"Hentikan proyekmu!" pekik Evans.
"Tuan!" Karlina merasa tercekat saat Evans membuatnya kesakitan.
"Kau tidak berpikir panjang saat melibatkan Keluarga Wijaya dalam hal ini?" pekik Evans lagi.
"Anda bilang saya bisa memanfaatkan mereka. Dan memang proyek itu ada di tanah mereka. Sebagai walikota saya harus melakukan apapun untuk melayani masyarakat. Apa salahnya membeli tanah keluarga Wijaya?"
"Kau membuat masa depan seseorang hampir hancur gara gara itu!" pekik Evans.
"Tunggu! Jangan jangan? Anda yang masuk ke apartemen Rendy Wijaya?" ujar Karlina curiga pada Evans.
Evans tak menjawab dan hanya diam saja. Namun ia terlihat kesal karena Rendy membuat huru hara di media.
"Pastikan namaku tak muncul dimanapun. Kalau kau tak ingin nasibmu seperti walikota sebelumnya," ujar Evans.
"Saya tak mengerti, kenapa Anda harus peduli dengan masalah ini. Ini hal sepele seperti ini? Siapa sebenarnya yang Anda lindungi itu?"
Karlina nampak curiga pada Evans yang terlihat peduli pada orang lain sampai sampai ia harus turun tangan sendiri menolong wanita itu.
"Dia target baru Anda?" tanya Karlina.
"Diam saja tak usah ikut campur," ujar Evans.
"Bukankah yang ada di apartemen Rendy adalah kekasih Felix, salah satu pegawai di balai kota? Ada hubungan apa Anda dengannya?" tanya Karlina.
Evan menatap tajam ke arah Karlina. Ia tak mau wanita ini bertanya terlalu jauh.
"Selesaikan saja apa yang kuperintahkan. Dan kuminta laporanmu. Bagaimana kondisi di balaikota?"
Karlina melepaskan tangan Evans yang mencengkeramnya lalu ia beranjak duduk di atas sofa.
"Tak ada kabar apapun. Hanya ada orang orang yang bekerja setiap hari dipemerintahan. Aku sampai mati bosan," ujar Karlina.
"Kau tak hanya duduk duduk dan bersolek di sana kan? Aku memintamu mengamati kondisi kota ini?"
"Sudah kubilang, kondisi kota ini baik baik saja. Tak ada gejolak apapun. Tak ada juga yang datang padaku menawarkan proyek. Sepertinya tak ada yang mau melirikku untuk pencalonan yang akan datang," ujar Karlina.
"Tentu saja, mereka pasti tahu kalau kau bodoh," ujar Evans.
"Tuan, kau yang menugaskanku menggantikan walikota sebelumnya. Orang orang tak banyak bertanya karena kedatanganku yang tiba tiba. Tapi aku tahu mereka menggunjingku hanya bermodal cantik dan tubuh sexy. Padahal mereka tak tahu saja kalau aku juga bisa bekerja," ujar Karlina sewot.
Evans menghela napas melihat kelakuan Karlina. Entah mengapa ia begitu ceroboh membuat wanita ini ada di posisi walikota.
***
Berita tentang apartemen Rendy dimasuki orang tak dikenal menjadi bahasan yang menarik di kalangan masyarakat.
Keluarga Rendy terkenal sangat kaya dan berpengaruh di pemerintahan. Bahkan ada yang menggadang gadang tombak dari keluarga ini Anton Wijaya, ayah dari Rendy Wijaya. Akan mencalonkan diri menjadi presiden periode mendatang.
"Rendy!" pekik Anton Wijaya yang masuk ke ruang kerja Rendy di kantornya tiba tiba.
Rendy sedang begitu bingung mencari keberadaan Andrea.
"Hemm," sahut Rendy tanpa menatap sang ayah.
"Kau membuat ulah lagi?" ujar Anton yang telihat meradang.
"Ulah apa?" tanya Rendy malas malasan. Pikirannya kacau karena hanya diisi oleh Andrea dan Andrea.
"Apa maksudmu koar koar ke media kalau apartemenmu dimasuki orang asing. Kamu membuat orang orang banyak berspekulasi. Jangan membuat kehebohan dengan nama Wijaya!" Pekik Anton.
"Kenapa? Ayah, kau takut terkena skandal? Kau tak ingin namamu tercoreng?" sindir Rendy.
