Wanita itu putar otak agar bisa terus dekat dengan Romeo. Terlintas ide yang cukup brilliant di benaknya, "Aku ingin makan rujak, Mas," pintanya. "Kita mampir di pasar ya?"
"Buat saja di rumah. Mangga di belakang pekarangan sedang berbuah lebat," ujar Romeo.
"Tapi nanti kamu yang ambilkan ya?"
Romeo terkejut, "Maksudmu apa? Kamu pikir aku tukang panjat yang mau melakukan semua itu?"
Rania terdiam dan melepaskan lengannya. Melihat ekspresi Rania akhirnya perasaan Romeo pun luluh, "Aku akan suruh satpam untuk mengambilkannya untukmu. Jangan suruh aku yang aneh-aneh," tukasnya.
...
SMA Sejati:
"Nih, es krim untukmu," Furqon menyodorkan es krim con kehadapan wajah Gladis.
Gladis terkejut dan kebingungan. Anak-anak di kantin tak kalah terkejut.
"Untukmu," ucapnya lagi.
Gladis bingung dengan sikapnya. Ia menjamah es krim itu dan mengucapkan terimakasih.
"Boleh duduk di sini?" tanyanya tersenyum seolah menggoda.
Anak-anak nyengir kuda dan berbisik.
"Silahkan," jawab Gladis.
"Kok nggak makan? Mau ku pesankan? Biar aku yang traktir," tanya pemuda itu yang membuat Gladis semakin bingung.
"Oh, tak usah. Aku tak ingin makan apapun. Aku hanya sedikit haus."
"Omong-omong jahat juga orang yang sudah menguncimu di kamar mandi," ujar nya sok akrab.
"Ya, tapi untung ada Dimas. Jika tak ada dia aku tak tahu bagaimana nasibku."
Furqon cemburu karena Gladis malah memuji Dimas.
"Oh ya, sekarang dia ada di mana?" tanya Gladis
"Tak tahu," cetus Furqon keki. Ia dengan agresif malah menarik jemari kecil Gladis, "Jarimu cantik. Suka perawatan ya?"
Gladis langsung menarik tangannya, "Suamiku selalu membawaku ke salon dua kali dalam seminggu."
"Begitu ya?" angguknya garing.
Dimas memandang dengan sorot mata tajam pada Furqon dari kasir kantin itu. "Ternyata ia bersungguh-sungguh ingin memiliki Gladis," batinnya. Tak mau kalah saing tanpa di sangka ia duduk di samping Gladis .
Furqon terkejut, "Ngapain kamu di sini?"
"Aku sudah menjadi teman baik Gladis," kilahnya. "Dis, ke lapangan basket yuk? Coba makan es pudding baru. Anak-anak bilang katanya enak."
"Serius? Boleh, yuk!" Gladis bangkit dan menarik tangannya.
Furqon merasa kalah saing dan kecewa. Semua teman-temannya mrngejek atas kekalahannya. Ia merasa Dimas telah menikamnya secara terang-terangan.
Koridor sekolah:
"Apa kasusku akan di tindak?" tanya Gladis.
"Sekarang dia sedang di sidang di ruang kepsek," ucap Dimas. "Mungkin dia akan dikeluarkan."
"Aku tak mau sampai dia di keluarkan. Orangtuanya pasti akan terpukul," tukas Gladis.
Dimas lebih mendekat padanya dan berbisik, "Meta sudah melakukan tindak kriminal. Kamu bisa mati jika terkunci sampai pagi."
"Tapi masa depannya akan hancur, Dim!"
"Tidak! Kamu jangan coba-coba membelanya. Biar ini menjadi urusan pihak sekolah," pinta Dimas menekannya. "Berpikir lebih jernih."
Gladis bungkam.
Saat sekolah telah usai Dimas meminta nomor ponselnya.
...
13.30 wita:
Kepulangan Gladis samasekali tak diinginkan Rania. Romeo melepaskan piring berisi rujak yang hendak di suapi padanya dan menyambut kepulangan Gladis ketika Lola membunyikan klakson mobil.
"Assalamualaikum,"salam Gladis. Ia mengulurkan tangannya meraih telapak tangan Romeo
"Wa'alaikum salam," sambut sang suami.
"Wanginya kok lain?" tanyanya saat mencium aroma tubuh Romeo, tercium parfum milik Rania yang menempel pada jas pria itu.
"Oh, benarkah?" Romeo berpura-pura tak mengetahuinya. Ia yakin jika ini karena Rania terus menempel padanya. Ia menyesal dan merasa bersalah pada Gladis.
