Rania menginjakkan kakinya di rumah Romeo seraya mengucapkan bismillah. Ini rumah barunya setelah bertahun-tahun hidup sendiri tanpa keluarga. Disini ia akan menjalani waktu-waktu nya menjadi istri kedua dari Romeo Fatur Ramadhan.
Ia memasuki kamarnya yang berada jauh dari kamar sang suami. Romeo menempatkannya pada sisi kanan rumah itu dengan fasilitas yang sama seperti yang di berikannya kepada Gladis.
"Ya Allah....aku sangat berharap untuk selamanya di tempat ini...." bisiknya.
"Permisi, Nona," sapa Nia, asisten rumah tangga.
Rania berbalik, "Ada apa?"
"Apa Nona mau makan siang sekarang? Nyonya Gladis meminta saya untuk membawakan makan siang untuk anda."
"Ok, bawa ke sini saja."
"Baik."
Kebaikan yang di tunjukkan oleh Gladis membuat Rania sedikit risih. Ia tak menginginkan apapun dari wanita itu dan hanya menginginkan Romeo berada bersamanya sekarang.
"Mas akan ke kantor sekarang?" tanya Gladis sembari mengusap dada Romeo.
"Kamu tak mengapa sendiri?"
Gladis tersenyum, "Memangnya ada apa di rumah ini? Tak ada yang membahayakanku," candanya.
"Kalau begitu aku pergi. Jangan pikirkan kehadiran Rania di rumah ini. Anggap saja seolah dia tak ada."
"Iya, Mas. Aku mengerti. Aku antar kedepan?"
"Tak usah. Istirahat lah. Wajah mu terlihat letih."
"Tidak, aku tak mengapa. Aku antar Mas sampai depan."
Rania mengintip dari balik pintu. Ia memperhatikan kemesraan Gladis dan Romeo saat keluar dari kamar mereka. Terlihat sekali Gladis bermanja pada Romeo dengan terus menempel padanya seperti perangko.
"Mas hati-hati ya.." pinta Gladis.
Romeo mengecup keningnya beberapa saat sebelum berlalu.
"Aku harap kamu akan tetap seperti ini padaku Mas..." batin Gladis menatap kepergiannya.
"Gladis!" panggil Rara berjalan kearahnya dari dalam rumah
"Iya, Kak?"
"Buatkan teh hijau untukku dan antar ke halaman depan."
"Maaf, aku sedikit letih, biar pembantu saja yang menyiapkan untuk Kakak. Aku akan menyuruhnya menyiapkan itu."
Rara melotot, "Aku minta kamu bukan pembantu!" geramnya.
Gladis sudah tahu bagaimana memperlakukan Rara. Ia tak mau lagi menuruti semua perintahnya yang sengaja ia buat-buat hanya untuk menjatuhkannya, apalagi sekarang ada Rania.
"Kak, aku tak mau bertengkar! Sekedar secangkir teh apa bedanya aku yang buat atau pembantu yang buat? Sama saja kan?!"
Rara terkejut. Ini kali pertamanya Gladis berani melawannya.
Gladia tak mau banyak omong. Ia menanggil salah-satu pelayan untuk meladeni wanita tua itu.
Rania tak mengira jika hubungan Rara dengan Gladis buruk seperti ini.
"Ada apa Nyonya?" tanya Nia.
"Buat teh hijau untuk Nyonya Rara lalu antar ke depan," perintahnya.
Rara mendekat dan langsung menampar wajahnya.
Rania dan Nia terkejut.
"Kamu babu! Itu sebabnya aku menyuruh mu!" geram nya. "Sekarang buatkan untukku!"
Gladia berusaha bersabar. Ia menuruti keinginannya agar permasalahan ini tak kian membesar.
Dengan menitikkan air mata ia membuat secangkir teh hijau itu dan membawanya kebadapan wanita tua itu.
"Ambil majalahku di lemari buku," perintahnya lagi.
"Maaf, Kamu ambil saja sendiri, aku bukan lagi babu mu."
Rara bangkit dan mendorong tubuhnya hingga hampir saja terjatuh.
"Kamu berniat menantangku?!"
Gladis tak tahan. Tanpa pikir panjang ia mengambil teh itu dan menyiramnya ke tubuh Rara. Rara berteriak histeris karena kepanasan.
"Babu sialan kamu!!" Ia melayangkan tangannya kearah wajah Gladis namun Gladis dengan cepat meraih tangan itu sebelum mendarat ke wajahnya.
