"Um, aku hanya berusaha bersikap profesional dalam bekerja karena aku pikir dengan begitu tidak ada yang berani melawan di saat berada dalam keseriusan. Tapi, jujur dulu aku tipe pria yang romantis bahkan aku jarang sekali marah-marah. Hanya ketika kematian istriku, aku merasa kehilangan separuh dari kebahagiaanku selama ini. Meskipun aku sudah mencoba untuk kembali bisa bahagia dan selalu terlihat ramah, tapi tetap saja aku tidak bisa melakukan hal itu seperti istriku dulu masih hidup. Mungkin karena aku belum bisa menerima kepergiannya," jawab Benny dengan cepat.
"Aku paham sekarang, ternyata Bapak bisa memiliki dua kepribadian dalam satu tubuh yang sama, Um maaf aku hanya bercanda. Tapi, serius sih, Pak. Kalau Bapak senyum-senyum terus seperti sekarang yang ada semua karyawan perempuan di perusahaan kita akan semakin senang berkerja. Coba saja sekali jika tidak percaya," lanjut Vivian sampai diam-diam dia mulai mengidolakan atasannya itu.
"Oh ya? Mereka akan sampai semangat bekerja? Baiklah aku akan mencobanya. Siapa tahu kinerja mereka semakin bagus walaupun hanya melihat aku tersenyum hahaha. Um, sepertinya kita sudah terlalu banyak bercerita. Bagaimana kalau kita pesan jus? Kamu mau, Vivian?" tanya Benny di saat tidak sengaja melihat sebuah cafe kecil yang tidak terlalu jauh dari pantai itu.
"Um, baiklah aku mau, Pak," sahut Vivian dengan senang hati.
"Ya sudah sebentar ya saya ke sana dulu."
Dengan cepat Vivian menahan tangannya Benny, lalu ia berkata. "Eh jangan, Pak. Biarkan aku saja yang memesankan minuman untuk kita. Aku ini sekretaris mu, Pak. Jadi, ini adalah tugasku dan sekarang juga masih jadwal pekerjaan meskipun kita ke sini bukan bekerja, tapi aku merasa tidak enak hati denganmu, Pak."
"Santai saja, Vivian. Ini bukanlah kantor dan aku yang sudah mengajakmu ke sini. Jadi, tidak masalah anggap saja kita seperti teman biasa, dan bukan seperti partner kerja. Ya sudah aku ke sana dulu," sahut Benny dengan cepat saat tahu bahwa Vivian pasti akan menolaknya. Wanita itu hanya bisa menjawab dengan anggukan kecil.
Melihat kepergian Benny, Vivian pun tersenyum dalam kemenangan. Ia merasa bahagia dengan kedekatan yang sudah mulai ia lakukan. Terlihat Benny juga merasa nyaman di saat bercerita banyak hal, dan hal itu semakin membuat Vivian bisa percaya diri dengan semakin mendekatkan diri tanpa ada rasa canggung lagi. Begitupun dengan rasa dendamnya terhadap Bianca.
"Lihat saja, Bianca. Jika kamu bisa mendekati kekasihku maka aku juga bisa mendekati suamimu. Ternyata diam-diam kamu seperti ular yang langsung mencari mangsa besar tanpa ada yang tahu, tapi kepintaran mu masih jauh dariku, bahkan kamu belum bisa membuat Benny bisa nyaman denganmu. Lagian siapa suruh jadi istri kok masih dekat sana-sini. Sekarang aku hanya perlu menyakinkan Benny bahwa aku juga bisa merawat Berlyn dengan baik karena satu-satunya cara adalah dengan Berlyn yang harus bisa nyaman denganku, dan Rey pasti akan menyesal jika meninggalkan berlian berharga. Apalagi kalau sampai berlian itu dipungut oleh pria kaya raya seperti Benny," gumam Vivian saat menatap punggungnya Benny yang semakin menjauh darinya.
Sembari menunggu kedatangan Benny, Vivian pun mengambil ponselnya dan mulai mengotak-atik. Terlihat sebuah pesan dari Rey yang bertanya di mana keberadaannya sekarang. Dengan sengaja Vivian tidak membalas pesan itu karena tidak ingin sampai Rey menghubunginya. Beberapa saat kemudian, Benny pun kembali, dan mereka menunggu sampai makanan dan minuman yang sudah terpesan diantarkan.
