"Aku benar-benar tidak habis pikir ternyata wanita itu memang senang dengan bermain bersama banyak pria, bahkan sampai hubungan Vivian dengan Rey berada di titik terendah karena Bianca. Seharusnya aku tidak menuruti permintaan dia untuk menikah denganku," batinnya Benny yang mulai percaya dengan semua ucapannya Vivian.
Amarah di saat mengetahui semua ucapan dari Vivian, membuat Benny tiba-tiba bangkit dan melemparkan batu dengan lemparan yang kuat. Seakan-akan sedang melampiaskan kekesalannya kepada batu yang baru saja tenggelam di dalam danau. Membuat dirinya begitu kecewa karena sudah memilih wanita yang salah untuk menjadi ibu sambung bagi anaknya. Benny berpikir jika Bianca bukanlah wanita yang tepat, dan ia sudah termakan dari setiap ucapan yang Vivian lontarkan.
"Sial!"
Membuat Benny sampai membentak keras kearah danau yang tidak bersalah. Diam-diam Vivian tersenyum dalam kemenangan karena telah berhasil membuat Benny salah paham dengan Bianca. Dengan begitu percaya diri, Vivian mendekati Benny sembari berkata. "Pak, jangan terlalu memaksakan dirimu. Aku tahu kamu kelelahan, dan perusahaan tentunya akan sangat sedih melihat Bapak jatuh sakit."
"Bianca, aku benar-benar tidak bisa menerima semua ini. Kenapa baru sekarang aku tahu kalau Bianca selama ini selalu berdekatan dengan banyak lelaki. Ternyata tidak salah atas semua berita yang sedang menghebohkan dunia karena perbuatannya itu, aku benar-benar tidak menyangka," ucap Benny dengan penuh penyesalan hingga membuat dia menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
Vivian berusaha memegang bahunya Benny seraya mencoba mengelusnya dengan perlahan. Ia dengan sengaja ingin mendapatkan perhatian lebih atas semua masalah ini. Sentuhannya pun tidak membuat Benny risih, justru pria itu hanya berdiam diri dalam kekecewaannya yang ia rasakan.
"Memang ternyata beberapa wanita lugu tidak bisa kita percayai, Pak. Mereka mempunyai seribu satu cara agar tidak terlihat buruk di depan semua orang, padahal jelas-jelas mereka bukan lagi menjadi penonton melainkan sudah berada di garis depan sebagai pemain, dan nasib kita hampir sama, Pak. Di satu sisi aku merasa sangat sedih melihat Rey begitu peduli dengan Bianca, sampai-sampai rela mengorbankan hubungan yang sudah kami bangun. Begitupun denganmu, Pak, yang jelas-jelas sudah menaruh harapan besar untuk Berlyn. Tapi, mau bagaimana lagi wanita itu lebih pintar dari apa yang kita bayangkan," ujar Vivian dengan perlahan.
"Kamu benar sekali, aku berpikir kalau Bianca adalah wanita yang lugu, dan bisa ku jadikan istri. Tapi, ternyata aku sangat salah besar. Dia bukan hanya telah berhubungan dengan Nick, tapi juga dengan kakaknya Nick. Pasti ada sesuatu yang sudah mereka lakukan sampai pria-pria itu begitu banyak berkorban untuknya. Lalu, Vivian, apa kamu ada rencana supaya bisa menangkap langsung kejahatan yang sudah Bianca lakukan selama ini?" tanya Benny yang secara tidak langsung telah menuduh istrinya selingkuh.
Pertanyaan itu membuat Vivian terdiam beberapa saat, dia mencoba berpikir hingga akhirnya ia pun tersenyum, lalu berkata. "Tapi, Pak, sebentar, bukannya Bapak sudah pernah menangkap langsung mereka berdua? Saat Nick sedang bersama dengan Bianca?"
"Memang benar, hanya saja aku tidak begitu jelas melihat mereka sedang berbuat aneh meskipun mereka berada di dalam satu kamar, dan itu cukup membuatku marah besar. Aku merasa dikhianati, meskipun aku tidak mencintainya tetapi tetap saja orang-orang akan berpikir bahwa aku tidak dihargai oleh istriku sendiri. Andai saja Arabella sekarang masih ada, semua ini pasti tidak akan terjadi, begitupun dengan Berlyn yang tidak perlu membutuh ibu pengganti," sahut Benny dengan raut wajahnya yang sendu. Ia terlihat sangat sedih, bahkan terlihat jelas yang sudah berlinang air mata.
