"Ve, temanmu si Putra berulang tahun, ya? Boleh, tidak, kalau kakak ikut pergi ke pestanya?" tanya Astari dengan menyimpan sebuah siasat licik.
"Kakak kenal sama Putra?"
"Kenal, lah. Kamu lupa? Waktu itu kamu sendiri yang cerita kalau si Putra ngejar-ngejar kamu. Karena Bella suka sama dia, jadi kamu nolak si Putra."
"Ah, Ve lupa," ucap Ve sambil tersenyum canggung.
Di sudut kanan meja, Andika mendengarkan pembicaraan mereka dengan rasa cemburu yang sangat besar. Hatinya terasa panas mendengar Ve akan menghadiri pesta ulang tahun orang yang pernah menaruh hati padanya. Apalagi, Ve belum membicarakan masalah itu dengannya.
Di rumah, Andika dan Ve hanya bisa berkomunikasi lewat chat. Terkadang, Ve diundang masuk ke kamar Andika, kadang sebaliknya. Nurlena sering memergoki mereka, tapi bersikap seolah tidak melihat.
Ia tidak ingin memisahkan dua hati yang saling mencintai. Walaupun hal itu melukai hati putrinya. Nurlena berharap, Astari bisa merelakan mereka bersama seiring berjalannya waktu.
"Ve akan pergi bersama Bella dan yang lain. Kakak tidak masalah, kan?" tanya Ve tanpa mengangkat wajahnya. Ia tahu laki-laki itu sedang memerhatikannya. Lebih tepat, sedang memelototinya.
"Tidak masalah, kok."
'Aku harus bertemu Rexy di sana. Semoga saja, laki-laki itu bersedia bekerja sama denganku untuk memisahkan Dika dan Ve.'
Hampir seratus pesan lebih terkirim dalam waktu lima belas menit selama ia makan malam. Untung saja Ve tidak memakai nada. Bisa dibayangkan, seperti apa sibuknya nada pesan itu jika Ve mengaktifkan notifikasi pesan.
Diam-diam, Ve melirik tajam kepada Andika yang terus mengirim pesan yang sama. Setelah makan malam usai, anak-anak pergi menonton televisi bersama Odah. Astari pergi ke ruang baca, mengambil sebuah majalah fashion, dan membaca di sana bersama bu Hilma.
Nurlena sudah masuk ke kamarnya, sedangkan Ve keluar rumah dengan alasan ingin membeli makanan ringan di minimarket. Dua puluh menit kemudian, kekasihnya menyusul. Mereka berjalan-jalan di taman sekitar komplek, lalu berhenti di sebuah bangku panjang.
Ve duduk sambil menghela napas lega. Sepanjang jalan, ia selalu menjauh saat berpapasan dengan orang lain. Takut kebersamaan mereka diberitahukan kepada Astari atau Nurlena.
Andika duduk sambil bersedekap. Ia tidak bicara sepatah kata pun, sampai Ve membuka obrolan. Sudah ditanya dan dibujuk sedemikian rupa, tapi Andika masih diam.
"Marah karena apa lagi sekarang?" tanya Ve sambil menatap lekat wajah sang kekasih.
"Pikirkan saja sendiri!" jawab Andika dengan ketus.
"Coba aku tebak … ehm, besok saja nebaknya," seloroh Ve sambil tertawa kecil. Ia mencolek pinggang kekasihnya dan berhasil membuat laki-laki itu menatapnya. "Kenapa, Sayang?"
Deg!
Sejak mereka pacaran, Ve baru pertama kali mengatakan sayang. Sejenak, Andika melupakan kemarahannya. Wajahnya bersemu merah seperti anak SMP yang baru berpacaran.
Namun, wajahnya berubah masam kembali. Ve tidak menyadari kesalahannya. Tidak menangkap kecemburuan yang sedang dirasakan laki-laki itu.
"Panggil aku sayang sepuluh kali, baru kujawab."
"Ck … semarah itu dirimu, sampai aku dihukum lagi? Baiklah. Sayang satu, Sayang dua, Sayang tiga, Sayang em …."
"Sudah, sudah! Geli aku mendengarmu memanggilku seperti mangga yang dijual di pinggir jalan sana. Yuk! Sepuluh tiga, sepuluh tiga," ketus Andika sambil berceloteh kesal.
"Haha …. Lebih geli mendengar kamu jualan mangga, Sayang," ujar Ve sambil tertawa terpingkal. Perutnya sampai terasa sakit karena menertawakan Andika.
