Chereads / Gladis dan Romeo / Chapter 12 - Terkunci di kamar mandi sekolah

Chapter 12 - Terkunci di kamar mandi sekolah

Romeo samasekali tak merespon. Ia tetap menyantap makanan itu lalu membersihkan mulutnya dengan serbet.

"Mas.." sergah Rania menahannya saat ia hendak bangkit.

Romeo melepaskan pergelangan tangannya dengan kasar.

"Mas!" bentak Rania menyusulnya, "Jangan begini padaku," pintanya mengiba.

Romeo kian tak mood dan pergi dari hadapannya.

Rania menangis pilu. Ia sangat kecewa dan sakit. Apa memang hal ini yang harus ia terima akibat dari kesalahannya...?

...

1 minggu kemudian...

Gladis masuk kedalam kamar mandi untuk buang air kecil. Ia bergegas membersihkan diri dan memasang cd nya kembali. Ketika hendak membuka pintu ternyata tak bisa. Ia terkejut dan kembali mencoba sebisa mungkin untuk membukanya.

Seluruh siswa sudah berbamburan keluar dari sekolah. Hanya tinggal Dimas yang berada di kelas tengah menyapu, hari ini adalah gilirannya piket.

"Tolong! Siapa yang ada di luar tolong buka pintu ini!" teriak Gladis. Tetapi tak ada respon. Ia mencari celah di atas pintu akan tetapi tak ada celah sedikitpun. Keringatnya bercucuran dan ketakutan kian membayanginya, "Tolong! Aku ada di dalam tolong buka pintu ini!!!" ia terus berteriak.

Dimas meraih tas nya dan keluar dari dalam kelas.

"Tolong! Tolong aku!Tolong!"

Dimas mendengarnya dengan jelas, "Siapa itu?" bisiknya.

Gladia tak juga menyerah hingga Dimas mengetahui keberadaannya di tempat itu.

"Siapa di dalam!" panggilnya.

"Aku! Aku Gladis terkunci!" pekik nya.

Dimas berusaha mencari kunci kamar mandi itu ke segala tempat juga pada bak sampah, "Astaga..manusia jahat mana yang sudah melakukan ini!" sergahnya tak habis pikir ketika menemukan benda itu. Ia mencoba membuka pintu kamar mandi di mana Gladis terkunci tetapi ternyata tak bisa. Gladis sudah berkeringat dingin dan nafasnya sedikit sesak. Dimas berlari mencari batu pada taman yang mengitari sekolah.

"Kenapa sepi?" tanya Gladis ketakutan. "Hei kamu di mana! Jangan tinggalkan aku!! Tolong....!"

Terpaksa Dimas mencabut batu sebagai pembatas taman sekolah. Ia kembali berlari ke kamar mandi dan merusak gagang pintu itu. Gladis terkejut dan surut. Ia menangis dan memohon pada Maha Kuasa untuk melindunginya.

Setelah pukulan terakhir akhirnya pintu itu terbuka.

"Dimas.... " Gladis spontan keluar dan memeluknya.

"Kamu tak apa?" tanya Dimas membelai rambutnya.

"Aku sangat takut....hiks..."

Dimas tak menyangka jika aroma tubuh Gladia begitu wangi. Ia menikmati pelukan itu dan beberapa kali mengecup kepalanya.

Gladis tak sadar dengan apa yang ia lakukan.

"Kita keluar sekarang sebelum gerbang sekolah di tutup," ucap Dimas.

Dimas menggandeng tangannya yang terasa bergetar. Saat keluar dari gedung sekolah dan melihat sosok ajudannya dari kejauhan. Gladis tersadar dan melepaskan tangan Dimas. Ia buru-buru menghapus air matanya dan berusaha bersikap tenang.

"Terimakasih, Dim."

"Sama-sama. Lain kali berhati-hatilah."

Gladis tersenyum manis. Jantung Dimas berdetak kencang. Tiba-tiba saja wajah Gladis menjadi cantik di matanya.

"Aku duluan," ucap Glsdis. Ajudan itu membukakan pintu mobil untuknya.

Gladis bingung, siapa yang sudah menjahilahinya? Ia merasa tak pernah menjahati siapapun sekalipun di sekolahnya yeah..... ia adalah murid yang di pandang hina, meski kini status sosialnya sudah berubah.

"Nona tak apa?" tanya Lola.

"Tidak," jawab Gladis berbohong. Baginya apa yang sudah dialaminya hanya kejadian kecil dan tak perlu di besar-besarkan. Padahal jika tak ada Dimas yang membantunya mungkin ia akan kehabisan oksigen atau yang lebih buruk dari itu...

Gladis meminta Lola menepi pada penjual es cincau. Tenggorokannya terasa kering...

