Kiki membuka pintu kaca berikutnya dengan memegang gagang pintu yang terbuat dari stainless steel dan mendorongnya perlahan. Kiki memperhatikan lingkungan sekitarnya, menyadari bahwa dirinya sudah memijakkan kaki di area utama sekolah barunya. Di hadapannya terhampar luas lapangan basket SMA Cijantung yang diramaikan oleh beberapa siswa yang sedang bermain bola basket di sekitaran ring basket di arah sebelah kiri posisi Kiki berdiri. Di arah kanan, Kiki melihat beberapa siswa lainnya sedang bermain bola futsal, sekitar lima orang.
Kiki mendapati dirinya tersenyum melihat lingkungan sekolah barunya.
Dibandingkan SMA Mahakam, siswa - siswi yang berkeliaran di hadapannya sekarang rata – rata tampil normal selayaknya anak sekolah yang pergi ke gedung sekolah untuk menimba ilmu. Setahun sebelumnya, Kiki hanya bisa menggelengkan kepala melihat siswa – siswi yang mengenakan seragamnya dengan gaya yang kurang menceriminkan pelajar SMA.
Siswa SMA Mahakam cenderung mengeluarkan baju seragam dari celana mereka dan berambut agak panjang, sedangkan yang siswi mengenakan seragamnya seperti partisipan fashion show, dengan baju seragam yang ketat dengan kancing terbuka dua butir, dan bawahan rok abu – abu yang dibuat menjadi model span. Meskipun masih ada yang berpenampilan normal, namun di SMA Mahakam mereka merupakan minoritas, dan ini jadi pemandangan lumrah di sekolah yang terkenal "gaul" itu.
Pastinya, bukan hal itu yang mendorong Kiki untuk pindah.
Melihat sekelompok siswa bermain futsal di lapangan utama di hadapannya membuat jiwa Kiki bergejolak. Semenjak duduk di bangku SMP, ia sudah gemar mencintai futsal. Ia masih ingat terkadang teman – temannya sampai merasa bosan jika ia sudah merespon bercandaan temannya akan kecintaannya terhadap olahraga futsal dengan kata mutiara favoritnya "bola adalah teman" yang ia kutip dari seorang karakter kartun Jepang Captain Tsubasa.
Kiki memutuskan untuk tidak berjalan menyeberangi lapangan agar tidak mengganggu para siswa tersebut yang sedang asyik bermain. Ia lanjut berjalan ke arah sebelah kirinya menelusuri koridor lantai dasar sekolah. Sepanjang berjalan menelusur koridor, ia melihat banyak siswa – siswi baru yang mengenakan seragam SMP maupun seragam SMA berjalan hilir – mudik di sekitar koridor sekolah dan juga beberapa lainnya berdiri dan duduk.
Kiki berjalan menuju ruang koperasi sekolah yang terletak enam meter di depannya untuk membeli minuman kemasan. Terlihat beberapa siswa – siswi keluar dari ruang koperasi itu membawa makanan ringan dan minuman kemasan yang mereka beli. Memasuki ruangan koperasi, Kiki mendapati ruangan itu agak ramai. Beberapa siswa – siswi mengantri di depan meja kayu tempat kasir koperasi mengurus transaksi jual beli produk – produk koperasi. Kiki merasa takjub karena koperasi SMA Cijantung ini cukup lengkap isinya. Tidak hanya menjual kebutuhan kegiatan belajar – mengajar sekolah seperti ATK dan aksesoris seragam sekolah, koperasi SMA Cijantung juga menyediakan beraneka ragam makanan dan minuman ringan.
Setelah tiga menit, akhirnya Kiki berada di antrian kedua di belakang seorang siswi berseragam SMA.
"Saya beli satu susu Ultra Milk rasa strawberry ini ya, bu", ucap siswi tersebut.
"Baik, mbak. Totalnya Rp 3.500,00 yah", beritahu sang kasir koperasi.
Siswi itu merogoh kantung bajunya dan mengambil selembar pecahan Rp 2.000,00 dan Rp 1.000,00. Sekejap raut muka gadis itu agak kecewa karena menyadari uang yang diperlukan untuk membayar susu Ultra Milk yang dibelinya kurang Rp 500,00.
"Yah, kurang lima ratus ternyata uangnya bu. Saya kembalikan dulu ya bu, nanti saya kesini lagi untuk beli habis saya ambil dulu kekurangannya di dompet saya yang ketinggalan di kelas", ujar gadis itu dengan suara yang lembut dan sangat feminim.
"Gapapa kok mba, sisanya nanti saja setelah upacara Penerimaan Siswa Baru atau di jam istirahat pertama", balas kasir koperasi dengan ramah.
