"Ada apa ini?"
Suara ibu Ratna menghentikan aksi tarik ulur amplop yang di lakukan oleh Bagas dan Arya. Keduanya menoleh, dan menatap ibu Ratna.
"Ini ibu, mas Arya mau mulangin sisah uang buat ganti rugi kemaren" ucap Bagas, sambil menunjukan amplop yang sudah di tangannya.
"Memangnya kenapa mas Arya?" Tanya Ibu Ratna.
"Maaf sebelumnya bu, tapi ganti rugi kemaren tak rasa kebanyakan, aku ndak enak kalo harus ambil semuanya" jelas Arya. "Aku harap dek Bagas sama Bu Ratna ndak keberatan kalo sisahnya aku kembalikan" imbuhnya, penuh harap.
Ibu Ratna tersenyum simpul, ia merasa kagum akan ke jujuran pria gagah dan sederhana itu.
"Oh.. gitu to, ya sudah tidak apa-apa, terima saja Gas"
Ucapan Ibu Ratna membuat Arya merasa legah, setidaknya ia tidak merasakan beban karena menerima sesuatu yang memang ia rasa bukan haknya.
Sedangkan Bagas dengan wajah yang datar ia menatap amplop di tangannya, dan kemudian ia masukan di kantong seragamnya.
"Terimakasih atas niat Bagas dan Ibu, saya hargai, tapi mohon maaf aku ndak bisa terima"
"Iya nggak papa mas Arya, aku bisa maklum" ujar bu Ratna dengan lembut.
"Syukurlah kalo gitu, aku ndak merasa terbebani" Arya menatap bu Ratna dan Bagas secara bergantian, "kalo gitu saya permisi dulu, mau melayani pembeli" Arya merunduk dengan takjim, kemudian ia berjalan ke arah dagangannya yang sedang di kerumuni anak-anak remaja putri berseragam SMA.
"Eh.. mas tunggu sebentar"
Arya terpaksa menghentikan langkahnya karena ibu Ratna memanggilnya. Ia menoleh dan menatap si pemanggil. "Ada apa bu?"
Sedangkan Bagas mengkerutkan wajahnya dan menatap malas ibunya.
"Anu... hem..." ibu Ratna merasa canggung, ia melirik anaknya yang masih berdiri mematung. Ibu Ratna melihat arlogi yang melingkar di pergelangan tangannya, "Gas... buruan ke kelas mu, bentar lagi masuk"
Merasa heran Bagas juga melirik jam tangannya, "masih tiga puluh menit lagi, Bagas masih mau di sini sebentar" Bagas ingin tahu maksud ibunya memanggil Arya.
"Bagas...!" Ibu Ratna menatap putranya dengan tegas.
"Ada apa sih bu?" Tanya Bagas, "memangnya kenapa kalo aku di sini" imbuhnya sambil melirik Arya yang sudah berdiri di dekatnya.
Sedangkan Arya hanya bengong saja, ia merasa bingung, kemudian melihat ibu dan anak itu secara bergantian.
Ibu Ratna melipat kedua tangannya di perut, "ibu bilang masuk!" Ucapnya dengan tegas.
Menarik napas dalam-dalam, kemudian Bagas hembuskan secara perlahan. Memutar bolah matanya, dengan hati yang dongkol Bagas menurti kata-kata ibunya. "Yaa..." ucap Bagas dengan separuh hati. Kemudian dengan berat hati Bagas mulai berjalan, namun pandangannya tidak lepas dari Arya dan ibunya.
Sedangkan Ibu Ratna, ia mendektai Arya saat Bagas sudah berjalan beberapa meter darinya, "maaf mas Arya" ucapnya sambil tersenyum simpul.
Akan tetapi Arya tidak memperhatikan wanita cantik yang sedang intens menatapnya. Hatinya merasa khawatir dan cemas saat melihat Bagas yang sedang berjalan namun tidak memperhatikan ke depan.
