Chereads / Gladis dan Romeo / Chapter 10 - Pernikahan Romeo dan Rania

Chapter 10 - Pernikahan Romeo dan Rania

"Mas harus memilih...." pintanya lagi.

Perasaan Romeo rasanya begitu sakit, apalagi dengan Gladis....

Melihat ekspresi wajah Romeo yang terlihat tertekan dan bingung hati Gladis kian terluka.

"Apa Mas juga mencintai Rania? Jika ya maka aku akan mengalah detik ini juga..."

Romeo lantas memeluknya. Perasaan takut kehilangan seketika menghujam batinnya.

Setelah itu tak terucap sepatah kata pun dari mulut keduanya. Romeo memeluk Gladis di ranjang hingga pagi tiba.

Gladia bersikap seperti biasanya. Ia menyiapkan segala keperluan Romeo seolah tak terjadi apapun.

"Sayang...."

"Tak usah kita bahas," sela Gladis sembari memasang dasi pada lehernya, "Aku sudah mengambil keputusan. Aku iklas Mas menikahinya."

"Tidak, aku takkan melakukannya."

Gladis menatapnya lekat. Ia senang jika Romeo tak melakukannya akan tetapi masalahnya di sini adalah menyangkut masa depan seorang anak yang tak berdosa.....

"Tidak, Mas. Aku tak mengapa. Aku hanya tak ingin anak dari suamiku di cerca dunia saat ia terlahir nantinya."

Sungguh besar hati wanita ini....Romeo tak pernah menyangka dengan kedewasaan cara berpikirnya yang melampaui wanita seusianya....

"Aku ingin kita bertiga membicarakannya hari ini," pinta Gladis.

Romeo mendesah berat, "Baiklah. Kita ketemuan pada jam makan siang di kantor ku."

"Kenapa di sana? Bukannya itu tak pantas?"

"Kantor itu adalah milikku jadi aku bebas melakukan apapun. Lagipula jika bicara di rumah ini Rara akan semakin memperburuk keadaan."

Gladis mengangguk. Romeo menggandeng tangannya keluar dari kamar.

....

"Halo," sapa Romeo. Ia menghubungi Rania.

"Ya, bagaimana, Rom?" tanya Rania.

"Gladis meminta untuk bertemu. Siang nanti datanglah ke kantorku."

"Baiklah," jawab Rania menahan mual.

"Kamu kenapa? Kenapa suaramu seperti ini?" tanya Romeo

"Aku baru muntah. Rasanya perut ku mual dan kepalaku pusing. Tapi tak apa, ini sudah biasa terjadi sejak dua hari yang lalu."

Romeo ingin tak peduli, tetapi rasanya jahat juga jika dirinya mengabaikan wanita itu.

"Aku akan kirimkan lewat ajudan ku susu hamil untukmu."

"Terimakasih, maaf jika aku merepotkan."

Romeo lalu menutup pembicaraan itu. Rania memahami sikapnya dan tak memasukkan nya dalam hati karena ia tahu benar sikap dan karakter pria itu.

...

Laporan penjualan parfum milik nya membuat Romeo lega dan puas. Penjualan parfum miliknya terjual hampir mendekati delapan puluh persen. Yeah, sedikit tak sesuai dengan perkiraannya di awal karirnya yang ia prediksi sebesar sebilan puluh persen.

"Minta seluruh staf berkumpul di ruang meeting," pintanya pada Mini.

"Baik, Pak." jawab Mini.

.....

Ruang meeting:

"Bagaimana dengan anak muda yang masih bersekolah? Saya rasa produk kita akan laris- manis jika di peruntukkan untuk mereka, Pak," usul Pak Yasin.

"Tidak, keuangan mereka terbatas," sela Romeo. "Apa kamu menginginkan kita membuat product murahan? Aku tak menginginkannya."

"Tapi itu peluang yang empuk, Pak. Saya rasa usulan Pak Yasin tak ada salahnya jika kita coba," ungkap David terkesan ragu.

"Kamu pikir coba-coba mu itu tak pakai dana? Lima tahun aku di Amerika sebagai menejer penasaran dan banyak penghargaan yang aku terima dari ide gila ku!" sungutnya kesal.

Seketika pegawai nya diam ketakutan. Mereka masih menganggap jika sang bos keliru. Mereka berpikir jika Lombok atau Indonesia bukan lah Amerika...

"Jalankan perintahku. Jangan buat kesalahan sedikit pun!" perintahnya. Ia bangkit di susul semua pegawainya.

