Seluruh gadis dari dua kelas IPA itu bersiap untuk berkumpul menuju lapangan basket. Hanya para gadis saja, siswa laki-laki lebih memilih untuk bermain sepak bola seperti yang mereka inginkan sejak awal.
Dibandingkan Annette, Zara justru jauh lebih tenang menyikapi pertandingan ini. Bahkan tak nampak ada raut wajah ketakutan. Sedangkan keempat teman lainnya sudah mengigit bibir bawahnya lantaran khawatir dengan jalannya pertandingan. Padahal, semua ucapan Sadam tadi, sudah Zara sampaikan semua pada keempat temannya yang akan bertanding juga. Tidak tahu, apa mereka berempat memahami perkataan Zara atau tidak.
"Ingatlah apa yang aku katakan tadi," ucap Zara yang kembali mengingatkan timnya.
Lima gadis dari kelas IPA satu itu sudah bersiap di lapangan basket selagi menunggu lawannya. Semua penonton yang berasal dari kedua kelaspun juga sudah mencari tempat ternyaman untuk menyaksikan teman-teman mereka akan membuktikan kelas mana yang hebat dalam bermain basket. Ah tidak, sebenarnya bukan menunjukkan kelas mana yang paling hebat, ini karena ego mereka yang tak bisa terkontrol, dan justru menyebabkan keangkuhan pada diri sendiri.
Karena Sadam juga mengkhawatirkan jalannya pertandingan ini, dirinya, Kafka, dan Tantra juga turut mencari tempat disebelah para gadis satu kelasnya. Dari tiga orang itu, hanya Tantra yang sama sekali tidak berminat menonton. Jika bukan karena paksaan Sadam, dia juga tak akan mau berdiri didekat pohon seperti ini. Walaupun tidak terkena terik panas, tapi menonton pertandingan para gadis seperti ini tidak akan seseru seperti pertandingan yang dilakukan oleh pemain basketnya langsung.
Saat ini, dua tim dari kelas yang berbeda saling berhadapan ditengah lapangan. Karena Zara yang sudah menantang lebih dulu, dialah yang mengambil posisi sebagai kapten timnya. Seperti yang Sadam katakan tadi, tim lawan mereka sama sekali tidak mengerti aturan bermain basket. Sebenarnya bisa dibilang tidak sulit untuk bertanding, hanya saja kesulitannya berada pada cara bermain mereka. Itu yang sempat membuat Zara mengkhawatirkan keempat temannya.
Suara sorakan dari penonton mengudara masuk ke dalam setiap rungu para pemain. Beberapa dari mereka juga memanggil nama tim dari kelas yang mereka dukung. Tidak ada yang tahu akan seperti apa jalannya pertandingan ini. Hanya bermodalkan tekad untuk saling mengalahkan. Bukan seperti jalannya pertandingan sungguhan, bahkan tak ada suara tiupan peluit untuk memulai pertandingan ini. Hanya suara dari penonton yang mereka gunakan, tapi suasana disana dibuat seolah seperti tengah bertanding didalam stadion. Terdengar lucu, bukan?
Bola yang sudah terlempar kesana-kemari dan diperebutkan untuk dimasukkan ke dalam ring lawan membuat seluruh pasang mata penonton mengikuti arah bola itu. Tak terkecuali Sadam yang masih khawatir dengan kemungkinan kecil yang bisa menjadi kemungkinan besar untuk terjadi. Ah, bagaimana Sadam harus menjelaskan ini? Dia sendiri juga bingung untuk mengatakannya.
"Ayo Zara!! Serang dari sisi kanan!!" teriak Sadam pada Zara yang sedang bertanding.
Suara teriakan Sadam itu justru mengambil atensi gadis satu kelasnya yang saat ini tengah menatap tajam pada laki-laki itu. Mereka seolah tidak terima jika Sadam memberikan dukungan pada tim Zara. "Apa-apaan kau ini?! Zara bukanlah tim yang seharusnya didukung!" protes salah satu gadis disana.
Seperti mendapat serangan dadakan dari teman sendiri, Sadam sedikit gagap untuk menimpali ucapan gadis satu kelasnya. "Tidak, k-kau salah dengar. Aku tadi berkata 'ayo, kalahkan Zara'. Jangan salah paham terhadapku," alibinya.
