Pakaian olahraga yang terlipat dengan rapi didalam tas milik Zara sudah wangi dan siap untuk dipakai pada jam pelajaran ketiga nanti. Dari lima hari sekolah, hanya satu hari yang Zara suka. Dimana satu mata pelajaran ini bisa digunakan tanpa harus menatap papan tulis yang menurutnya membosankan.
Ah, tapi baru saja duduk dengan santai, lantaran guru dimata pelajaran tidak bisa hadir, suara guru olahraga itu mendadak mengganggu ketenangannya. Dan itu juga membuat Zara, Annette, dan Cleo cukup terkejut.
"Kalian ada mata pelajaran saya dijam ketiga nanti, 'kan? Tapi, berhubung nanti saya ada acara, jadi jam mata pelajaran kalian akan saya gabungkan dengan IPA dua. Saya juga tahu jika guru jam pertama kalian tidak bisa hadir. Saya beri waktu lima belas menit untuk kelas kalian mengganti pakaian olahraga," jelas guru olahraga itu.
Tiga gadis itu dengan segera menuju kelas mereka guna memberitahukan pada temannya yang lain perihal perintah guru olahraga mereka tadi. Sudah jelas, mereka bertiga lah yang memiliki pergerakan paling cepat untuk berganti, karena jika tidak begitu, yang ada mereka akan telat untuk sampai di lapangan. Zara, Annette, dan Cleo tidak ingin memikirkan teman sekelasnya yang lain. Hukuman dari guru olahraga itu berlaku untuk perorangan, bukan per kelas. Jadi, sebisa mungkin mereka bertiga menghindari hukuman itu.
Beruntung sekali, mereka bertiga sempat berada di luar kelas, dan sekarang menjadi tiga orang pertama yang berganti pakaian. Dibelakang mereka pun seluruh teman sekelasnya yang sudah berganti turut membuat barisan. Tentu saja, antara kelasnya dan kelas sebelah memiliki batas antar kelas untuk membedakannya.
"Tiga.. Dua.. Satu.."
Tepat pada hitungan terakhir, seluruh siswa dari kelas Zara akhirnya berkumpul di lapangan. Namanya juga dua kelas yang tergabung, sudah pasti Zara melihat Sadam, Tantra, dan Kafka juga disana. Cukup mengasyikkan sepertinya, olahraga sembari melihat Sadam.
Saat itu juga guru olahraga mereka mengarahkan untuk mereka melakukan pemanasan sebelum materi pelajaran akan diberikan. Lari tiga kali mengelilingi lapangan, sudah biasa dilakukan oleh seluruh siswa sekolah itu. Dan sudah biasa juga banyak para siswi yang mengeluh karena merasa lapangan sekolah mereka terlalu besar untuk dikelilingi sebanyak tiga kali.
Lebih dari lima menit dihabiskan untuk mengelilingi lapangan, mereka kembali berkumpul menjadi barisan sesuai kelas. Sebenarnya jika boleh memilih, grup laki-laki meminta untuk bermain sepak bola dan grup perempuan meminta untuk bermain kasti. Tapi itu semua akan diperbolehkan setelah satu jam pelajaran digunakan sebagai materi voli. Tak apa, setelahnya jam pelajaran olahraga akan kosong.
Entah ini terjadi disekolah Zara atau sekolah lain juga mengalaminya, satu hal yang terjadi disini adalah, beberapa siswi dari kelas IPA dua ada yang tidak menyukai Zara dan kedua sahabatnya. Tidak, lebih tepatnya mereka tidak menyukai Annette, lantaran gaya feminim Annette yang terlalu berlebihan, membuat siswi IPA dua tak menyukainya. Karena rasa tidak suka itu, membuat mereka bermain bola voli dengan sedikit lebih kasar. Beberapa kali lemparan bola itu justru mengenai Zara. Karena masih ada guru olahraga, Zara memilih untuk mengabaikannya, karena jika Zara tanggapi akan menimbulkan keributan.
Selama jam pelajaran itu, Zara dan Annette yang paling banyak terkena pukulan bola. Sampai akhirnya guru mereka sudah mengizinkan mereka untuk memilih olahraga pilihan mereka, barulah Annette berbicara pada siswi IPA dua. Bisa dibilang, cara Annette berbicara pun masih lembut, karena dia sadar mereka tidak terlalu akrab.
"Jika aku tidak salah, kau sengaja melemparkan bola ini padaku dan Zara?"