Setelah kepergiannya mereka mendesah lega dan geleng-geleng. Usulan mereka adalah peluang emas yang di buang begitu saja oleh sang bos.

Gladis sudah dalam perjalanan dari sekolahnya menuju perusahaan Romeo. Di tempat lain Rania pun dalam perjalanan menggunakan motornya menuju perusahaan itu. Tak disangka keduanya bertemu di parkiran. Rania berusaha untuk tersenyum sementara Gladis menampakkan wajah dinginnya.

"Assalamualaikum," sapa Rania.

"Wa'alaikum salam," jawab Gladia. Ia jalan terlebih dahulu mendahului Rania.

Semua pegawai menyapa Gladis. Ia berusaha bersikap ramah dalam kondisi suasana hatinya yang terkoyak.

"Siang, Bu," sapa Mini.

Gladis hanya mengangguk dan masuk kedalam ruangan Romeo di susul Rania.

"Mas..."sapa Gladis seraya memeluk Romeo. Melihat itu Rania cemburu berat dan berpaling.

Romeo meminta Rania untuk duduk di seberangnya. Gladis memeluk erat lengannya karena cemas.

"Kami sudah bersepakat, aku akan menikahimu karena anak itu," ujar Romeo.

"Itu benar. Aku ingin selama kehamilanmu kamu tinggal bersama kami. Tetapi setelah anak itu lahir aku ingin kamu pindah," sambung Gladis.

"Kamu sungguh-sungguh?" bisik Romeo padanya. "Apa sebaiknya dia tetap tinggal di tepatnya?"

Romeo tak ingin psikis Gladis terganggu dengan adanya Rania di rumahnya.

"Tidak, Mas. Aku tak ingin hal buruk menimpanya selama masa kehamilannya, terutama saat ia hamil tua, bahaya jika ia sendirian."

"Terimakasih. Terimakasih atas kebesaran hati kalian menerimaku dan anakku," ungkap Rania.

"Aku melakukan ini bukan untukmu. Semua ini murni kesalahan mu karena telah menjebakku. Aku hanya kasihan kepada anak itu dan akan menceraikanmu setelah anak itu lahir," tukas Romeo.

Gladis setuju dengan apa yang di ucapkan Romeo. Ia rasa ini hal yang setimpal untuk kejahatan wanita ini.

Dada Rania terasa sesak. Ia menahan air matanya yang hampir tumpah.

"Kita menikah di KUA. Setelah semuanya siap kita berangkat bersama," tutup Romeo.

"Baiklah," bisik Rania. Ia bangkit. Langkahnya cepat meninggalkan ruangan itu. Saat di dalam lift tangisan nya meledak. Ia merasa begitu hina. Semua ini sama saja baginya menikah atau tak menikah dengan pria itu. Ia tetap tak akan mendapatkan tanggung jawab sepenuhnya. Apa gunanya menikah hanya sembilan bulan lalu setelah itu di ceraikan?

Sedangkan Gladia menangis dalam pelukan sang suami. Ia tak sanggup membayangkan saat suaminya mengucapkan ijab qobul untuk wanita itu...

"Sayang...." bisik Romeo menyeka rambutnya. "Semuanya akan tetap sama, takkan ada yang akan berubah....aku janji padamu...."

Gladis tahu ucapannya takkan menjadi kenyataan. Mana mungkin situasi akan tetap sama dengan keberadaan wanita itu....

Ia sudah pasrah dan tak ingin belari dari kenyataan pahit ini.

....

Tepatnya hari senin bulan Mei minggu ke dua. Romeo menjabat tangan penghulu dan mengucapkan ijab qobul. Rania merasa lega akan status nya yang kini menjadi istri Romeo baik sah secara agama dan hukum.

Gladis berusaha tegar dan kuat. Kania menggenggam tangannya erat untuk menguatkannya. Sementara Rara tersenyum puas. Baginya Rania jauh lebih pantas mendampingi adiknya sekalipun ternyata wanita itu hanya seorang anak yatim piatu dan tak begitu berada.

Rania mencoba mengulurkan tangannya ingin mencium tangan sang suami akan tetapi Romeo malah bangkit dan mengajak Gladis keluar dari tempat itu.

"Ayo kita pulang ke rumah," ucap Rara meraih pundaknya.

Rania berharap Romeo masih berada di parkiran KUA menunggunya. Tetapi ternyata pria itu sudah pulang terlebih dahulu.

Di dalam mobil ia menatap ke sisi jalanan. Tatapannya hampa. Semuanya di luar dugaannya. Romeo benar-benar tak menganggapnya.

Bersambung....