Di samping mobil ia dan Lola duduk pada kursi plastic menikmati kesegaran es cincau. Gladis tergelitik ingin bertanya padanya mengapa ia mengambil pekerjaan yang seharusnya di lakukan oleh laki-laki?

"Kamu tak punya rasa takut?" tanyanya.

Lola mengernyit, "Tidak," jawabnya singkat dan dingin.

"Keluarga mu di mana?"

"Saya di buang."

Gladis kian penasaran.

"Apa kesalahan mu hingga sampai di perlakukan demikian?"

"Saya di tuduh mencuri uang milik terangga dan kedua orangtua saya merasa malu lalu mengusir saya dari rumah."

Gladis terdiam. Ia membayangkan apa yang sudah di alami wanita ini.

"Nona benar tak mengalami kesulitan tadi kan?" tanya Lola masih tak percaya.

Gladis tersentak lalu menelan cincau yang ada di mulutnya, "Iya, aku tak berbohong. Jujur tadi aku jatuh di kamar mandi dan Dimas menolong ku," jawabnya berdusta.

....

Rania berkutat di dapur membuat makan malam untuk Romeo. Ia tak peduli pria itu mau memakannya atau tidak.

"Uok.." tiba-tiba ia muntah dan segera berlari ke kamar mandi. Rasanya ia tak kuat jika harus melanjutkan pekerjaannya.

"Nona, anda tak apa?" tanya Nia khawatir.

Rania berkumur dan menyeka mulutnya, "Tidak. Tolong buatkan susu hamil untukku. Susu itu di kamarku."

Nia bergegas melakukan perintahnya.

...

20.00:

Dimas dan Furkon duduk di lesehan Udayana menikmati secangkir kopi. Mereka hanya berdua menghabiskan malam. Keduanya membayangkan wajah cantik Gladis sambil menatap jalanan malam yang begitu ramai.

"Aku rasa aku jatuh cinta," ceketuk Furkon tersenyum.

"Sama siapa?" tanya Dimas menengok.

"Gladis."

Dimas terkejut. Ia lantas memperbaiki posisi duduknya.

"Rasanya aku tak kuat lagi memendam rasa ini," ujar Furkon.

"Jangan!" bentak Dimas memukul pahanya.

"Kenapa?"

"Kan sudah punya suami."

"Alah, laki-laki tua tak setia itu bisa saja sewaktu-waktu menceraikannya....."

"Trus kamu mau menikahinya begitu?"

"Boleh, nggak masalah. Yang penting cinta. Tak apa sepiring nasi berdua."

Dimas tertawa terbahak-bahak hingga wajah Furkon bersemu merah. "Gila kamu!"

"Aku serius, aku akan merebutnya dari pria itu."

"Caranya?"

"Lihat saja."

"Tetapi aku akan mendahuluimu...." Batin Dimas.

.....

Rania tak bisa tidur. Ia gelisah dan cemas. Ia nekat menghubungi Romeo padahal kini pria itu sedang bercinta bersama Gladis.

Romeo tak peduli dengan panggilan masuk dari ponselnya. Ia tetap beraktifitas menikmati tubuh Gladis yang kian membuatnya bernafsu.

"Romeo....apa aku bisa bertahan? Bukan cuma aku yang membutuhkan mu....tetapi juga calon anak kita....." desah Rania.

Sudah lebih dari satu minggu ia menjadi istri pria itu, akan tetapi sedikitpun ia tak pernah merasakan sentuhan nya. Hati Romeo kian tertutup karena ia sudah memutuskan untuk tak mempedulikannya.

...

Klinik, 09.00 wita:

"Harus berapa lama giliranmu?" tanya Romeo tak sabar.

"Tinggal dua orang lagi, Mas. Bersabarlah," pinta Rania.

Saat giliran sang istri Romeo lega. Ia enggan masuk kedalam ruangan dokter akan tetapi rasanya tak lazim jika ia tak ikut masuk.

Rania tersenyum menatap bayinya pada layar monitor saat USG di lakukan. Romeo terkesima menatap calon buah hatinya namun ia berusaha seolah tak peduli dengan memasang wajah datar nya.

"Mas, anak kita...." ucap Rania terharu.

Romeo mengangguk tanpa ekspresi.

Dokter memberikan resep berupa susu kehamilan dan vitamin. Ia juga menyarankan agar Romeo menjaga Rania lebih ekstra dan tak membiarkannya stres.

Ketika telah sampai di dalam mobil Rania mendekap lengan sang suami dan bersandar di bahunya, "Aku senang anak kita sehat," ucapnya tersenyum.

Sopir di hadapan mereka tersenyum. Romeo risih dan berusaha melepaskan diri, "Jangan begini," sergahnya berbisik. Terpaksa Rania menuruti keinginannya.

Bersambung.....