Dengan sikap angkuhnya, lawan bicara Annette segera merebut bola yang Annette bawa, dan melempar bola itu pada ring basket. "Karena kau berlagak paling cantik disini. Lagipula, kedua temanmu juga sama halnya," ucapnya menatap Annette dan kedua temannya secara bergantian.
"Biarkan ring basket yang menjawabnya," ucap Zara yang menarik Annette dari siswi itu.
Jangan tanyakan bagaimana raut wajah Annette dan Cleo. Mereka berdua sangat terkejut setelah Zara menantang siswi kelas sebelah dengan bertanding basket.
"Kau bodoh, Zara, bisa-bisanya kau menantang mereka dengan bermain basket. Tak ada satupun dari kita yang bisa bermain basket," celoteh Annette, dirinya merasa frustasi karena perbuatan sembarangan yang Zara lakukan.
"Kekasihmu 'kan juga pemain basket,"
"Yohan, bukan aku,"
"Apalagi kelas mereka terkenal karena pandai basket. Aku tak tahu, apa siswi disana juga pandai bermain basket," Cleo menambahkan.
Baiklah, saat ini Zara merasa bersalah. Dia akui, memang tadi dia menantang tanpa memikirkan nasib tim-nya. Dia hanya tak suka ketika melihat lawan bicara Annette tadi yang melempar bola tepat pada ring, Zara pikir itu hanya keberuntungan saja.
"Baiklah, aku minta maaf,"
Karena pertandingan basket antar kelas ini akan berlangsung beberapa menit lagi, Zara dan kedua sahabatnya sedang mencari dua siswi lagi dari kelasnya. Iya tahu, memang sulit membujuk dua teman dari kelasnya. Tapi Zara tak kehabisan akal, dia menjanjikan akan membawakan kue gratis dari toko ibunya, barulah dua orang yang Zara butuhkan mengiyakan ajakan Zara.
Sedangkan di kelas IPA dua, lima siswi yang akan bermain basket sedang mempersiapkan diri mereka. Sadam yang baru saja memasuki kelas memasang wajah heran dengan keadaan kelas yang sedikit gaduh. Dia dan Kafka berjalan mendatangani Tantra yang tengah menyejukkan diri dibawah kipas angin milik kelas.
"Ada apa dengan mereka?" tanya Sadam yang baru saja menduduki meja Tantra.
Kedua bola mata Tantra hanya melirik sekilas sebelum kembali tertutup untuk merasakan angin yang meniup wajahnya. "Mereka akan bertanding basket untuk merebutkanmu,"
Sadam sudah mengerutkan kedua alisnya, sejak kapan gadis sekelasnya ada yang menyukainya? Bukan Sadam berharap, tapi dia tak pernah melihat ada teman sekelasnya yang memperlihatkan sikap ketertarikan padanya. Beda cerita lagi ketika dia tengah bertanding, seluruh gadis dikelasnya pasti akan meneriaki namanya.
"Bertanding dengan tim mana? Aku lihat hanya lima orang yang sedang bersiap," Kafka juga penasaran.
"Zara dan teman-temannya," jawab Tantra dengan santai.
Mendengar nama gadis itu sontak membuat Sadam panik sendiri. Tanpa menghiraukan temannya lagi, dia berlari keluar kelas menuju kelas IPA satu—kelas Zara berada. Tak langsung masuk, Sadam memperhatikan Zara dari luar kelas. Dia ingin memanggil gadis itu, tapi Zara tak menghadap kearahnya.
Karena merasa geregetan juga, dengan lantang Sadam memanggil gadis itu. "Zara!!!" panggilnya.
Merasa namanya dipanggil pun, akhirnya Zara berjalan keluar kelas menuju Sadam. Gadis itu masih memasang wajah biasa saja, seperti tak akan terjadi pertandingan diantara kedua kelas.
"Aku tak tahu apa yang memulai pertandingan yang kalian buat, tapi aku hanya ingin berpesan padamu dan anggota timmu untuk berhati-hati saat bertanding nanti. Seluruh gadis dikelasku tak akan bermain halus untuk mendapatkan kemenangan, mereka akan menyenggol secara kasar. Dan yang paling terpenting, hindari kaki kalian dari mereka. Ingatlah, tak ada satupun gadis dikelasku yang memahami peraturan basket, kau bisa bermain dengan asal menembakkan bola menuju ring," kata Sadam panjang lebar.
"Baiklah, akan aku ingat semua perkataanmu. Terimakasih,"