Seorang pemilik mall terbesar, bisa bercanda seperti itu, sungguh sesuatu yang sangat tidak disangka. Bahkan, orang lain akan menganggap laki-laki itu bukanlah dirinya. Melihat Ve tertawa lepas, jantungnya berdetak cepat.
"Jadi, apa yang membuatmu marah?" tanya Ve. Ia menggeser duduknya, lalu merebahkan kepalanya di dada Andika.
"Kamu tidak memberitahuku soal pergi ke pesta ultah temanmu," jawab Andika sambil melingkarkan tangannya di pinggang Ve.
"Oh, karena itu. Aku lupa memberitahumu, karena Bella memberitahuku saat hendak pulang. Tadinya, aku akan memberitahumu setelah makan malam. Eh, sayangku keburu marah," seloroh Ve dengan manja.
Andika diam, mendengarkan cerita kekasihnya. Ada perasaan tak rela saat gadisnya ingin pergi ke mall King's. Rexy pasti mendekati kekasihnya dan ia tidak rela.
Di waktu yang tepat, pesan undangan dari Rexy masuk ke ponselnya. Kesal bercampur bahagia. Ia bisa menemani kekasihnya agar tidak diganggu oleh Rexy, meski ia harus menahan amarah saat bertemu laki-laki itu.
"Aku akan datang ke pesta ulang tahun itu," ucap Andika sambil memasukkan ponselnya ke dalam saku celana.
"Tapi, kak Tari juga ikut pergi," kata Ve dengan wajah cemas.
"Aku yang akan mencari alasan. Kamu bisa berangkat bersamaku dan kak Tari. Dia tidak akan curiga, aku jamin," kata Andika meyakinkan kekasihnya.
"Hem, terserah kamu saja. Dingin … pulang yuk!"
"Peluk aku saja kalau terasa dingin," goda Andika sambil mencolek dagu gadis itu.
"Jangan macam-macam di depan umum," omel Ve.
"Kalau tidak di depan umum, boleh, dong?"
"Enggak! Udah, ah. Aku mau pulang duluan. Kamu pergi setelah aku," perintah Ve. Gadis itu membeli makanan ringan di minimarket yang dilewatinya sebelum pulang ke rumah.
***
Tiga hari kemudian, Andika dan Jay sudah menunggu di dalam mobil. Andika beralasan jika ia diundang oleh kakak sepupu Putra. Astari yang sudah mengetahui siapa Rexy, tidak menaruh curiga saat Andika mengatakan diundang oleh Rexy.
Ve keluar dari rumah sambil mendorong kursi roda. Astari tampil cantik dengan gaun putihnya. Sementara Ve memakai gaun berwarna merah maroon. Kecantikan alami gadis itu semakin memancar, membuat Andika tidak lepas menatapnya.
"Pak Dika," bisik Jay menyadarkan Andika dari rasa terpana.
"Ah! Biar aku yang gendong Kak Tari," ujar Andika saat Ve hendak membantu Astari masuk ke mobil.
Andika menggendong Tari dan mendudukkan gadis itu di kursi belakang. Ia dan Jay duduk di depan, sedangkan kekasihnya duduk bersama Astari. Jay menyimpan kursi roda di bagasi belakang, lalu masuk, dan menyalakan mesin.
Mobil melesat meninggalkan rumah Andika. Bella dan yang lainnya menunggu di mall, karena Ve tidak jadi dijemput. Suasana atap mall yang dihias sedemikian rupa, membuat suasana semakin meriah.
Selain teman-teman Putra, Rexy juga mengundang kolega bisnisnya. Ia terlihat tampan dalam balutan jas berwarna merah maroon. Entah kebetulan atau tidak? Karena warna yang dipilihnya malam ini, sama dengan warna gaun Ve.
Warna jas yang dipakai Andika berbeda dengan warna gaun Ve, karena mereka tidak ingin terlihat seperti pasangan. Andika merasa kesal bukan main saat melihat Rexy memakai jas merah maroon senada dengan gaun Ve. Ia tidak percaya kalau Rexy mengatakan kebetulan.
Senyum sinisnya membuat Andika mengeratkan gigi. Jay mengingatkan Andika untuk bersabar. Banyak rekan bisnis yang juga bekerja sama dengan mall Ozla. Tidak baik jika Andika dan Rexy sampai bertengkar di depan mereka.
*BERSAMBUNG*