"Tapi, Nick, kamu yakin ini semua akan berhasil? Bagaimana jika sampai Andien memanfaatkan keadaan ini?" tanya Bianca yang terlihat cemas.
"Tenanglah, Bianca. Aku akan berusaha mengambil semua nama baikmu, yang terpenting kamu bisa bahagia. Persoalan Andien, biarkan aku yang urus. Kamu hanya perlu mengingat masalahmu dengan Benny. Dia pasti sudah sangat kesal karena aku tidak ingin kamu kehilangan pekerjaan itu. Bukankah pernikahan kamu dengan Benny hanya tertulis di atas kertas, meskipun memang benar kalian menikah secara nyata di depan Tuhan, tapi tetap saja di matanya Benny, kamu masih memiliki hutang yang harus kamu lunasi dengan bekerja dengannya. Aku tidak ingin kamu sampai di denda atas kelalaian mu, Bianca. Sekarang aku akan menemanimu untuk menghadap langsung kepada Benny, dan mengatakan yang sebenarnya," sahut Nick dengan penuh kepercayaan dirinya yang tinggi, meskipun belum yakin akan ada hasil atas kesempatan mereka.
"Oh tidak perlu, masalah antara aku dengan Benny, biarkan menjadi urusanku. Aku takut dia sampai marah atau memukuli mu seperti kemarin. Tentunya aku merasa bersalah, Nick. Percayalah bahwa aku bisa menyakinkan Pak Benny. Kalau begitu biarkan aku sendiri yang mengurus masalah ini, kamu fokus saja dengan Andien, agar nama kita berdua kembali membaik di depan semua orang." Nick memegang tangannya Bianca agar membuat Bianca lebih tenang dan bisa percaya dengan semua ucapannya.
"Baiklah kalau begitu. Ya sudah nanti kamu bisa mengantarkan aku pulang ke rumahnya Benny, aku tidak ingin hal ini terus berlarut apalagi sampai menginap di rumahnya Andien."
"Tentu saja, Bianca. Aku sudah pasti akan melakukan hal itu."
Terdiam beberapa saat, hanya berupaya untuk membuat kepala lebih tenang. Meskipun demikian, begitu banyak persoalan yang membuat keduanya sama-sama terdiam menikmati keindahan pantai yang berada di depan mata. Tidak bisa berlama-lama meskipun sangat ingin menetap dengan lama, keduanya pun memutuskan untuk kembali, dan seperti niat yang sebelumnya.
Nicky segera mengantarkan Bianca sampai di depan rumahnya Benny dengan menggunakan sepeda motor. Bianca berpikir jika saat itu, Benny belum pulang kerja, tapi tanpa sepengetahuannya ternyata Benny sudah melihat kedatangan Bianca dari lantai atas. Dengan berusaha berdiam diri sembari menunggu sampai Bianca datang.
"Nick, kamu enggak mau masuk dulu?"
"Enggak deh lain kali saja, aku juga merasa tidak enak hati dengan Benny. Ya sudah kalau begitu aku pergi dulu ya. Jika ada kabar nanti aku akan segera mengabari mu," sahut Nick dengan penolakannya.
"Ya baiklah kalau begitu, hati-hatilah di jalan."
"Tentu saja, Bianca."
Berpisah di depan gerbang utama, laku Bianca masuk ke dalam rumah itu. Tiba di dalam rumah, beberapa pasang mata melihat dirinya dengan tatapan tajam bahkan ada yang sampai diam-diam membicarakan dirinya, padahal Bianca masih bisa mendengar. Tanpa ingin memperdulikan hal itu, dengan cepat Bianca naik ke lantai atas untuk menuju ke kamarnya bersama dengan Berlyn. Tepat baru pertama menekan pegangan pintu tiba-tiba saja suara tepuk tangan menyambut dirinya.
"Wow! Akhirnya Tuan rumah datang juga. Bagus ... Bagus sekali, lanjutkan, Bianca," ucap Benny dengan tiba-tiba secara dengan sengaja ingin membuat Bianca terlihat seperti pemilik rumah yang sesungguhnya.
"Um .... Aku pikir Pak Benny belum pulang, ternyata sudah pulang ya. Memangnya Bapak tidak berangkat kerja?" tanya Bianca seraya menyembunyikan ketakutannya.