"Aku mau masak panacota untuk Mas hari ini. Mas suka tidak?"
"Suka, aku sudah lama tak memakannya. Tapi kita istirahat dulu, aku ingin tidur siang sebelum ke kantor."
"Bayi Rania bagaimana?"
"Biasa saja. Dia sehat, tak perlu terlalu di khawatirkan."
Rania tak ingin pasrah dan mengalah lagi pada Glsdis. Ia merasa jika ini saatnya dirinya memperjuangkan cinta dan hak nya sebagai istri kedua Romeo.
Melihat begitu mesranya Gladis dan Romeo berjalan di hadapannya ia bangkit dengan membawa rujak itu, "Mas! Lanjut lagi yuk makan rujak ini."
Langkah Romeo dan Gladis terhenti, "Apa katanya?" tanya Gladis menengok wanita itu.
Romeo mendesah, "Makanlah. Aku akan istirahat. Pergilah ke kamar mu. Kamu ingat kan pesan dokter?" sela Romeo tak peduli.
"Ayo, Mas," pinta Gladis. Ia mendorong punggung Romeo untuk segera berlalu.
Rania kesal dan geram. Gladis semakin hari makin menguasai Romeo dan lagi-lagi ia tak kuasa.
...
Ting! Pesan singkat masuk kedalam ponsel Gladis. Romeo menengok benda itu dan tertera nama Dimas di dalamnya, "Siapa ini?" tanyanya. Karena penasaran akhirnya ia memeriksanya.
"Dis, sekarang lagi ngapain. Aku khawatir padamu. Tolong balas aku," tulis Dimas.
Romeo melotot geram. Ia melepaskan benda itu dengan kasar dan duduk di tepi ranjang menunggu Gladis keluar dari kamar mandi.
5 menit kemudian....
"Lo Mas, kok belum pakai baju?"
Romeo bangkit dan berbalik, "Siapa Dimas?"
geram nya bertanya.
"Mas tahu dari mana dia?" tanya Gladis bingung.
"Sekali lagi aku tanya siapa dia? Apa dia teman dekatmu?!"
"Nggak, dia cuma teman sekolah ku dan tak lebih dari itu," sergah Gladis menjelaskan.
Romeo tak percaya. Ia melepas handuk yang melilit di pinggangnya dan menghempaskannya di atas ranjang. Ia tak bicara sepatah kata pun dan lantas mengenakan pakaiannya. Gladis ketakutan dan hanya menatapnya hingga ia keluar dari kamar itu.
"Mas," cegat Rania. "Aku buatkan es kepal untukmu. Kita makan sama-sama."
Karena rasa cemburu nya Romeo menerima ajakannya dengan tujuan membalas perbuatan Gladis.
Di sofa Rania menyuapinya dan sesekali mengusap ujung bibirnya. Romeo samasekali tak menikmati semua itu. Ia harap Gladis segera keluar dari kamar dan melihat dirinya bersama Rania, dan usahanya sukses. Gladis terpaku dari kejauhan. Ia sangat cemburu dan berjalan menuju dapur seolah mengabaikannya, "Dasar buaya!" cetusnya kesal sembari membuat kopi dingin. "Dia kesal padaku tetapi dia sendiri seperti itu!"
Romeo diam-diam memperhatikannya dan mendekat ke muka pintu dapur. Pria itu ingin tertawa tapi ia masih sangat kesal.
"Bosen sama yang satu pindah pada yang lain!" gerutu istri kecilnya itu. Tiba-tiba ia menangis. "Aku hanya berteman dengan Dimas...tetapi ia berprasangka buruk!" desanya.
Romeo merasa bersalah. Ia pun segera dan memeluknya dari arah belakang.
"Hiks...Mas jahat...."
"Sudah." bisik Romeo.
"Demi Allah aku tak pernah berusaha mengkhianatimu....."
Romeo membalik tubuhnya dan mengusap air matanya.
Rania membanting gelas itu hingga seluruh penghuni rumah terkejut. Ia tiba-tiba berteriak kesakitan. Romeo dan Gladis terkejut dan segera melihat apa yang terjadi.
"Kamu kenapa?" tanya Romeo gusar seraya menyentuh punggung dan perutnya.
"Sedikit sakit....."
"Kita bawa ke rumah sakit saja, Mas," usul Gladis cemas.
"Tidak, aku hanya ingin Mas Romeo menemaniku di kamar...."
Gladis tahu ternyata ia hanya berpura-pura.
Bersambung....