"Jangan, bu ! Ngga enak nanti takutnya saya lupa"
"Bayar aja, kak. Kebetulan saya ada satu keping koin Rp 500,00 nih", ujar Kiki, menginterupsi sambil menawarkan koin Rp 500,00 miliknya kepada gadis itu.
Entah kenapa, ia merasa ada dorongan dari dalam dirinya untuk membantu siswi yang bahkan tidak ia kenal sama sekali ini.
"Wah, jangan kak, ngga usah ! Aku nggak enak, gapapa aku nanti kesini lagi jajan susunya. Kebetulan aku juga iseng – iseng mampir aja kesini kok, hehe", tolak gadis itu dengan sungkan.
"Jangan sungkan, kak. Lumayan kan nyegerin banget itu minum susu dingin dulu sebelom upacara. Apalagi upacara hari ini Penerimaan Siswa Baru, bakal agak lama kita berdiri nih" balas Kiki dengan senyum ramah.
Sang gadis misterius itu pun tersipu malu.
Kiki tidak dapat melihat jelas wajahnya karena gadis itu terus menerus menunduk. Baru pertama kali ini dia melihat seorang anak SMA dari kaum hawa begitu pemalu sampai menundukkan kepala seperti ini. Di SMA Mahakam, bahkan yang tidak termasuk di kalangan 'anak – anak gaul' pun berinteraksi dengan penuh percaya diri.
"Kalo gitu makasih yah, kak. Mohon maaf nih ngerepotin. Nanti kalo kita berpapasan lagi, aku pasti ganti uangnya", ucap gadis itu. Suaranya begitu lembut, dan entah kenapa Kiki merasa ingin mendengar suaranya lebih lama lagi.
"Ah, jangan kak ! Ngga usah dong ! Itu cuma 500 perak, dan aku seneng bisa bantu siapapun yang aku temui kenal ataupun nggak", Kiki menegaskan.
"Eh ? Tapi—"
"Insya Allah kita bakal papasan lagi, kak. Tapi bukan buat ganti 500 yang aku kasih tadi, yah !", sela Kiki dengan sedikit tawa.
"Okedeh. Sekali lagi makasih yah, kak ! Aku permisi dulu kalo gitu", tutup gadis itu dengan sedikit membungkuk, gestur berterima kasih yang sangat jarang Kiki temui di sekolah lamanya dari seorang anak gadis SMA.
Sang gadis pemalu itu bergegas meninggalkan Koperasi Sekolah membawa susu Ultra Milk rasa strawberry yang ia beli (dengan dibantu tambahan 500 perak Kiki). Kiki melihatnya pergi sejenak, lalu memesan satu teh botol merek Sosro dalam kemasan. Kiki meninggalkan meja kasir seusai transaksi dan melanjukan perjalanannya menuju kelas. Sepanjang perjalanan, ia masih terpikir akan gadis yang ia temui tadi.
Tiba – tiba ia berhenti di depan majalah dinding sekolah, tepatnya di ujung koridor bersebrangan dengan pintu masuk utama gedung sekolah. Kiki melihat gadis yang barusan ia temui dan pikirkan beberapa meter di hadapannya sedang berjalan bersama temannya seorang siswi yang berpostur kurus dan sama tinggi dengan gadis itu, mengenakan jilbab model segi empat dan atasan seragamnya berlengan panjang. Mereka berjalan menuju tangga menuju area di bawah ujung lapangan.
Kiki heran sekaligus terkesima dengan struktur gedung sekolah yang agak berbeda ini. Ia menduga bahwa gadis itu dan temannya berjalan menuju kelas mereka. Karena belum sempa bertanya kepada orang – orang di sekitarnya dan belum sempat menjelajah gedung sekolah ketika tes penerimaan siswa baru, Kiki memutuskan untuk mengikuti mereka, didasari asumsi bahwa mereka akan menuju area kelas XI.
Cuma berdasar asumsi, yang dimana bahkan ia pun ragu.
Kiki terus berjalan mengikuti gadis itu dan temannya. Ia tetap menjaga jaraknya sekitar enam meter di belakang mereka agar mereka tidak merasa diikuti dan tidak nyaman. Mereka turun menyusuri tangga semen yang tidak diubinkan lalu menyusuri lorong pendek tak bertembok yang menjembatani area ujung lapangan ke gedung sekolah berikutnya ini. Lorong ini hanya jalan pendek yang dinaungi atap yang lebarnya sama dengan jalan dan di kanan kirinya hanya tiang – tiang penyangga atap yang memiliki jarak sekitar 40 cm.
