"Maaf sebenarnya aku mau saja menemanimu. Tapi aku harus bekerja. Jadi kutinggal kau di sini. Sebaiknya kau kembali ke kelasku. Jika Alex melihatmu dan dia pasti akan marah," ujar Evans.
Andrea menatap ke arah Evans dengan kesal. Ia ingin kejelasan. Tapi selalu saja tak ada yang mengatakan apapun padanya.
" Kau juga tak mau bicara apapun padaku?" ujar Andrea seraya menatap Kenand.
"Maaf, aku banyak pekerjaan. Kau bisa menemuiku di saatku santai," Kenand.
Kalian membodohiku," ujar Andrea kesal.
Ia tak mau berdebat dengan Evans lagi. Andrea lantas pergi meninggalkan Evans dan Kenand.
"Dia kenapa?'' gumam Kenand.
"Tak usah kau pikirkan dia. Kau pikirkan saja bagaimana caranya agar Rendy tak bisa tahu tentangku. Katakan pada Karlina untuk tutup mulut," ujar Evans.
"Baik, Tuan," ujar Kenand.
Evans pergi juga bersama Kenand. sementara Andrea yang kesal kembali ke kelasnya karena masa hukumannya sudah berakhir sejak tadi siang.
"Ah, aku lapar sekali," ujar Andrea.
"Kau dari mana saja Andrea?" tanya Laura sambil duduk di atas meja milik Andrea.
"Emh, di kandang kuda," jawab Andrea santai.
"Kau bohong. Tadi Alex memintaku memanggilmu. Tapi kau sama sekali tak ada di sana," ujar Laura.
"Oh, mungkin aku sedang di kamar mandi," ujar Andre mencari alasan.
"Oh, begitu. Maaf kalau aku mencurigaimu Andrea.
"Ah, tak masalah. Kau pantas curiga," ujar Andrea sambil tersenyum.
"Kenapa kau pasrah sekali? Tak ada perlawanan sama sekali. Bagaimana kau bisa bertahan nanti di asrama?" ujar Laura.
"Hah, memangnya kenapa?" tanya Andrea bingung.
"Kau akan tahu saat kau masuk nanti. Kusaran kan perkuat dirimu. Jangan selalu mengalah. Dan jangan cepat percaya pada siapapun di dalam asrama," ujar Laura.
"Termasuk kau, Laura?" tanya Andrea.
"Ya, termasuk aku," ujar Laura.
"Aku tak percaya ada orang melarang orang lain orang lain untuk mempercayai dirinya," jajr Andrea.
"Tempat ini adalah tempat dimana orang orang pernah kecewa dan terluka Andrea. Kau tak akan menemukan siapapun saling percaya. Di sini kau harus melakukan yang namanya negosiasi. Tak ada yang namanya teman atau lawan. Kita semua. di sini netral. Hanya ada satu yang harus kau percaya," ujar Laura.
"Siapa?" tanya Andrea.
"Tuan Evans ... "
Andre tiba tiba saja tertawa. Hal itu membuat Laura melotot dan heran melihat tingkah Andrea.
"Kenapa kau tertawa? Jangan meledek Tuan Evans. Jika Alex mendengar kau bisa dihukum. Sudah diperingatkan kau untuk tak melawan Alex. Kau akan dapat masalah nanti saat di asrama," ujar Laura.
Andrea menggelengkan kepalanya. Ia masih tak paham dengan apa yang ada di DC ini.
"Kau tahu Karlina?" tanya Laura.
"Karlina siapa?" tanya Andrea.
"Kau benar benar tak tahu apa apa saat masuk DC?" tanya Laura.
"Emmh, tidak," ujar Andrea sambil menggelengkan kepalanya.
"Walikota kota ini," ujar Laura.
"Oh, wanita cantik itu," ujar Andrea.
"Kau pernah bertemu dengannya?" tanya Laura.
"Emh, salah satu orang brengsek yang kukenal bekerja di tempat yang sama dengannya," jawab Andre.
"Dia adalah gundik Tuan Evans," ujar Laura sambil melirik ke sana ke mari sambil melihat apa ada yang mendengar percakapan mereka.
"Heuuh," Andrea menghela napas. Sepertinya ia salah sudah mencium Evans.
"Kenapa kau terlihat kesal? Kau cemburu? Lupakan jika itu terbesit dalam pikiranmu. Jangan berharap tinggi. Tuan Evans tidak akan memiliki perasaan apapun padaku," ujar Laura.
