Chereads / Takdir Istri Bayaran / Chapter 34 - Merasa simpati

Chapter 34 - Merasa simpati

"Memangnya apa?" Benny terlihat tergiur dengan Sarah yang akan Vivian sampaikan hingga membuat dia menatap dengan begitu serius tanpa berkedip sedikitpun.

"Um, seperti yang Bapak bilang kalau Berlyn akan setiap saat di bawa ke perusahaan demi menjaga jarak dengan Bianca, dan aku rasa itu salah satu cara yang sangat cocok, Pak. Aku juga siap berada digaris depan untuk menahan Bianca supaya tidak terlalu seenaknya saja denganmu, Pak. Tapi, aku khawatir jika dia menggunakan semua cara ini demi bisa membuat hubunganku dengan Rey berakhir. Tentu saja Bianca pasti akan mengadu. Akan tetapi, aku ikhlas bisa membantumu, Pak," ucap Vivian dengan sangat berusaha keras mencari muka dan mendapatkan perhatian lebih.

"Aku menghargai caramu ini, tapi tentunya akan sia-sia dengan semua bayaran yang sudah aku janjikan untuk Bianca. Tapi, aku akan mencobanya, dan jika memang Berlyn mulai melupakan Bianca, maka aku akan segera menceraikan dia meskipun perjanjian kami belum sampai jangka abisnya. Tapi, sebaiknya kamu jangan lakukan hal itu karena aku tidak mau kalau sampai hubunganmu bersama dengan Rey jadi berantakan hanya karena kamu membantuku. Mungkin aku akan mencari cara lain supaya bisa membuat Bianca menjauh dari pria-pria yang akan melalaikan dia," sahut Benny yang menolak secara halus.

Mendengar hal itu membuat Vivian langsung tersenyum tipis, dan ia menyadari bahwa Benny tidak menginginkan semua ide yang sudah susah payah ia pikirkan, hingga membuat dia gerutu di dalam batinnya. "Sial! Sulit juga untuk bisa masuk menjadi keluargamu, Pak."

"Ya aku paham, Pak. Dengan semua perjanjian yang sudah kalian lakukan, tapi jika nanti Bapak membutuhkan semua bantuan ku. Tentu saja aku akan dengan sangat siap melakukan semuanya agar bisa memberi kebahagiaan kepada Berlyn. Jujur saja aku juga menyukai bayi, Pak. Jadi, suka sedih kalau melihat bayi kecil yang sudah kehilangan kasih sayang dari seorang ibu," jawab Vivian demi terlihat tabah meskipun idenya ditolong.

Terlihat senyuman yang terlukis di kedua sudut bibirnya Benny, dia merasa senang ternyata Vivian menyukai anak kecil. "Ya sudah ayo kita lanjutkan makan sebelum hari semakin gelap. Aku takutnya jika Rey bisa berpikir macam-macam karena aku membawamu ke sini. Meskipun kita hanya sekedar mengobrol biasa."

"Tidak apa-apa, Pak. Sejujurnya Rey juga sudah mengatakan jika dia terpaksa berhubungan denganku karena aku tahu semua itu atas dasar dari pemaksaan keluarga kami berdua. Tentunya aku bisa menerima Rey dengan apa adanya, tapi tidak dengan Rey, dia sama sekali belum bisa mencintaiku seperti aku memberikan kasih sayang baginya. Tentu aku berusaha tetap sabar dan tabah hati meskipun secara terang-terangan Rey bersikap begitu manis kepada Bianca tepat di depanku sendiri. Maaf, aku sampai ngomong ngelantur begini, Pak. Hanya saja kalau aku ingat-ingat sungguh Rey begitu tidak bisa menghargai kehadiranku, bahkan kemanapun aku pergi dia juga tidak khawatir. Entah sampai kapan aku bisa tetap bertahan dengannya seperti ini, tapi orangtuaku meminta agar kami segera menikah karena orangtuaku begitu ingin melihatku menikah sekarang. Meskipun, mereka juga memberikan keringanan jika aku bisa memiliki pria lain, tentunya aku bebas menikah. Tapi, sampai sekarang tidak ada pria yang mendekatiku karena semua orang berpikir bahwa aku terlalu bahagia bersama dengan Rey," curhat Vivian dengan sengaja.