Kiki melirik ke arah kiri dan melihat area kantin sekolah yang ramai ditempati siswa – siswi baru berseragam SMP maupun siswa – siswi lama berseragam SMA. Kiki pun menyadari bahwa gedung sekolah kedua ini memiliki tiga lantai. Di hadapannya ada tangga pendek menuju lantai paling atas, dan juga menuju ke lantai dua gedung. Sembari melihat lingkungan sekoah barunya dan suasana huru – hara siswa – siswi di hari pertama, ia tidak luput untuk tetap mengikuti kedua siswi itu.
Kiki sendiri ragu apakah mereka siswi kelas XI atau XII, instingnya seakan berbisik bahwa mereka adalah siswi kelas XI. Ia melihat gadis itu berbincang dengan akrab bersama temannya yang mengenakan jilbab diselingi meminum susu Ultra Milk rasa strawberry yang dibeli di koperasi tadi. Gadis itu memiliki rambut lurus yang panjang berwarna hitam terurai hingga punggungnya.
Berbeda jauh dengan siswi yang ia lihat di parkiran tadi, gadis itu mengenakan atasan seragam yang agak longgar sehingga agak sulit menilai posturnya. Kiki hanya dapat menilai bahwa gadis itu sedikit lebih pendek dari gadis cantik yang ia lihat di parkiran. Kiki terus berjalan di belakang mereka dengan perlahan sambil menengok ke sekitar, berharap mereka tidak menyadari keberadaannya.
Dan benar saja, mereka menuntunnya ke area kelas XI . . .
Mereka akhirnya sampai di depan ruangan dengan pintu yang bertandakan XI IPS-1 di lantai kedua gedung sekolah yang kedua tepatnya di sayap kanan. Dari koridor, Kiki dapat melihat jelas seluruh area kantin sekolah dan sebagian kecil sisi belakang area parkir di atasnya dimana banyak sepeda motor diparkir di sana. Kiki tak kuasa menahan rasa takjub sekaligus terkejut atas apa yang baru saja dialaminya. Bagaimana tidak ? Kelas XI-IPS 1 adalah ruang kelasnya di sekolah baru ini. Ia tidak menyangka kedua siswi itu benar – benar secara tidak langsung menuntunnya tepat ke ruang kelasnya. Sungguh ia tak akan melupakan hari ini.
Begitu mereka memasuki ruang kelas, Kiki berdiri di koridor sambil melipat tangannya di atas besi panjang koridor. Ia yakin mereka tak akan mengenalinya dari belakang. Di sepanjang koridor, terlihat beberapa siswa – siswi bercengkerama dan bersandar di tembok koridor. Sebagian lainnya duduk lesehan di sepanjang tepi koridor dekat tembok ruang kelas XI-IPS 1 dan XI-IPS 2. Ketika Kiki menoleh ke arah pintu ruangan kelas, ia terkejut melihat kedua gadis tadi sedang berjalan keluar. Ia langsung mengalihkan pandangannya.
Ia merasa konyol.
Batinnya sangat ingin melihat wajah gadis yang ditemuinya di Koperasi Sekolah tadi, namun kini ia tidak berani melihatnya, terlebih lagi dilihat olehnya, karena takut akan dituding sebagai stalker dan membuat mereka berfikir bahwa Kiki memiliki niat jelek, yang kemungkinan bersifat asusila. Begitu ia kembali menoleh, mereka sudah berjalan menuju tangga. Kiki pun akhirnya bisa masuk ruang kelas dengan lega.
Di dalam kelas tidak banyak siswa – siswi yang masih duduk santai, hanya sekitar lima orang siswa dan tujuh orang siswi yang terpencar di beberapa sudut kelas. Beberapa diantara mereka melihat ke arah Kiki dan Kiki menyambutnya dengan senyuman yang ramah, lalu menghampiri mereka yang melihatnya untuk berkenalan dengan santun. Setelah menyapa dan berkenalan dengan beberapa teman sekelas barunya, Kiki melihat – lihat apa ada tempat duduk yang masih kosong dimana ia bisa tempati. Ia menemukan satu tempat duduk yang kosong di baris ketiga dari meja guru dan berjalan kesana untuk menaruh tas ranselnya. Ketika ia menutup ranselnya setelah mengambil topi SMA, ia menyadari bahwa yang duduk di sebelahnya adalah perempuan.