Brugh....!
"Adaaaauuh...!"
Teriakan Bagas karena jatuh dan masuk ke selokan, membuat Arya tersentak dan sepontan langsung lari mendekati Bagas.
"Ya ampun" ucap Ibu Bagas saat melihat anaknya sedang tersungkup di dalam selokan. Sama seperti Arya ia pun berjalan cepat menghampiri anaknya.
Jatuhnya Bagas menjadi pusat perhatian oleh anak-anak SMA, yang kebetulan lewat. Begitupun dengan remaja putri yang sedang memilih-milih dagangan Arya. Tidak sedikit yang menertawakan, ada pula yang merasa ibah.
"Ha.. ha.. ha.. ha.." suara tawa Yance sengaja ia keras-keraskan, "sukurin, meleng sih, hem ketauan kamu ya, doyan juga ternyata" ucap Yance dengan memicingkan mulutnya. Ia yang dari tadi tidak berkedip melihat tingkah bagas, bisa mengambil kesimpulan jika bagas mempunyai perasaan yang sepesial terhadap pedangan aksesoris itu.
Saat sudah berda di dekat Bagas, dengan wajah yang prihatin, Arya membungkuk, "ya ampun dek, kamu ndak apa-apa?"
Masih di dalam selokan duduk tersungkup, dengan seragam yang sudah dipenuhi lumpur, Bagas memegangi pinggulnya "ndak apa-apa gimana? Pinggangku sakit mas" ucapnya dengan mulut meringis menahan sakit.
Sedangkan ibu Ratna berdiri mematung, ia melipat kedua tangan di perut, dan menggeleng-gelangkan kepalanya. "Bagas... Bagas.. ada-ada saja kamu itu, jalan gak pake mata". Gerutunya.
Kata-kata ibu Ratna membuat Bagas merasa dongkol, di tambah dengan perasaan malu karena menjadi pusat perhatian. "Ibu itu gimana sih? Anaknya lagi kena musibah, bukanya dibantuin palah ngomel" gerutunya.
"Ya sudah buruan berdiri, ngapain di situ? Seneng amat mainan comberan" ucap bu Ratna. "Jadi tontonan tuh, seneng kamu?"
Dengan wajah yang merah karena kesal, di tambah dengan malu, bagas menebar pandangan pada orang-orang yang sedang melihat ia di dalam selokan. "Aku nggak bisa bediri, kakiku keseleo, pingganku sakit bu" ucapnya.
Melihat kondisi Bagas yang memprihatinkan, Arya merasa ibah, lalu tanpa pikir panjang ia turun dan masuk kedalam selokan. "Sini dek biar aku bantu" Arya yang sudah di dalam selokan membungkuk, sambil menulurkan tangan kekarnya.
"Kaki nggak bisa berdiri mas, kayaknya keselo" ucap Bagas yang masih meringis menahan sakit, sambil memegangi pinggangnya.
"Ya udah biar aku bopong aja" Arya menarik tangan kanan Bagas, kemudian mengalungkan di pundaknya.
"Aduh mas..."
Arya berhenti sejenak menatap Bagas yang masih nyengir, "kenapa dek?"
"Nggak papa, nggaj usah deh mas nunggu kaki saya agak mendingan aja, biar aku jalan sendiri" Bagas merasa malu karena menjadi pusat perhatian. Apa kata teman-temannya nanti jika melihatnya dibopong sama Arya. "Lagian aku nggak mau ngerpotin mas Arya, nanti bajunya kotor"
"Hala dek, sudah terlanjur kotor, ndak papa nanti aku bisa bersihin" tanpa mendengar kata-kata Bagas, Arya langsung mengakat tubuh Bagas.
Melihat tingkah Arya, ibu Ratna tersenyum simpul dan merasa tersentuh olehnya.
"Yah kok Bagas yang di bopong, jadi pingin jatuh ke got biar bisa di gendong mas Arya"
Huu...
