Chereads / I Choose Basketball / Chapter 20 - Bayangan

Chapter 20 - Bayangan

Berhubung kelas Zara masih ada sisa dari jam mata pelajaran olahraga yang tak terpakai, dia gunakan untuk beristirahat. Bertanding dengan kelas sebelah bukan hal mudah. Memang benar, tak ada satupun dari mereka yang mencetak angka, bisa dibilang pertandingan tadi hanya sedang merebutkan bola. Paling tidak, Zara tak merasa malu juga tak bisa mengalahkan tim lawan karena tantangan yang ia lontarkan pada mereka.

Dia terduduk dengan rambut yang terikat asal, dia mengambil kipas angin portable yang berada diatas meja Annette. Berhubung sahabatnya itu belum masuk ke dalam kelas, jadi akan Zara pakai sebentar. Jarak bangkunya dengan kipas angin kelas sangatlah jauh, dia juga malas untuk berjalan.

Karena tak tahu ingin melakukan apa, dia hanya bisa berdiam diri sembari bermain dengan ponselnya. Keadaan kelasnya juga sudah rame, kebanyakan dari temannya membawa makanan dan minuman yang mereka beli dari kantin ke dalam kelas. Dan Zara juga yakin jika Annette dan Cleo pasti pergi ke sana juga tanpa mengajaknya. Huh, ingin kesal, tapi yang memilih meninggalkan mereka terlebih dahulu juga dirinya.

Belum saja ponselnya menyala, pikirannya mendadak melayang pada presensi lain yang cukup membuatnya terkejut pun terheran. Iya, Zara mendadak memikirkan Bara. Dirinya masih tak menyangka jika Bara adalah anak dari orang yang berada. Memang kita tak bisa menilai seseorang hanya dari penampilannya. Zara yang mengira Bara adalah laki-laki berangasan yang tidak memiliki aturan didalam hidupnya, tapi setelah ia tahu rumah dan sedikit mengenal ibunya, sepertinya Zara akan menyimpulkan jika Bara hanya kurang rasa kasih sayang dari keluarganya.

Zara kembali terdiam selagi berpikir, sepertinya tidak mungkin jika Bara kekurangan rasa kasih sayang kedua orang tuanya. Ibunya saja terlihat lembut dari tutur bicara dan perlakuannya. Bahkan sampe menyuruh Bara untuk mengantarkannya pulang. Jika dibandingkan dengan dirinya, Bara jauh lebih beruntung. Dia memiliki keluarga utuh, sedangkan Zara hanya mendapatkan rasa kasih sayang dari ibunya.

"Tidak penting bagiku," ucapnya sendiri yang mencoba untuk mengeyahkan pemikirannya tadi.

"Apa yang tidak penting bagimu?"

-

-

-

Pukul sepuluh pagi, dimana saat itu jam bimbingan konseling dimulai, guru yang akan memberi banyak nasihat sudah datang ke kelas Zara. Sebenarnya bukan jam pelajaran yang sulit untuk diikuti, hanya saja terkadang untuk mendengarkan nasihat saja para siswa memilih tidak melakukannya. Menurut mereka itu membosankan, karena tak akan berpengaru apapun pada mereka.

Ya, salah satunya Zara, dia hanya melamun dan melihat bagaimana gurunya banyak berbicara. Sebenarnya tidak ada niatan untuk mengabaikan semua nasihat sang guru. Namun, saat guru itu memberikan nasihat yang berhubungan dengan apa yang dia pikirkan, kalimat itu justru membuat Zara membayangkannya.

"Peran kedua orang tua itu sangat penting bagi anaknya, terutama untuk para remaja yang sedang tumbuh seperti kalian. Dimana, emosi diusia kalian itu masih terbilang labil. Dan kalianpun juga harus bisa memposisikan diri untuk menerima sisi baik maupun sisi buruk didalam keluarga kalian, karena mereka adalah rumah kalian saat kalian dalam masalah,"

Lalu, bagaimana denganku yang hanya memiliki seorang ibu?—batin Zara.

Gadis itu terdiam hingga tanpa sadar dirinya melamun, beberapa kali Cleo menepuk salah satu bahu Zara, lantaran sang guru yang memperhatikan Zara tengah melamun. Barulah Zara menyadari kedatangan guru itu tepat dihadapannya.

"Apa kau sakit?" tanya guru itu.