"Kau gila! Siapa juga yang mau dengan pria aneh macam dia?" ujar Andrea.
"Tutup mulutmu! Jangan bicara sembarangan tentang Tuan Evans. Kau bisa kena masalah!" untuk ujar Laura.
"Baiklah, baiklah aku tak akan bicara apapun tentang orang itu," ujar Andrea.
Tiba tiba seseorang masuk ke dalam kelas dan melihat Laura sedang berbicara dengan Andrea.
"Laura! Kau lupa caranya duduk di kursi?" ujar orang itu.
" Maaf, Max," ujar Laura seraya turun dari meja Andrea dan kembali ke tempat duduknya.
Andrea hanya tersenyum kecut sambil menatap pria bernama Max itu.
"Hallo semua, kita bertemu kembali. Apa ada yang belum kenal denganku di kelas ini?" tanya Max.
Semua mata menuju ke Andrea. Padahal saat itu Andrea sedang melamun sambil memainkan kukunya.
"Permisi," panggil Max.
Andrea diam saja. Laura berusaha memanggil Andre namun gadis itu tak menghiraukan suaranya. Max lantas menghampiri Andrea yang masih melamun.
"Permisi," sapa Max seraya menunduk mendekatkan wajahnya ke wajah Andrea. Dan sontak saja Andrea terkejut bukan main.
"Ada yang kau pikirkan, gadis cantik?" tanya Max.
"Oh, oh, tidak. Tidak ada," ujar Andrea terbata.
"Kau dari divisi mana?" tanya Max.
"Divisi?" ujar Andrea bingung.
Max juga menatap bingung ke arah Andrea. Kenapa Andrea bisa ada di sini tanpa tahu apapun.
"Siapa yang membawamu kemari?" tanya Max.
"Orang itu, ah ... maksudku, Tuan Evans," jawab Andrea merasa bersalah karena menyebut Tuan Evans.
Max membelalakkan matanya. Namun ia tak bertanya lagi. Ia kembali lagi ke depan kelas. Namun tatapannya masih saja mencuri pandang terhadap Andrea.
Hal itu tentu saja membuat Andrea bingung. Apa yang salah? Kenapa Max menatap aneh ke arahnya?
"Kau nanti menemuiku selesai kelas," ujar Max.
***
Andrea menemui Max di ruang mentor. Berbeda dengan ruangan dosen atau ruang guru di sekolah. Ruangan mentor lebih mirip kantor sebuah perusahaan.
"Silahkan duduk," ujar Max.
"Baik," ujar Andrea.
"Siapa namamu tadi, An ... An ... "
"Andrea," ujar Andrea.
"Ah, iya benar Andrea. Kau benar benar masuk DC?" tanya Max.
"Hah, apa maksudmu?" ujar Andrea bingung.
"Kau masuk ke DC sendiri?" tanya Max.
"Tidak, sudah kubilang aku bersama orang itu ... bukan ... Maksudku Tuan Evans," ujar Andrea. Rasanya tak nyaman sekali memanggil nama Evans. Apalagi dengan sebutan Tuan.
"Tuan Evans? Kau yakin?" ujar Max seolah tak percaya.
"Kalau kau tak percaya kau bisa tanyakan padanya," ujar Andrea.
Max tertawa mendengar ucapan Andrea
Andrea malah mengernyitkan keningnya seraya menatap aneh ke arah Max.
"Kenapa kau tertawa?" tanya Andrea
"Bukan. Aku buka menertawakanmu. Aku hanya heran. Kau seniat itu masuk DC sampai sampai menggunakan nama Tuan Evans. Kau tak tahu siapa dia?" tanya Max.
"Entahlah, aku tak tahu siapa dia.Apa aku harus tahu segalanya tentangnya? Kurasa itu tak penting," ujar Andrea.
"Hoooh," Max terkejut mendengar ucapan Andrea.
"Kenapa?" tanya Andrea bingung
"Kau benar benar tak tahu orang seperti apa Evans. Kau berani sekali bicara seperti itu tentang dia?" ujar Max tak habis pikir.
"Memangnya kenapa? Apa ada yang aneh dengannya?" tanya Andrea.
"Sebaiknya kita tak usah membicarakannya. Jika Alex tahu kau dan aku bisa kena masalah," ujar Max.
Andrea mengernyit, apa sebenarnya yang terjadi? Mengapa semua orang takut pada Evans. Dan Hanya dia saja yang tak tahu menahu tentang Evans
Next ...