Ucapan salah satu siswi membuat semuanya bersorak.
Arya yang mendengarnya hanya tersenyum nyengir. Sedangkan Bagas semakin tersipu dibuatnya.
"Terimakasih mas Arya, jadi ngerpotin" ucap Bu Ratna saat Arya sudah naik dari selokan dengan membopong Bagas. "Dibawa ke UKS aja kali ya?" Usul bu Ratna.
"Ke tolilet dulu deh, belopatan gini" serga Bagas. "Bersihin badan dulu"
"Oh .. yaudah, sekalian mas Arya nya juga bersihin badannya" ibu Ratna setuju dengan usul Bagas.
"Oh ya udah" ucap Arya. Kemudian ia berjalan menuju kesekolah melewati sekrumunan murid-murid yang sedang menonton tragedi itu. Dan semunya menyingkir memberikan jalan untuk Arya suapaya bisa lewat.
Yance yang melihat Bagas sedang dibopok Arya, hatinya merasa terbakar, ia menarik ujung bibirnya dan melirikan matanya, iri, "berlebihan, dasar munak, cari kesempatan dalam kesempitan" desis Yance sambil mengibaskan rambutnya yang tidak panjang.
"Mas Arya aku nunggu di UKS" ucap Bu Ratna yang sedang berjalan di belakang Arya.
"Oh.. iya bu.." ucap Arya tanpa menoleh.
Antara UKS dan toilet sekolah berbeda arah, sehingga mereka bertiga terpisah di koridor sekolah.
"Makasih ya mas, jadi nggak enak aku, malu sebenarnya" ucap Bagas yang masih dibopong Arya.
"Ndak papa, santai saja, cuma segini" Arya tersenyum nyengir, sebenarnya ia juga merasa lucu melihat Bagas yang sudah beloptan. Hanya ia menahan tawa karena tidak ingin membuat Bagas menjadi semakin malu. "Sakit banget ya dek?" Tanya Arya di selah-selah langkah kakinya menuju tolilet.
"Iya ni mas, kayaknya pinggang sama kakiku keseleo" jawab Bagas.
"Kalo kamu ndak keberatan, nanti di urut sama ibuku, kebetulan ibu bisa mijit" usul Arya.
"Hah.. serius mas?" Tanya Bagas girang.
"Hiyo.."
"Ya udah, nggak usah ke UKS nanti langsung ke rumah mas Arya saja" selain karena benar-benar ia butuh diurut, Bagas juga ingin tahu tempat tinggal Arya. Oleh sebab itu tawaran dari Arya bisa dijadikan alasan untuk tahu rumah Arya. Tanpa pikir panjang, Bagas langsung menerimanya.
"Ya udah kalo gitu, nanti langsung ke rumahku saja" Arya berhenti, ia menoleh ke kanan dan ke kiri, wajahnya terlihat bingung.
"Kenapa mas?" Tanya Bagas, ia heran melihat gelagat Arya yang sedang kebingungan.
"Anu ... toiletnya sebelah mana ya? Kok jauh amat" tanya Arya.
"Oh iya itu di sebelah sana" jawab Bagas sambil menunjuk arah toliet itu berada.
"Oh.." Arya kembali melanjutkan langkahnya, mengikuti arah yang di tunjuk oleh Bagas.
Bertepan dengan itu, bel tanda masuk berdering, sehingga siswa dan siswi lari ber harmburan memasuki sekolah.
Arya dan Bagas masih jadi pusat perhatian, bagi mereka yang kebetulan berpasan. Beberapa saat kemudian koridor menuju toliet terlihat sepi karena para pelajar sudah berada di dalam kelas masing-masing.
Sementara Arya yang masih membopong Bagas, melanjutkan langkahnya menuju toilet sekolah, untuk membersihkan tubuhnya yang ikut kotor, dan tubuh Bagas yang sangat belepotan.