Dibilang cukup aneh, ya memang aneh. Sadam itu terkenal dengan sifatnya yang menawan dan keren. Tapi, disamping itu, dia juga terkadang merasa takut jika teman sekelasnya—apalagi teman perempuannya sudah berkata dengan perkataan yang cukup menakutkan. Hanya sampul depannya saja yang terlihat seperti tokoh fiksi yang diidamkan para gadis, selebihnya dia seperti anak laki-laki pada umumnya.
Mengesampingkan Sadam, di lapangan basket saat ini masih penuh akan sorakan penonton dari masing-masing kelas. Mungkin jika ada guru yang melihatnya, mereka akan membiarkannya lantaran berpikir itu hanya pertandingan biasa saat jam olahraga berlangsung, tanpa mengetahui kejadian yang sebenarnya.
Pertandingan yang baru berlangsung sepuluh menit itu, mendadak menegang setelah salah satu anggota tim dari kelas IPA dua dengan sengaja menggunakan kakinya untuk membuat Zara tersandung. Memang pada akhirnya Zara terjatuh dan bola pun direbut oleh tim lawan. Tapi, bukan Zara jika tidak punya akal untuk membalasnya. Dia segera bangkit dan kembali mengejar bolanya.
Zara tak akan melakukan hal yang sama dengan cara kotor. Dia tetap akan melakukannya dengan cara yang aman. Menurutnya, jika ia juga menggunakan cara yang kotor, pasti tim lawan pun juga akan membalasnya kembali.
Dia berlari mengejar orang yang sudah merebut bola darinya, memang tak cukup untuk merebutnya kembali. Zara hanya berpikir untuk langsung berlari ke arah ring. Dan tepat saat bola dilempar, saat itu juga Zara segera melompat untuk menahan bola itu agar tidak masuk ke dalam ring.
Dengan batas waktu sisa mata pelajaran olahraga jelas IPA dua yang tersisa lima belas menit, mendadak Sadam berlari ke tengah lapang untuk menghentikan pertandingan itu dengan alasan teman satu kelasnya harus segera mengganti pakaian mereka sebelum guru dari pelajaran berikutnya datang.
"Hentikan!" ucap Sadam yang membuat seluruh gadis ditengah lapangan menatapnya. "Sudahi pertandingan tidak masuk akal ini. Lebih baik kalian ganti pakaian," titah Sadam pada tim dari kelasnya.
Karena tidak suka dihentikan secara dadakan seperti ini, salah satu gadis yang membawa bola basket langsung melemparkan secara kasar pada tim Zara, dimana Cleo lah yang menangkap bola itu. Meninggalkan tim Zara yang masih terengah ditengah lapang bersama Sadam yang menghampiri Zara.
Dengan wajah senyumnya Sadam kembali berbicara, "Kau cukup keren ketika bermain tadi," puji Sadam pada Zara.
"Tak usah bicara omong kosong. Tak ada satupun dari kami yang bisa bermain basket, dan kau dengan ringannya berkata jika aku keren ketika bermain,"
"Baiklah, baiklah," Sadam memberikan jeda pada ucapannya. Senyumnya semakin lebar saat dia mulai mengucapkan terimakasih pada Zara, dan itu justru membuat Zara bingung dibuatnya. "Terimakasih, karena kau bertanding demi aku," ucap Sadam lagi.
Sembari menyeka keringatnya, Zara menatap Sadam dengan kerutan didahinya. Dia tertawa kecil sebelum membalas ucapan Sadam. "Dia tampan, tapi juga bodoh," tandasnya pada Annette dan Cleo dan langsung meninggalkan lapangan.
"Maksudnya?" bingung Sadam.
Dibelakangnya, Annette juga ikut tertawa kecil. Dia menghampiri Sadam untuk menjelaskan apa maksud ucapan Zara. "Kalian berdua sama-sama bodoh. Zara bertanding bukan karenamu atau demi dirimu. Kelasmu dan kelasku bisa bertanding karena Zara sendiri yang membuat tantangan bodoh ini," ucap Annette yang menepuk dahinya beberapa kali.
"Temani aku mengembalikan bola," pinta Cleo pada Annette.
Kedua gadis itu juga meninggalkan Sadam sendirian ditengah lapang dengan wajah yang datar. Laki-laki itu masih terpaku dengan keadaan sebenarnya.
"Tantra sialan!!" umpatnya.