Setelah ungkapan hati yang diutarakan oleh Bagas kepada Arya, dan setelah hubungan intim yang dilakukan Arya dengan Bagas. Itu membuat suasana hati keduanya menjadi canggung saat sedang menikmati sarapan pagi bersama. Wajah keduanya terlihat seperti seraba-salah. Meski kadang tersenyum, itu pun karena senyum yang dipaksakan. Tidak natural.
Tapi berbeda dengan ibu Ratna. Wanita yang sudah berumur namun masih terlihat cantik dan menggairahkan itu, wajahnya terlihat sangat bahagia pagi itu.
Ibu Ratna seperti sedang mengalami masa puber kedua. Layaknya seorang remaja yang sedang dimabuk asmara, bibirnya sangat sulit untuk menahan senyum.
"Gimana mas Arya? Bagas enggak ngerpotin kan?" Tanya ibu Ratna di sela-selah ia sedang mengunyah makanan.
Arya yang sejak tadi diam sambil menikmati sarapan, sedikit tersentak dengan pertanyaan ibu Ratna. "Iya... eh enggak bu," jawab Arya sedikit gugup.
Kemudian manik matanya melirik pada Bagas yang duduk tepat di hadapannya.
Seperti biasa lirikan mata Arya selalu membuat jantung bagas berdetak lebih kencang. Hatinya kembali berdesir.
"Kamu itu mas... mas, apa di matamu aku ini sudah begitu tua? Kok ya sepertinya susah sekali disuruh jangan panggil ibu." Ibu Ratna tersenyum simpul, dan sebenarnya ia tersipu setelah menyampaikan itu.
Melihat tingkah ibunya Bagas kehilangan selera makannya. Wajahnya menatap malas pada wanita yang ia panggil ibu.
Karena Arya sudah tahu jika Bagas sedang jatuh cinta dengannya, oleh sebab itu Arya bisa mengerti, dan ia bisa melihat ada rasa tidak nyaman tergambar di raut wajah Bagas. Pagi itu Arya benar-benar merasakan atsmofir yang kurang menyenangkan di ruang makan.
"Bukan begitu bu, tapi aku menghormati njenengan. Rasanya kok kurang sopan kalau aku harus panggil nama," ungkap Arya. Ia sebisa mungkin berusaha agar tidak membuat ibu Ratna tersinggung.
"Tapi ini aku lho yang minta," sergah ibu Ratna.
Arya tersenyum tipis, ia menoleh pada bu Ratna, tapi manik matanya sekilas melirik pada Bagas. "Iya tapi aku ndak bisa kayaknya bu."
Ibu Ratna menarik ujung bibirnya, sambil membuang napas berat, "jangan bilang ndak bisa mas, itu karena kamu belum terbiasa. Lama-lama juga pasti biasa."
Arya kembali tersenyum, "iya... mungkin begitu." Arya menjawab seadanya.
"Ibu kok tumben sudah pulang? Biasanyakan rencana tiga hari bisa sampai satu minggu. Harusnya kan, besok ibu baru pulang." Bagas merasa jengah dengan sikap ibunya. Oleh sebab itu ia mencoba mengalihkan, dan mengganti topik pembicaraan.
Pertanyaan Bagas yang tiba-tiba sedikit membuat ibu Ratna merasa gugup. Sekilas ibu Ratna bersitatap dengan Arya. Kemudian ia mengambil gelas berisi air mineral di hadapanya. Setelah ibu Ratna meneguk air mineral itu ia meletakn kembali gelas di atas meja sambil menoleh pada Bagas, sambil bibirnya tersenyum untuk menghilangkan rasa gugupnya.
"Ibu masih khawatir sama kamu, walapun ada mas Arya, tapi ibu takut bakal ngrepotin." Jawab ibu Ratna tidak sepenuhnya berbohong. Karena bagaimanapun Bagas adalah anaknya, tentu saja naluri keibuannya akan muncul jika anaknya sedang kesakitan. Tapi itu bukan alasan utama kenapa ibu Ratna sampai pulang cepat. Karena alasan yang sebenarnya adalah rasa kangen yang pernah ia utarakan pada Arya lewat telpon. Namun ibu Ratna tidak mungkin menyampaikan itu pada Bagas.
"Owh..." Bagas bukan anak kecil lagi, jadi sepertinya ia tahu gelagat ibunya yang sedang tidak jujur.
Lalu Jawaban singkat dari Bagas membuat ibu Ratna, dan Arya kembali bersitatap.