"Lama enggak?" tanya Benny.
"Enggak, Pak. Tadi Bapak pesan apa saja?"
"Dua minuman lemon tee dan beberapa cemilan juga makanan. Aku rasa makanan ringan lebih baik untuk menjaga keseimbangan tubuh kita. Apalagi jika makan makanan berlemak tentunya lemon tee atau the hijau sebagai syarat minimum yang tepat," sahut Benny yang begitu mengetahui tentang makanan sehat.
"Wah, Bapak bisa sampai hafal ya. Aku saja sebagai wanita kadang kalau lagi males banget makan yang ringan-ringan terpaksa deh tetap pilih makanan berat dan berminyak. Tapi, sekarang aku juga sudah mulai mengurangi semua makanan itu," lanjut Vivian yang ingin terlihat tetap menjaga kesehatan tubuhnya karena jelas-jelas ia sangat tahu bahwa Benny begitu peduli dengan kesehatan tubuhnya.
"Bagus itu, jadi berminyak bisa sering-sering dikurangi apalagi buat wanita yang belum menikah seperti kamu. Jadi, bisa menjaga pola makan agar tetap sehat. Terutama bisa melakukan olahraga. Apa sebelumnya kamu pernah pergi ke gym atau melakukan yoga?"
"Um, belum pernah, Pak. Sebab, waktuku tidak begitu banyak. Jadi, aku benar-benar harus fokuskan diri untuk pekerjaan sekarang dan menjaga kesehatan dari pola makan saja. Tapi, kapan-kapan nanti saat liburan aku ke gym, kalau yoga sih aku kurang suka, Pak. Pergerakannya lebih ringan jadi aku lebih suka olahraga yang lumayan keras."
"Sama dong, saya juga suka pergi ke gym di saat masih ada mendingan istri saya dulu, tapi sekarang kamu tahu sendiri Berlyn tidak suka ditinggal terlalu lama karena dia tidak begitu nyaman dengan pengasuh bayi itu. Sifat Berlyn sama seperti aku dulu yang hanya merasa nyaman jika itu kepada ibu dan ayah. Maka dari itu, aku sengaja menikahi Bianca, agar Berlyn bisa nyaman dengannya dan sekaligus menjadi pengasuhnya. Walaupun sebenarnya aku tidak mau, tapi ya sudah menjadi tuntutan agar tidak membuat anak menangis," curhat Benny dan sesekali ia meneguk minumannya.
"Oh .... pantas saja Bapak memilih menjadi Bianca istri ketimbang sebagai pengasuh saja. Tentunya demi Berlyn walaupun melelahkan ya, Pak."
"Ya begitulah, jika bukan karena Berlyn yang setiap saat memanggil nama ibu, tentunya aku tidak akan mungkin mau menikah dengan wanita yang sama sekali tidak aku cintai. Tapi, sekarang aku juga tidak ingin membuat anakku harus selalu bergantung kepada Bianca, bagaimanapun dia sudah melakukan kesalahan dengan bersama pria-pria lain. Itu cukup jelas sudah melanggar aturan dalam surat perjanjian yang sudah aku tetapkan. Entah bagaimana caranya aku bisa menjauhkan mereka berdua." Benny terlihat kebingungan walaupun dia terus mengambil beberapa cemilan untuk ia makan.
Membuat Vivian pun terdiam sejenak, wanita itu mencoba berpikir dalam benaknya. Demi bisa mendapatkan sebuah solusi yang menjadi keuntungan tersendiri baginya, tentu saja Vivian perlu konsentrasi demi idenya terlihat cemerlang. Hingga terlintas sebuah ide menarik dalam benaknya, walaupun ia masih sangat ragu untuk bisa membuat Benny percaya dengannya. Tapi, bagaimanapun hasilnya tentu harus di coba terlebih dahulu.
"Um, bagaimana jika aku memberikan solusi, Pak? Ya meskipun pasti akan membutuhkan waktu bagi Berlyn sampai bisa beradaptasi dengan orang baru. Hanya saja bisa mengurangi kecemasan Bapak karena kelakuan buruk yang Bianca perbuat."