam para pegawai DC menyambut kedatangan Evans dengan hormat. Dan Evans pun hanya membalasnya dengan senyuman.
"Semua orang di sini tersenyum padaku. Hanya wanita itu saja yang tak pernah mau tersenyum padaku. Sombong sekali dia," gumam Evans dalam hati.
Sementara Andrea dan Kenand turun dari mobil Evans di parkiran. Beberapa karyawan DC melihat Andrea turun dari mobil Evans bersama Kenand.
Beberapa dari mereka berbisik bisik. Andrea menatap heran ke arah mereka.
"Kau tak usah bingung. Dia ini Tuan Evans adalah primadona, dia adalah bintang utama. Mereka pasti sedang berbisik tentangmu yang turun dari mobil Tuan Evans," ujar Kenand.
"Bisakah agar aku tak harus mengalami gosip ini? Aku tak tahan ditatap seperti itu," ujar Andrea.
"Kau seharunya senang karena Tuan Evans membantumu," ujar Kenand.
"Membantu apa?" tanya Andrea.
"Gosip antara kau dan dia akan menjadi senjata saat kau di asrama. Tak akan ada yang berani menyentuhmu," ujar Kenand.
"Aku tak mengerti ucapanmu. Dimana mana gosip akan membuat kita susah. Apalagi aku harus mendengar para wanita itu menggunjingku," ujar Andrea.
"Sudahlah, kau akan tahu saat masuk asrama," ujar Kenand.
Andrea dan Kenand berpisah di lobi. Mereka menuju ke arah yang berbeda. Andrea menuju ke kelasnya. Di sana ia melihat Laura sedang asyik dengan gadgetnya.
"Hai Laura," sapa Andrea.
Laura menatap ke arah Andrea dengan tatapan Aneh.
"Ada apa? Kenapa kau melihatku begitu?" tanah Andrea bingung.
Next ...