Beberapa saat kemudian ketiganya terdiam dan menikmati sarapan masing-masing. Hanya ibu Ratna yang terlihat santai dan merasa nayaman pagi itu. Berbeda dengan Arya dan Bagas. Jika Bagas merasakan gelisah, khawtir akan sikap ibunya terhadap Arya. Sedangkan Arya merasa tidak nyaman berada di tengah-tengah antara ibu dan anak itu.
"Ehem..." Arya berdehem setelah ia menyelesaikan sarapannya. Ibu Ratna dan Bagas sontak menatap Arya dengan cara tatapan yang berbeda. Ibu Ratna masih dengan senyumnya yang merekah, sedangkan Bagas masih terlihat datar. "Mungkin aku sekalian mau pamit, bu Ratna, dek Bagas." Arya menatap anak dan ibu itu secara bergantian.
"Lho... kenapa begitu?" Tanya ibu Ratna sedikit kecewa.
Sedangkan Bagas hanya diam saja, meski hatinya tidak ingin Arya pulang secepat itu.
"Njenengan kan sudah di rumah bu, kayaknya kurang pantes kalau saya masih di sini." Jawab Arya. Sebenarnya Arya sudah merasa tidak nyaman berada di tempat itu. Berada di dekat mereka membuat perasaan Arya sedikit tertekan.
Ibu Ratna membuang napas lega sebelum ia menanggapi Arya. "Kapan rencananya mau pulang mas?"
"Mungkin sekarang bu, setelah ini."
Bagas menatap teduh wajah Arya, ingin sekali ia mencegah. Namun tidak mampu mulutnya bersuara.
"Kalau aku boleh aku usul mas, mending nanti sore saja kamu pulangnya," ibu Ratna mengulurkan pergelangan tangan untuk memegang pergelangan Arya. "Biar Bagas yang antar kamu, habis pulang sekolah." Ibu Ratna menoleh pada Bagas. "Kamu mau kan Gas? Anter mas Arya pulang?"
"Oh... aku, iya," ucap Bagas gugup karena sedari tadi ia tertegun menatap Arya.
"Ndak usah bu, kasihan dek Bagas. Pasti dia capek pulang sekolah." Serga Arya.
Ibu jari bu Ratna mengusap lembut pergelangan tangan Arya, seraya berkata. "Bukan gitu mas, sebenarnya ada rencana minta temenin kamu ke notrais, aku pingin ngurus surat-surat ruko yang kita beli kemaren, mungkin sampai sore, mumpung aku ada waktu buat ngajarin kamu memulai usaha baru kita. Aku bisa aja sekalian anter kamu, tapi nggak enak sama tetangga kamu toh," ibu Ratna menatap Arya dengan tatapan memohon.
Sedangkan Arya nampak melirik Bagas yang dari tadi melihat telapak tangan ibunya meremas-remas pergelanganny.
Terlihat Bagas menelan salivah, rasa gelisah kembali muncul di hatinya.
"Gimna? Mau kan?" Imbuh bu Ratna dengan nada memohon.
"Ya udah kalo gitu," Arya tersenyum tipis sambil menganggukan kepala.
Jawaban Arya membuat senyum ibu Ratna mengembang, kemudian ia melepaskan genggaman tangannya di pergelangan Arya. "Ya udah aku tinggal dulu, aku mau nyiapin oleh-oleh buat ibu, sama si ganteng Adnan." Ibu Ratna berdiri dari duduknya dan berjalan meninggalkan Arya dan Bagas di ruang makan.
Setelah itu terlihat Bagas menegug air mineral, susudahnya ia mencangkolngkan tas gendong di sebelah pundaknya. "Mas aku berangkat dulu." Pamit Bagas sambil berjalan ke arah luar rumah.
"Hati-hati dek," ucap Arya sambil menatap bagian belakan tubuh Bagas yang sudah menjauh. Arya mengkerutkan kening dan menelan salivah saat tatapan matanya berhenti di bagian bokong Bagas. Tiba-tiba saja jantungnya berdegup kencang.
Di kamarnya, ibu Ratna tidak berhenti tersenyum saat sedang menyiapkan oleh-oleh yang sengaja ia beli untuk Adnan dan Ibu Sumi. Tujuan lain kenapa ibu Ratna meminta Bagas untuk mengantar Arya pulang, adalah supaya mereka terlihat lebih akrab.
Ibu Ratna ingin agar Bagas semakin dekat dengan Arya, agar pada saat ia meminta ijin nanti, Bagas tidak bisa menolaknya.