Setiap kali mengingat dengan mendiang sang istri, membuat Benny tidak dapat menahan rasa sedihnya terlebih di saat pengorbanan yang selama ini mendiang istrinya lakukan. Di tengah-tengah perbicangan mereka, Benny pun menarik nafasnya pelan-pelan agar tidak menangis di depan orang lain. Namun, saat itu Vivian tahu jika atasannya sedang membutuhkan sebuah pelukan. Dengan perlahan Vivian mendekat, berusaha menyentuh bahunya Benny hingga dengan sengaja ia memeluk pria itu sampai membuat Benny merebahkan kepalanya di lehernya Vivian.
Sambil terus mengusap rambutnya Benny, Vivian begitu kasihan, dan sadar jika penderitaan yang selama ini Benny rasakan. Walaupun pria itu setiap saat berusaha tetap tegas agar tidak terlihat bahwa hatinya begitu lemah, terlebih dengan persoalan mendingan istri dan putri kesayangannya.
"Jangan sampai menahan kesedihan, Pak. Sebab, itu yang akan membuat kita semakin sulit untuk membuat hati kita nyaman. Aku selalu menangis jika memang aku merasa sedih, dan menurutku itu juga berlaku bagi semua pria karena manusia sama-sama memiliki hati dan perasaan. Walaupun kodrat pria selalu terlihat kuat, tapi tidak dapat dipungkiri sebenarnya hati mereka juga sangat lemah dengan persoalan seperti ini. Pak, aku janji tidak akan membocorkan semuanya kepada siapapun meskipun sekarang baru kali pertamanya aku melihat dirimu bersedih seperti ini," gumam Vivian dengan sengaja sambil dia terus berusaha membuat Benny nyaman berada di dekatnya.
Benny benar-benar menangis, meskipun tangisannya itu tidak bersuara dan berlebihan seperti kebanyakan wanita. Tapi, tetap saja menangis dalam diam yang sejujurnya begitu menyesakkan dada. Ingin berteriak keras, tapi tidak bisa. Namun, saat itu Vivian juga meminta agar Benny tidak menahan kesedihannya dan harus melepaskan meskipun dengan cara berteriak sekeras mungkin.
Masih terlihat air mata di pipinya Benny, lalu pria itu bangkit dan berdiri sembari terus berteriak keras hingga ia kembali menangis. Menatap ke atas langit dan berharap mendiang istrinya bisa melihat kehadirannya sekarang. Vivian pun ikut berdiri, dan ikut berteriak agar membuat Benny merasa tidak canggung. Keduanya sama-sama meneriaki pantai, dan pertama kalinya mereka terlihat begitu akrab.
Setelah merasakan perasaan lega, Benny kembali duduk begitupun dengan Vivian. Mereka bertatapan sambil tersenyum manis. Keduanya terlihat bahagia setelah melampiaskan kekesalannya. Vivian yang merasa kesal karena selalu diabaikan oleh Rey, kekasihnya. Sedangkan perihal Benny yang merindukan mendiang sang istri.
"Ternyata berteman denganmu tidak terlalu buruk juga, Vivian," ucap Benny dengan tiba-tiba.
Walaupun sekedar pujian sebagai teman, tapi Vivian sudah merasa sangat senang. Sebab, selama ini dia hanya bisa melihat sikap Benny yang selalu arogan bahkan memberikan perintah tanpa kenal lelah. Dia bahkan sering sekali mengeluh jika Benny sedang memberikan pekerjaan yang kadang tidak masuk akal.
"Ya tentu saja tidak buruk karena aku selalu bisa beradaptasi dengan siapapun, oleh karena itu banyak orang berpikir jika aku termasuk wanita periang, Pak. Tapi, ngomong-ngomong baru kali ini aku melihat sifat lain darimu, Pak. Awalnya aku pikir kamu tidak bisa tersenyum dan terlihat sangat tidak acuh dengan semua orang, dan ternyata perkiraan ku salah," sahut Bianca sembari tersenyum manja sampai kepalanya dibuat-buat agar terlihat cute.