Pukul empat sore waktu sekolah berakhir sudah, semua murid berhamburan menghampiri kendaraan mereka. Begitupun dengan Zara, karena dia selalu berangkat menaiki bus, dirinya tak perlu susah payah untuk menuju tempat parkir. Dengan wajah kucel setelah seharian menerima pelajaran, membuat Zara ingin segera pulang dan membersihkan dirinya.
Jangan tanyakan kemana dua sahabatnya itu, yang satu menghampiri kekasihnya, dan yang satunya lagi Zara tak tahu kemana perginya. Terkadang dia sampai terheran, bisa-bisanya dia memiliki sahabat dengan sifat seperti itu. Ah, tapi dibanding dengan gadis remaja lain, Annette dan Cleo yang bisa pas dengan kepribadiannya.
Baru akan sampai gerbang sekolah, seseorang baru saja menyalipnya. Apa ini dinamakan takdir? Dia kembali bertemu dengan Zara. Jika Zara ingat kembali, ketika pertama kali dia ikut dengan Bara menuju panti asuhan itu pada hari Senin, dan hari ini adalah hari Senin. Dirinya ingin mengambil jaketnya yang sempat terkena muntahan salah satu anak dipanti.
"Bara," panggilnya.
Zara ini memang lupa atau pura-pura lupa? Laki-laki yang dia panggil itu bukan laki-laki yang mudah untuk bergaul. Teman sekelasnya saja jarang memanggil Bara, apalagi ini adalah siswi yang berbeda kelas pun berbeda jurusan. Mau dipanggil seberapa banyakpun Bara tak akan menoleh. Ditambah, Bara sudah hafal dengan pemilik suara yang barusan memanggilnya.
"Kau ini tuli atau bagaimana, sih?" kesal Zara ketika ia berhasil menggapai slaah satu pundak laki-laki itu. "Kau ingin ke panti, 'kan? Aku ik—"
"Tidak," potong Bara.
"Kau lupa? Jaketku masih be—"
"Akan aku bawakan besok," potongnya lagi.
Sudah tuli, sekarang memotong ucapanku. Memangnya kau ini paling keren? Tidak. Justru sangat mengesalkan bagi orang lain. Pantas saja kau tak punya teman—batin Zara yang sudah merasa kesal, lantaran kesabarannya diuji oleh Bara.
"Kekasihmu sudah menunggumu," tandas Bara yang langsung meninggalkan Zara dan juga Sadam.
Sadam? Rupanya laki-laki itu berada tepat dibelakang tubuh Zara, masih menunggangi motornya. Hal itu membuat Zara sedikit terkejut, dia sama sekali tidak mendengar suarea mesin motor yang berhenti dibelakangnya. Pikirnya, dialah yang tuli.
"Ada apa?" tanya Sadam.
"Seharusnya aku yang bertanya seperti itu,"
Hampir saja Sadam lupa, tujuan dia berada dibelakang Zara adalah ingin mengajaknya pulang bersama. Dia bilang, sekalian ingin membeli kue ditoko ibunda Zara. Sadam juga berkata, jika ibunya menyukai kue yang dia bawa.
Zara itu gadis yang tak ingin berpikir terlalu panjang, jika sudah ada yang menawarinya pulang bersama, dia tak akan menolaknya. Lagipula dia bisa menabung uang yang dia gunakan untuk menaiki transportasi umum. Jadi, sore ini dia kembali pulang bersama Sadam.
"Baiklah,"
Akhirnya motor itu melaju membawa dua orang menuju rumah Zara. Waktu yang ditempuh pun juga tidak terlalu lama, hanya sekitar dua puluh menit untuk sampai didepan halaman rumah Zara. Gadis itu juga segera menyuruh Sadam untuk menuju toko kue. Baru didepan pintu toko saja, sudah tercium aroma manis dari pemanggang, dan cukup menggoda untuk Sadam.
Suara decit dari pintu yang terbuka, membuat atensi beberapa pegawai disana menengok ke arah dua presensi remaja itu. Satu diantara keduanya adalah anak dari pemilik toko ini, yang tentu saja sudah sangat akrab dengan para pegawai. Dan tak heran jika gadis itu akan berisik ketika mencari ibunya. Itu tak setiap kali Zara lakukan, hanya ketika tokonya tak ada pembeli.
"Kamu itu kebiasaan sekali. Perempuan tidak bisa anggun," ucap sang ibu yang baru saja keluar dari dapur toko.