Selepas ia mengutarakan semua isi hatinya itu, diam-diam Vivian menahan senyumnya sembari berkata. "Bagus sekali semoga saja kamu bisa simpati denganku, Benny. Ayo berikan belas kasih sayangmu kepadaku ini agar aku bisa lebih dekat denganmu, meskipun memang kenyataannya seperti itu."

"Aku turut prihatin dengan apa yang kamu rasakan sekarang, Vivian. Aku pikir masalahmu tidak begitu berat, tapi ternyata lebih berat dari apa yang aku kira, dan kamu sudah berbuat baik dengan menerima semua perjodohan itu. Tapi, yakinlah jika memang Rey bukan pria yang cocok untukmu, katakan saja kepada keluargamu bahwa dia bukanlah pilihanmu. Aku yakin, pasti ada pria yang akan mencintaimu," sahut Benny dengan ikut menghargai setiap keluhan yang sedang Vivian curahkan.

"Ya begitulah, Pak. Aku hanya bisa bersabar dengan takdir yang tidak sesuai dengan apa yang aku pikirkan sekarang ini. Bagaimanapun aku juga tidak ingin menikah dengan orang yang tidak bisa mencintaiku, tapi semuanya bukan kehendak ku. Oh ya, Pak. Jadi, sekarang Bianca tinggal di mana?"

"Dia serumah denganku, tapi sesuai perjanjian Bianca harus mengikuti semua keputusan yang sudah tertulis di dalam surat perjanjian. Aku rasa itu hal yang wajar. Tapi, kita di sini sudah terlalu lama, apa Rey tidak mencari mu? Sekarang juga sudah waktunya pulang kerja," tanya Benny sembari melirik kearah jam di tangan sebelah kanannya.

Dengan cepat Vivian mengelengkan kepalanya lalu berkata. "Tidak akan mungkin dia mencari ku, Pak. Jadi, tidak apa-apa. Bahkan aku seperti tidak memiliki kekasih. Tapi, kalau memang Bapak ingin pulang sekarang baiklah tidak apa-apa, kita bisa pulang. Nanti turunkan saja aku di depan halte bus, Pak."

"Ya baiklah, kita akan pulang. Tapi, jangan sungkan aku akan mengantarkan kamu pulang untuk hari ini saja. Rasanya sungguh aneh kalau aku harus menelantarkan seorang wanita setelah aku mengajaknya ke sini, bukan?"

"Um, ya aku terserah Bapak saja maunya seperti apa, aku akan ikuti saja," sahut Vivian sembari tersenyum manis.

"Baiklah ayo pulang, dan sebentar ya aku membayar makanan ini dulu," sahut Benny, dan dijawab anggukkan kecil oleh Vivian.

Vivian langsung berjalan kearah mobil sambil menunggu Benny kembali. Ia pun dengan sengaja masuk lebih dulu ke dalam mobil itu. Di dalam mobil tersebut, ia begitu senang hati saat mengingat semua hari bahagia yang sebelumnya tidak pernah ia duga akan seindah ini.

"Menarik sekali, dan dengan perlahan-lahan aku bisa terus mendekati Pak Benny. Dia harus membuatku menjadi satu-satunya wanita yang bisa menjadi ibu bagi Berlyn. Dengan begitu aku tidak perlu takut kalau Rey benar-benar akan meminta pisah darimu. Bianca, tunggu saja tanggal mainnya, dan aku harap kamu harus siap-siap angkat kaki dari kehidupan Benny," gumam Vivian dengan penuh semangat.

Tidak begitu lama, Benny pun akhirnya kembali ke dalam mobilnya. Ia melajukan mobilnya dengan kecepatan yang lumayan tinggi karena merasa rindu dengan sang anak. Seperti sesuai perkataan, Benny benar-benar mengantarkan Vivian sampai ke depan rumahnya dengan selamat. Di dala perjalanan, tidak ada sepatah katapun yang mereka ucapkan, dan membuat Vivian hanya bisa mengotak-atik layar ponselnya. Hingga akhirnya pun tiba di rumahnya Vivian, namun saat itu terlihat bahwa Rey sudah menunggu di depan teras rumahnya. Meskipun Vivian merasa heran, tapi ia tidak ingin mengecewakan Benny.