Dengan gerakan pelan Zara menggelengkan kepalanya. Dia sudah berkata dengan jujur, jika dirinya tidak sakit. Hatinya sedikit terguncang ketika mendengar semua ucapan guru konseling itu. "Tidak, Bu," jawabnya.

Karena merasa jawaban Zara tak perlu dikhawatirkan, guru itu kembali berjalan mengelilingi kelas. Memberikan nasihat sembari melihat apa saja yang muridnya lakukan ketika jam bimbingan konseling tengah berlangsung. Zara sendiri kembali mengembalikan konsentrasinya pada jam pelajaran saat ini. Sebenarnya gadis itu juga sedikit lelah setelah bertanding tadi. Dia tidak biasa bermain basket seperti itu, dan membuat tangannya saat ini terasa pegal.

Walaupun sudah berusaha untuk mengembalikan konsentrasinya, tak sepenuhnya pikiran Zara berada di kelasnya. Padahal baru beberapa menit dia mengenyahkan pemikirannya, tapi Zara kembali melakukannya. Kali ini bukan tentang dirinya, tapi tentang Bara. Laki-laki itu sudah semakin membuat Zara penasaran.

Tapi, kenapa Bara seperti anak berandal? Ibu dan ayahnya saja terlihat seperti orang yang berpendidikan tinggi. Tidak mungkin jika mereka tidak mengajarkan sopan santun pada Bara?—batin Zara lagi.

Disaat Zara masih bermain dengan pemikirannya, bel untuk istirahat kedua telah berbunyi, menandakan jam pelajaran saat ini harus diakhiri. Seperti biasanya, diistirahat kedua ini, para siswa yang beragama muslim agar berjalan ke masjid untuk menunaikan ibadah sholat. Sedangkan sisanya, mereka akan pergi ke kantin untuk mengisi perut mereka dengan makanan.

Berhubung Zara sedang berhalangan untuk sholat, dia bersama kedua sahabatnya. Disitulah Annette dan Cleo mulai melemparkan pertanyaan mengenai Zara.

"Kau masih memikirkan Bara?" tanya Cleo.

"Iya," jawabnya singkat.

Alasan Cleo bertanya seperti itu, karena Zara sudah menceritakan semuanya pada dua sahabatnya itu. Tidak semua, hanya yang membuatnya bingung saja. Disamping itu, Zara juga tak ingin kedua sahabatnya berpikiran terlalu jauh mengenai Bara.

"Kau menyukainya?" kini giliran Annette yang bertanya.

Zara menggelengkan kepalanya, "Tidak," dia menjeda ucapannya sekaligus menegakkan tubuhnya. "Kalian tidak mengenalnya, jadi jangan asal menuduh yang tidak-tidak," sambungnya.

Bukan Zara ingin membela Bara, tapi pada kenyataannya memang begitu. Annette, Cleo, dan semua orang tidak mengenal Bara lebih jauh, mereka hanya menganggap Bara adalah laki-laki yang bisu dan anti-sosial. Bahkan, Zara saja berharap bisa menjadi teman cerita Bara, walaupun itu mungkin tak akan terjadi. Dia jadi ingin tahu, apa yang membuat sifat Bara seperti ini. Maksudnya, kenapa Bara sangat betah dengan keadaannya yang sekarang? Ketika disekolah lamanya, Zara tidak kuat dengan kesendiriannya. Dia sangat membutuhkan teman yang bisa menjadi tempatnya bercerita ataupun berkeluh-kesah.

Atau mungkin memang zona nyaman laki-laki itu berada pada kesendiriannya. Memang setiap orang berhak memilih apa yang ingin dilakukannya, tapi membutuhkan dan berinteraksi dengan orang lain juga sangat dibutuhkan. Tak mungkin 'kan jika sudah dewasa nanti, akan melakukan segala hal dengan sendiri. Bekerja saja juga membutuhkan orang lain.

"Tapi, kau sangat membelanya. Ya, wajar saja jika kami menerka kau menyukainya. Dibandingkan dengan Bara, kau lebih baik dengan Sadam saja. Dia laki-laki yang normal, tidak seperti laki-laki yang kau bayangkan saat ini," celoteh Annette.

Zara menghela nafasnya panjang, dia muak dengan obrolan yang menjalar kemana-mana. Lain kali, dia tak akan menceritakan Bara pada dua sahabatnya ini. Mereka tetap akan mencela Bara, dan tak bisa memahami keadaan.