Kedua bola mata ibunda Zara langsung tertuju pada laki-laki yang putrinya bawa pulang. Benarkah cara penyebutan ibunya ini? Maksudnya, teman laki-laki Zara yang mengantarkan pulang Zara. Loyang berisikan kue yang baru saja matang, segera dia serahkan pada pegawai yang tengah berjaga dikasir, lantas menghampiri kedua remaja itu.
"Hey, kamu yang namanya Sadam itu, ya? Maaf ya, tante sedikit bingung untuk membedakan kamu dan juga Bara,"
Apa? Zara tidak salah mendengar? Ibunya menyebut nama Bara didepan Sadam. Kenapa harus melakukannya? Ini diluar ekspektasi Zara, dia malah terlihat seperti seorang gadis yang menyelingkuhi kekasihnya secara tak langsung karena ucapan sang ibu.
Sedangkan Sadam sendiri, hanya tertawa kecil dan tidak mempermasalahkannya. Pikirnya, memang kemungkinan laki-laki yang baru disebut oleh ibunda Zara itu datang ke rumah Zara. Pantas saja, tadi ketika akan keluar dari gerbang, Zara dan Bara terlihat saling mengenal. Walaupun Sadam tak begitu yakin dengan kedekatan mereka berdua, apalagi ketika melihat sikap Bara pada Zara.
"Sadam lebih tinggi dari Bara," celetuk Zara.
Berhubung tujuan Sadam datang sekalian ingin membeli kue ditoko ini, ibunda Zara langsung menyuruh Sadam untuk memilih. Dia mengelilingi beberapa rak dengan kue yang memiliki tampilan menarik.
Sedangkan dua wanita yang tengah memperhatikan Sadam itu saing berbisik, mereka tengah membandingkan Bara dan juga Sadam tanpa sepengetahuan dua laki-laki itu. Menurut Zara, ini tidak penting, karena Zara dan kedua laki-laki itu hanya teman. Toh, mereka juga baru saja saling mengenal.
"Sudah, Mama diam saja. Zara tidak ada niatan untuk mencari kekasih. Nanti yang ada, Zara akan dikatai sebagai murid baru yang centil," dia memberi jeda ucapannya sembari melihat tubuh belakang Sadam. "Lagipula, dia itu adalah kapten basket, banyak penggemarnya. Terutama para gadis," lanjutnya.
Ibunya hanya mengangguk dan tidak menimpali ucapan putrinya lagi. Wanita itu memilih untuk kembali ke dapur guna melihat kue lainnya yang sedang dipanggang. Tinggalah Zara dan Sadam yang berada disana. Selang beberapa menit setelahnya, Sadam membawa penampan berisikan banyak kue dan roti menuju kasir. Ya, karena hanya ada Zara, jadilah gadis itu yang akan menghitung semua pembelian Sadam.
Dengan bantuan mesin penghitung, Zara mulai mengambil satu persatu kue dan dia masukkan ke dalam kotak. Bisa dibilang, Sadam ini membeli dengan jumlah yang banyak, lantaran sudah tiga kotak untuk menempatkan semua roti dan kue pilihannya. Tentu saja jika begini, Zara bisa berharap jika Sadam akan menjadi pelanggan tetap disini. Kalau bisa meminta pun, Zara akan minta Sadam untuk memborong semua roti dan kue disini.
Setelah tiga kotak itu diberi plastik, Zara langsung memberitahu jumlah pembelian Sadam. "Totalnya tujuh ratus dua puluh lima ribu," katanya sembari memberikan kotak itu pada Sadam.
Baru saja akan memasukkan uang yang baru saja Sadam berikan, dari dapur toko, ibunya bersuara dengan lantang, yang malah membuat Zara terdiam ditempat sembari melihat lembaran uang itu.
"Berikan potongan seratus dua puluh lima ribu untuk Sadam!!"
Yang benar saja? Seratus dua puluh lima ribu itu cukup banyak untuk bisa membeli sepuluh roti ditoko ini. Dan dengan mudahnya, sang ibu malah memberikan potongan itu untuk temannya ini. Hah, padahal belum ada sepuluh menit, Zara berharap jika Sadam bisa menjadi pelanggan tetap ditoko kue ibunya ini. Jika setiap Sadam datang dan membeli kue, lalu diberi potongan harga, harapan yang Zara panjatkan tadi akan dia batalkan saja.
"Iya, Ma,"