Gladis tertunduk. Dadanya terasa sakit. Ia berusaha menahan diri untuk tak membalas.
"Kita lihat, seberapa lama Romeo mempertahankan dirimu sebagian istrinya!" tukasnya tajam memusuk kemudian enyah.
Gladis tak pernah mengira jika Rara tak menyetujui pernikahannya. "Ya Allah...." desahnya sesenggukan.
Para pelayan salut padanya. Gadis selugu dirinya ternyata mampu menaklukkan Romeo sang Tuan Besar yang amat garang dan seolah tak memiliki hati.
Ia mengunci pintu kamarnya dan duduk di tepi ranjang. "Apakah yang kulakukan ini benar....? Nyonya Rara nampak begitu marah. Apa aku harus membatalkan rencana pernikahan ini....?" Keteguhan hatinya pun goyah.
.....
PT. Parfum Perkasa Utama
"Apa kabar, bagaimana keadaaanmu. Sudah lama sesungguhnya aku ingin menghubungimu. Tetapi aku masih takut jika kamu masih kesal," tulis Rania.
Romeo malas untuk menjawab pesan singkat wanita itu. Ia samasekali tak ingin menjalin hubungan bersamanya lagi.
"Aku ingin kita menjalin hubungan kembali setidaknya menjadi teman. Aku janji takkan melakukan hal itu lagi."
Romeo berpikir ia bukan pria bodoh yang bisa di tipu untuk kedua kalinya. Ia meletakkan ponselnya dan menekan angka satu pada telephone kantor. Tak berselang lama Mini sekretarisnya masuk kedalam ruangannya.
"Jadwal meeting kamu undurkan. Aku harus ke suatu tempat." Romeo bangkit seraya menyambar jas hitamnya. Mood nya jadi rusak karena pesan singkat itu. Dalam perjalanan ia mengambil ponselnya hendak menghubungi Gladis.
"Mas," bisik Gladis menatap layar ponselnya.
"Hey, sudah di rumah?" Romeo tersenyum genit.
"Iya, Mas. Aku sekarang di kamar."
"Aku akan pulang sebentar lagi. Kita jalan bersama membeli keperluanmu. Bersiaplah."
"Iya, Mas."
Gladis ingin sekali melaporkan sang calon kakak ipar padanya, akan tetapi rasanya kurang pas jika memberitahukan hal ini melalui ponsel. Ia segera berdandan dan keluar menuju ruang tamu.
"Siapa itu?" batinnya.
Sesosok gadis muda dengan hijab ungu tengah duduk bersama Rara. Gadis itu terlihat amat santai ketika berbincang bersama wanita paruh baya itu.
Romeo pun tiba. Pria itu tersenyum dari kejauhan.
"Romeo," panggil Rara.
Romeo menoleh. Ia shock melihat sosok Rania. Wanita itu bangkit dan tersenyum ramah.
"Romeo, Rania barusan datang. Katanya ia baru tiba di Indonesia. Kamu tak pernah menceritakan ia pada kakak? Ternyata diam-diam kamu memiliki teman dekat wanita."
Romeo tak merespon. Ia malah mendekati Gladis, "Yuk. Aku hanya punya sedikit waktu."
Gladis mengangguk dan mengikutinya langkahnya.
Hati Rania serasa terkoyak. Ia tak mengira jika dalam waktu yang singkat pria yang membuatnya rela melakukan apapun itu dengan mudahnya mencintai gadis lain....
"Maaf, Nyonya. Saya harus pergi," pinta Rania
"Tidak," cegat Rara, "menginaplah di sini hanya untuk malam ini. Kamu pasti ingin ngobrol banyak bersama Romeo. Kalian bisa menuntaskan masalah kalian sebelum berpisah, bukan begitu?"
Rara dapat membaca dari kondisi sang adik dengan wanita ini. Ia tahu pasti hubungan mereka lebih dari sekedar teman kerja sewaktu di Amerika.
"Baiklah. Tapi aku tak ingin merepotkan anda."
Rara meminta pelayan nya menyiapkan kamar tamu di samping kamar Romeo. Ia sengaja melakukan ini untuk mendekatkan Rania dengan adik tunggalnya itu.
.....
16.00 wita:
"Mas, pulang jam berapa?"
"Aku lembur. Dini hari nanti aku pulang."
"Baiklah, hati-hati di jalan."
Gladis turun dari mobil dengan membawa beberapa barang belanjaan. Romeo sekilas menengok kedalam rumah memastikan jika Rania sudah tak ada lagi di rumahnya. Ia sedikit lega karena suasana rumah itu nampak sepi.
"Gladis!" teriak Rara dari arah taman belakang rumah setelah melihatnya melintas.
Sekonyong-konyong Gladis menghampirinya, "Iya, Nyonya?"
"Buatkan makan malam untuk Rania dan antar ke kamarnya."
"Tapi, Nyonya....."
"Mulai detik ini tugasmu bertambah menjadi pelayan dapur! Jangan pikir tugas mu akan lenyap karena akan menikah dengan adikku!"
Gladis kaku dan hampir menangis. Ia menuruti perintah itu sambil menyeka air matanya menuju dapur.
"Dis, kamu tak apa? Bersabarlah, ini takkan lama," pinta Kania.
"Tak apa. Bisa tolong taruh belanjaan ku di kamarku?"
"Tentu. Kunci kamar mu?" pintanya menyodorkan telapak tangannya.
Gladis menyerahkan kunci itu dan berusaha menguasai diri dengan menarik nafas panjang, "Jangan begini Gladis!" ucapnya menguatkan batinnya
Setelah selesai memasak ia membawa makanan itu ke kamar Rania. Ia sedikit bingung kenapa Rania di tempatkan di samping kamar Romeo setelah Bik Sumi memberitahukan nya.
"Permisi!" panggil nya mengetuk pintu itu.
"Masuk! Pintunya tidak di kunci!"
Rania berbalik dan menatapnya hingga Gladis usai menghidangkan makanan itu di meja. "Benar kamu akan menikah dengan Romeo?" telisiknya dengan menyipitkan kedua matanya.
"Iya," jawab Gladis singkat. Ia tak mood untuk lebih lama meladeninya, "Maaf saya harus kembali ke dapur." Tanpa persetujuan Rania ia lekas keluar.
"Kenapa, Romeo? Harusnya kamu bertanggung jawab setelah kita melakukannya...bukan malah menikah gadis lain...." rintih Rania dengan mata berkaca-kaca.
Bersambung...