Gladis lantas melepaskan tangan Rara dengan kasar, "Jangan lakukan lagi!" ancamnya dan berlalu.
Gladis sudah menabuh genderang perang. Rara semakin bernafsu ingin menyakiti dan menyingkirkannya.
....
Sore menjelang malam:
Romeo tiba di rumah. Ia mendapati Rania tengah merajut baju bayi mereka di ruang tamu. Rania berpikir yang datang bukan Romeo hingga ia tak menengok kedatangannya.
"Mas," sapa Gladis tersenyum mendekat dari arah dapur dengan membawa segelas jus apel.
Romeo terkejut ketika menatap wajahnya. Ia segera mendekat dan menyentuh pipi kanan Gladis, "Kenapa dengan pipimu? Kenapa biru begini?"
"Rara, aku bertengkar dengannya."
Seketika emosi Romeo mencuat. Ia berjalan dan berteriak ke arah kamar Rara. "Rara! Di mana kamu!!!"
Rania langsung bangkit. Gladis tahu keributan besar akan terjadi jika ia mengadu.
Romeo menggedor kamar Rara dengan kasar. Sontak Michael dan Rara terbangun dan membuka pintu, "Ada apa ini?!" bentak Michael.
"Apa yang kamu lakukan pada istri ku?!" tanyanya pada Rara.
Rara ketakutan dan berlindung di belakang Michael.
"Kamu berani menampar Gladis! Kamu mau aku jebloskan ke bui!"
Michael lantas berbalik, "Apa yang kamu lakukan pada Gladis?"
Rara terpojok akan tetapi ia tak ingin di persalahkan, "Dia yang mencari masalah...dia juga menyakitiku dengan melemparkan air panas pada tubuhku!"
Gladis dan Rania segera menghampiri mereka.
"Dia benar, Mas," sela Rania tiba-tiba.
Seketika Romeo berbalik.
Gladis terkejut.
"Gladis melakukan itu karena Rara menampar nya. Ia memaksa Gladis menbuatkan teh hijau untuknya namun Gladia menentang."
Romeo beralih menatap Gladis, "Benar itu, Sayang?"
"Iya, Mas. Aku tak pernah ingin bertengkar, tapi dia yang membuat perkara."
Romeo kembali berbalik menatap Rara, "Aku harap ini untuk yang terakhir kalinya kamu menyakiti istri ku. Jika sampai terulang lagi kamu pasti tahu apa yang bisa ku lakukan," acamnya serius. Ia mengandeng tangan Gladis menuju kamar mereka sementara Rania ia tinggalkan begitu saja.
Michael menyesalkan semua ini dan ia cukup malu akan kelakuan Rara. "Kamu lihat ini? Apa kamu mau kita terusir dari rumah ini?"
Rara masa bodo. Ia kembali masuk dan pura-pura tertidur.
"Mas.....kenapa aku seolah tak ada di matamu....?" batin Rania.
Romeo membelai wajah Gladis di atas ranjang. Ia sungguh tak tega. Ia merasa bersalah karena tak bisa melindunginya. "Aku minta maaf..." bisiknya.
"Untuk apa? Rara yang bersalah....bukan Mas...."
Gladis tahu jika Romeo merasa bersalah karena tindakan kakak kandungnya itu.
"Masih sakit?"
"Udah nggak," jawab Gladis tersenyum tipis. "Sudah kubuatkan sayur asam dan gulai kepala kakap. Mau aku siapkan?
"Tak usah. Aku bisa abil sendiri." Ia pun secara perlahan turun dari ranjang.
Dapur:
"Di mana masakan istri ku?" tanya Romeo pada Kania.
"Gladis, Tuan?" tanyanya ragu.
"Ya."
"Sebentar, Tuan."
Kania mengeluarkan masakan Gladis dari lemari pemanas dan memberikannya.
"Tuan mau saya bawa ini ke meja makan?"
"Iya, sendokkan juga nasi untukku."
Setelah semuanya terhidang ia menyantapnya dengan lahap. Ia begitu lapar karena tak sempat makan siang tadi di kantor. Rania kasihan melihatnya dan berinisiatif membuatkan segelas teh jahe agar staminanya tetap terjaga.
"Mas, ini aku buatkan teh jahe untukmu," ucapnya sembari duduk di samping Romeo.
Wajah Romeo kaku tanpa ekspresi.
"Kamu masih suka kan dengan teh jahe?" tanyanya tersenyum dan sangat lembut.
Bersambung.....