Kiki mengetahui pemilik tas ransel yang duduk di sebelahnya itu perempuan dari desain tas ranselnya yang agak kecil dan ramping walau warna tasnya kombinasi biru tua dan muda, juga dari gantungan kunci dengan figur Hello Kitty di salah satu resleting tasnya. Kiki kemudian bergabung dengan teman – teman sekelasnya yang berada di kelas berjalan menuju ke lapangan setelah mendengar bel pertama untuk mengikuti Upacara Penerimaan Siswa Baru SMA Cijantung.
Setibanya di lapangan, Kiki langsung berbaris di barisan kelasnya yang ia kenali dari arah tujuan beberapa teman – teman sekelasnya yang ia temui di kelas tadi. Ia berdiri di bagian belakang barisannya, orang ketiga dari belakang barisan putera. Di sebelah kirinya berbaris rapih teman – teman perempuannya di barisan puteri sesuai urutan tinggi badan mereka dari yang terpendek hingga tertinggi.
"Ini upacara pertama lo ya, Ki. Sabar aja ngikutinnya, boy. Ini bakalan lama, soalnya kebiasaan Kepala Sekolah kita Pak Syahroni suka ngelebar pidato sambutannya", bisik teman sekelas barunya, Muzammil.
"Gapapa, Zam. Di sekolah gua juga lama gara – gara Ketua OSISnya juga suka ngelebar kemana – mana ngasih pidato sambutan", balas Kiki dengan berbisik dan tertawa pelan.
"Oh iya, gua inget temen gua yang sekolah SMA Mahakam juga pernah cerita kalo Ketua OSISnya kalo pidato udah kayak khotbah jum'at. Tapi di sekolah ini justru momen pidato Ketua OSIS bikin betah, Ki. Ketua OSIS kita pidatonya singkat-padat-jelas, juga anaknya cantik !" bisik Muzammil.
"Ah, yang bener lu, zam ?! Gua kuat – kuatin dah ini sampe giliran doi naik podium !" balas Kiki bersemangat.
Tak lama kemudian, rangkaian kegiatan Upacara Bendera Penerimaan Siswa Baru SMA Cijantung Tahun Ajaran 2010 – 2011 dimulai dan seluruh siswa – siswi mengikuti dengan khidmat dan disiplin. Terlihat beberapa siswa dan siswi dengan kondisi fisik kurang sehat dipapah oleh para siswa – siswi yang mengenakan kain hijau dengan emblem PMR (Palang Merah Remaja) ke ruang UKS (Unit Kesehatan Sekolah). Di beberapa sudut koridor lantai dasar gedung utama sekolah di pinggir lapangan, terlihat beberapa guru yang berdiri dan menegur beberapa siswa – siswi yang kedapatan berbincang – bincang saat proses upacara berlangsung.
Rangkaian kegiatan upacara akhirnya sampai kepada waktu Pembina Upacara, sang Kepala Sekolah Bapak Dr. Syahroni Ruslan, SE., MM menaiki podium yang disiapkan agar siapapun yang berkepentingan berbicara dalam rangkaian kegiatan upacara dapat dilihat oleh semua yang mengikuti upacara. Setelah mengucapkan salam kepada hadirin upacara, Kepala Sekolah menyampaikan pidato sambutannya. Sesuai peringatan Muzammil, pidato sang Kepala Sekolah semakin keluar dari intinya dan tidak ada satupun siswa – siswi yang hadir di lapangan ini, termasuk para petugas PASKIBRA, yang dapat menutupi rasa bosannya. Bahkan beberapa guru yang berdiri di dekat podium terlihat menguap dan gelisah. Kiki berpikir jika ini berlanjut, beberapa guru yang sudah berumur akan segera terkulai lemas lalu dipapah oleh anggota PMR entah karena ngantuk atau stress karena bosan.
Setelah Kepala Sekolah menyelesaikan pidato panjangnya yang melebihi batas waktu yang ditentukan (akhirnya), MC kegiatan upacara mengumumkan kesempatan Nadira Khairunnisa selaku Ketua OSIS SMA Cijantung periode 2010 – 2011 untuk menyampaikan pidato sambutannya. Begitu Kiki melihat sosok Ketua OSIS itu naik ke podium dan hendak memulai pidatonya, Kiki menunjukkan ekspresi yang sedikit terkejut sekaligus sumringah. Kiki mengenali Ketua OSIS itu sebagai salah satu dari ketiga siswi yang ia lihat di area parkiran sebelum memasuki pintu masuk gedung utama sekolah. Ketua OSIS itu adalah gadis yang berjalan di sebelah kiri gadis cantik yang mengenakan seragam agak ketat.