"Memangnya kenapa? Kamu takut kalau saya melihatmu sedang diantar pulang oleh pria itu tadi, begitu? Saya rasa sekarang bukan hanya saya saja yang sudah tahu dengan semua ini, bahkan semua orang juga sudah tahu kedekatan kamu bersama pria itu tadi, dan saya juga tidak menduga kalau kamu bisa merebut pria itu dari temanmu sendiri. Pantas saja, waktu itu saya menemukan kalian sedang berduaan di rumah pria itu," ucap Benny yang terlihat kesal.
"Namanya Nick, Pak. Tapi, aku bisa mengatakan kalau semua itu tidak benar. Semua yang sudah terjadi padaku dan Nick adalah jebakan dari seseorang yang tidak aku ketahui. Saat itu kami sedang bersama dan tidak cuma berduaan, hanya saja aku sedang membahas persoalan penting mengenai hubungan asmaranya Nick dengan mantan pacarnya, tapi tiba-tiba saja kami tidak tahu kalau hak itu dijadikan sebagai bahan untuk menghinaku. Tolong, Bapak percaya denganku. Aku ini istrimu, Benny," sahut Bianca dengan cepat demi sebuah kebenaran.
Justru mendengar hal itu membuat Benny tersenyum tipis, dan tidak bisa percaya dengan apa yang sudah Bianca katakan.
"Siapapun namanya aku tidak peduli, dan apa katamu, istriku? Benarkah? Saya tidak salah mendengarnya kan? Jelas-jelas semua berita itu terlihat begitu nyata dan kalian saling berpelukan sampai berbicara dengan begitu serius, dan itu yang orang lain ketahui. Tapi, ingat di saat aku menemukan kamu di rumahnya Nick, apakah itu belum jelas juga bahwa kalian memang memiliki hubungan yang serius melebihi seorang sahabat yang seperti kamu bilang, dan sekarang semalaman kamu tidak pulang setelah kejadian di club tersebar, apakah aku akan percaya bahwa kamu tidak pernah tidur dengan pria itu? Jangan membodohi aku, Bianca, dalam persoalan cinta. Aku sudah tahu segalanya," jelas Benny dengan apa yang menurutnya benar.
Mendengar semua penjelasan itu membuat Bianca merasa heran ketika melihat Benny yang berbicara begitu banyak dengannya. Jarang-jarang ia melihat Benny sampai berbicara sebegitu serius, melainkan persoalan anak. Entah Bianca harus merasa senang ketika melihat Benny yang jelas-jelas seperti cemburu dengannya, tapi ia juga sedih saat mendengar semua tuduhan yang tidak pernah ia lakukan apalagi sampai bermalam dengan Nick. Tentunya Bianca masih sangat menjaga kesuciannya.
"Jujur, Pak, aku tidak melakukan hal serendah itu. Jika aku mau, aku sudah melakukannya sejak dulu bahkan kalau memang Bapak tidak percaya, silahkan aku akan memberikan tubuhku padamu, Pak. Asalkan Bapak bisa percaya denganku. Sekarang tidak adalagi yang mau mendengarkan semua ucapan ku, bahkan teman semuanya mulai menjauh. Tapi, Pak, tolong aku hanya bisa meminta perlindungan padamu, sebab aku berpikir bahwa aku sudah terikat sebagai seorang istri. Meskipun aku tahu, hanya menjadi istri yang selalu menerima bayaran setiap bulan," jawab Bianca dengan raut wajahnya yang terlihat lesu.
"Seharusnya kamu sadar! Kalau memang kalau mengakui dirimu sebagai istriku, Bianca! Bagaimanapun perjanjian yang kita lakukan sekarang, tetap saja dimata hukum kamu adalah istriku, tapi tidak dimata Tuhan karena aku masih sangat mencintai mendiang istriku. Jadi, seharusnya kamu bisa menjaga nama baikku, walaupun belum banyak yang tahu tentang pernikahan kita setidaknya kamu tetap harus menjaga dirimu sebagai istri. Suatu saat jika ada yang tahu, aku tidak ingin menjadi malu karena memiliki istri seperti dirimu, bahkan aku tidak percaya kalau kamu masih suci, dan jangan harap aku akan menyentuh dirimu, Bianca, karena aku tidak suka ada noda pria lain ditubuh wanitaku. Jadi, tidak perlu berharap banyak. Tentunya kamu harus bisa menjaga diri sebagai istri agar namaku tetap baik di mata semua orang."