"Itu tentu saja. Keluarga Wijaya tak boleh terlibat skandal. Memang ya apa yang terjadi sampai ada orang masuk ke apartemenmu? Apa tak ada penjaga di sana?" ujar Anton.
"Bukan apa apa," ujar Rendy santai.
"Dan lagi? Kau jual tanah kakek pada pemerintah? Kau gila?" Anton nampak kesal karena anaknya melakukan sesuatu tanpa bicara padanya terelebih dahulu.
"Itu kan cuma tanah kosong. Ayah tak butuh tanah itu. Untuk apa dipertahankan?" ujar Rendy.
"Tapi itu berbahaya. Jangan terlibat apapun dengan pemerintah. Keluarga kita akan dipandang mendukung partai yang sekarang ada di permintahan!" pekik Anton.
"Ayah, kau tenang saja. Aku hanya menjual tanah tak lebih. Dan prosesnya legal. Kalau kau mau uang itu akan kuberikan padamu!" jawab Rendy.
Rendy sama sekali tak mempedulikan tanah milik keluarganya. Ia hanya peduli dengan Andrea yang berhasil dibawa kabur oleh orang yang tak dikenal.
"Ayah, apa di negara ini ada pengusaha atau pejabat yang berani melwan keluarga kita?" tanya Rendy.
"Kau bicara apa? Tak mungkin ada," ujar Anton.
Rendy nampak berpikir. Lalu siapa Evans? Jika tak ada satupun yang punya kekuatan untuk menyentuh keluarga Wijaya.
"Kau tak mengenal seseorang yang kuat dan berpenaruh di pemerintahan?" tanya Rendy.
"Tak ada, saat ini yang tekuat adalah presiden. Tapi itupun keluarga kita yang menjadi pendukungnya," ujar Anton.
"Aku bisa gila!" pekik Rendy.
"Ada apa denganmu? Kau tak melakukan hal hal aneh kan?" ujar Anton.
"Ayah, ada seorang pria dia bahkan tak takut jika kita mengunakan kekuasaan kita. Dan dia bahkan tak bisa kucari tahu keberadaannya. Apa perusahaannya. Dari partai mana. Seolah olah ada kekuatan besar yang melindunginya," ujar Rendy.
"Siapa? Aku tak pernah dengar ada orang seperti itu?" ujar Anton.
"Itulah yang jadi masalah. Aku tak tahu siapa dia. Namanya juga aku tak tahu, tapi aku mengenal wajahnya. Wajahnya nampak seperti orang asing," ujar Rendy.
"Dia yang kau bilang masuk ke apartemenmu?" tanya Anton.
"Iya, dia bisa masuk ke apartemenku dengan mudah. Padahal apartemenku hanya orang orang tertentu yang diijinkan masuk," ujar Rendy.
Anton nampak berpikir. Apa ada musuh dalam selimut yang ia tak tahu?
***
Evans pulang ke rumah hantunya dan menengok ke kamar Andre. Ia tak melihat Andrea di sana.
"Madam Kim, dimana wanita itu?" tanya Evans.
"Di kamar Anda. Dia bilang menunggu Anda," ujar Madam Kim.
Evans menggelngkan kepalanya sambil memeganginya.
"Siapkan semuanya untuk dia besok. Aku akan membawanya ke tempat kita besok," ujar Evans.
"Anda yakin Tuan? Bukankah dua terlalu lemah?" tanya Madam Kim.
"Dia yang paling bisa karena dia punya dendam itu di hatinya. Kita tak perlu buru buru. Ajarkan dasar dasar padanya," ujar Evans.
"Baik, saya akan persiapkan semuanya," ujar Madam Kim.
Evans lantas menuju ke kamarnya dan benar saja Andrea menunggunya di kamarnya sambil membaca buku buku milik Evans.
"Kau sudah datang. Ayo kita bicara serius," ujat Andrea.
"Maaf aku lelah," ujar Evans.
"Mau sampai kapan kau begini? Kita tak ada hubungan apapun. Untuk apa aku di sini?" ujar Andrea tak sabar.
"Kau tak ingin balas dendam?" tanya Evans.
"Balas dendam?" gumam Andrea tak paham.
"Memangnya kau tak ingin balas dendam pada kekasihmu yang telah menjualmu pada Rendy Wijaya? Dia juga melakukannya sebelumnya kan?" ujar Evans.
Next ...