Kini berdiri di depannya dan semua hadirin upacara, Kiki dapat melihat jelas perawakan sang Ketua OSIS yang tidak begitu jelas ia lihat di area parkir tadi. Nadira Khairunnisa sang Ketua OSIS memang seorang remaja perempuan yang cantik. Meskipun tidak secantik temannya yang berjalan di tengah tadi, Kiki menilai raut wajah Nadira terlihat jauh lebih bersahabat daripada temannya yang mengenakan seragam agak ketat dan rok sekolah yang dibuat menjadi model span tadi. Nadira mengenakan seragam sekolah dengan model yang normal seperti para siswi lainnya.
Dia memiliki rambut lurus nan tebal yang terurai hingga sedikit melewati pundaknya, berwajah manis dengan ciri khas orang – orang keturunan Melayu yang sejuk dipandang, memiliki kulit bersih berwarna kuning langsat cerah seperti gadis yang ia temui di koperasi sekolah tadi, dan berpostur langsing dengan tinggi sedang sekitar sejajar dengan telinga Kiki. Nadira tampak mengenakan jam tangan karet berwarna hitam di tangan kirinya, dan ikat rambut fluffy berwarna ungu di tangan kanannya.
Kiki menilainya sebagai wanita muda yang cantik dan karismatik, sesuai dengan jabatan Ketua OSIS yang diembannya. Terlihat oleh Kiki banyak para siswa putera hingga yang masih berseragam SMP memandang fokus kepada sang Ketua OSIS dengan senyuman yang menyenangkan. Beberapa dari mereka berbisik dengan canda tawa dan antusiasme. Setelah menyampaikan sambutan, Nadira menyampaikan isi pidatonya dalam kapasitasnya sebagai Ketua OSIS SMA Cijantung. Suaranya ringan dan feminism, namun penuh dengan rasa percaya diri dan determinasi. Kata – kata yang digunakannya begitu menyenangkan didengar siapapun yang mendengar pidatonya. Gestur tubuhnya pun tetap menunjukkan kemawasdirian di saat sedang menunjukkan karisma kepemimpinan.
Sang Ketua OSIS menyapa para siswa – siswi baru yang kini menjadi keluarga SMA Cijantung Jakarta Timur dengan nada berbicara seolah – olah mereka adalah adik kandungnya sendiri. Ia juga menyambut para siswa-siswi pindahan dari SMA sebelumnya dan mengingatkan mereka untuk menjadikan SMA Cijantung sebagai sekolah terakhirnya, menjanjikan bahwa sekolah ini akan banyak memberikan mereka kenangan indah yang abadi. Ia juga menyampaikan bahwa hari ini akan diadakan acara tahunan setiap awal tahun ajaran baru yaitu Ekskul Expo.
Nadira menjelaskan bahwa acara ini bertujuan agar siswa – siswi baru kelas X dan siswa – siswi pindahan kelas XI menentukan ekskul mana yang akan diikuti untuk bergabung sebagai anggota dan menjalankan berbagai aktivitasnya di luar kegiatan belajar mengajar sekolah. Acara Ekspo Ekskul ini akan dibagi menjadi dua sesi, yaitu sesi pertama dilaksanakan di jam istirahat pertama dari pukul 08.30 sampai dengan pukul 09.00, lalu dilanjutkan setelah bel pulang sekolah berbunyi dari pukul 10.00 hingga pukul 10.30 yang dilaksanakan di lokasi upacara ini, di lapangan basket SMA Cijantung.
Ketua OSIS lalu menutup pidatonya diiringi tepuk tangan meriah para hadirin upacara, juga beberapa siswa – siswi yang meneriaki namanya dengan pengaguman. Kiki tersenyum puas dan sedikit mengangguk, mengakui kata – kata Muzammil bahwa Ketua OSIS sekolah barunya ini adalah sosok yang mencerminkan siswa ideal.
"Bener kan kata gua, Ki ? Cantik dan karismatik bener Ketua OSIS kita tuh !", bisik Muzammil.
"Ngga cuma cantik, tapi tutur katanya santun dan cara nyampein pidatonya tetep percaya diri dan rapih ! Ngeliat reaksi anak – anak lain, dia udah kayak idola sekolah. Cara dia berseragam juga tetep normal dan rapih, bener – bener Ketua OSIS dia", balas Kiki berbisik.
"Pastinya, Ki ! Tapi bukan dia cewek tercantik di sekolah kita saat ini, ya paling ngga dia itu tercantik kedua menurut penilaian mayoritas anak – anak sekolah ini dari angkatan kita sama angkatannya di kelas XII yang sekarang" ujar Muzammil. Kiki lantas agak terkejut sekaligus penasaran dengan pernyataan Muzammil tersebut. Biasalah, cowok.