Chereads / OUR JOURNEY / Chapter 3 - Bab 2

Chapter 3 - Bab 2

"Bagaimana caranya agar mendapatkan anak perempuan?" Tanya Adele kepada Sherina yang kini sudah berada di sofa ruang tamu.

"Hah itu hanya tuhan yang tahu, saya tidak bisa menentukan," jawab Sherina.

"Berbicara informal saja, lagi pula kita sudah menjalin kerja sama bukan? Panggil aku Adele saja," kata Adele.

Jujur saja sebenarnya Adele sangat ingin dekat dengan Sherina dan Nayara, mengingat Adele sama sekali tidak memiliki teman. Istri teman suaminya hanyalah teman palsu, lain halnya dengan Sherina. Adele bisa melihat ketulusan dimata Sherina saat Adele pertama kali menemuinya.

"Baiklah kalau begitu, panggil aku Sherina," keduanya pun melanjutkan perbincangan. Setelah makan malam usai, mereka diminta untuk berinteraksi satu sama lain. Begitu pula dengan anak-anak.

"Aku dengar William seumuran dengan Nayara, apakah benar?" Tanya Sherina.

"Nayara akan masuk SMA bukan? Kalau begitu aku pikir iya," jawab Adele.

"Bukankah kamu melihat tatapan William dan Justin tadi saat kali pertama melihat Nayara? Aku pikir kedua putraku jatuh cinta dengan gadis yang sama," kata Adele disambut gelak tawa oleh keduanya.

"Mungkin saja, tapi aku yakin salah satu dari mereka pasti akan mengalah."

"Apakah kedua putramu pernah berkelahi?"

"Tentu saja pernah, Nayara yang cerita kepadaku," jawab Sherina.

"Putraku bahkan hampir tidak pernah menyapa, aku khawatir dengan mereka. Atay hanya perasaan ku saja?" kata Adele dengan wajah khawatir.

"Benarkah? Mungkin mereka hanya malu berinteraksi didepan mu. Dibanding kedua putraku, yang selalu berkelahi," kata Sherina berusaha menenangkan Adele.

Tentu saja sebagai seorang ibu, Sherina merasa sakit jika melihat anak-anaknya tidak saling bertegur sapa.

"Ah maaf, aku terlalu banyak mengeluh," kata Adele.

"Tidak apa-apa. Datanglah padaku jika kau memerlukan teman untuk diajak berbagi," jawab Sherina sambil mengelus pundak Adele.

"Apakah kau selalu ada di Indonesia?"

"Tidak juga, biasanya aku dan suamiku berada di Afrika. Kami hanya pulang enam bulan sekali untuk mengecek keadaan anak-anak kami."

"Kalau begitu bagaimana kau akan mendengarkan keluh kesah ku, huh?" Tanya Adele bercanda.

"Ini sudah zaman modern Adele, bukankah kita berdua bisa video call? Sambil melihat wajah masing-masing," canda Sherina.

"Ha aku harap hubungan kita akan selalu baik ya Sherina."

"Aku harap juga begitu. Tapi aku yakin kita akan menjadi sahabat dekat, mengingat kau adalah orang yang sangat baik," kata Sherina. Adele yang terharu langsung memeluk Sherina layaknya seorang ipar.

"Astaga pemandangan apa ini?" Pekik Thomas saat melihat kedua wanita itu berpelukan.

"Bukan kah bagus melihat istrimu dan istri partnermu menjalin persahabatan?" Tanya Adele kepada Thomas.

"Tentu saja bagus, lanjutkan kami berdua akan melihat kalian," jawab Thomas lalu duduk disebelah Rivanno.

"Ngomong-ngomong, aku ingin tahu usia kalian berapa?" Tanya Thomas tiba-tiba.

"Usia kami baru menginjak 37 tahun," jawab Rivanno.

Thomas dan Adele merasa sangat terkejut karena usia mereka sudah 45 tahun.

"Apakah benar? Atau kalian hanya bercanda?" Tanya Thomas tidak percaya.

"Sebenarnya aku hamil si kembar diusia ku yang baru menginjak 19 tahun," jawab Sherina menunduk.

"Kau perempuan hebat!" Kata Adele yang membuat Sherina mendongak kearahnya.

"Tidak banyak perempuan yang hamil diusia muda memelihara anak mereka. Kau wanita baik yang merawat anak tidak bersalah," kata Adele. Adele merasa salut kepada Sherina karena Ia merelakan masa mudanya demi anak-anaknya.

"Terima kasih Adele," lirih Sherina.

"Kenapa suasananya jadi seperti ini?" Kata Rivanno berusaha mencairkan suasana.

"Itu gara-gara Thomas bertanya tentang usia, ini semua salahmu sayang," kata Adele kepada Thomas.

William dari tadi hanya mengikuti Nayara yang sibuk mencari camilan untuk dimakannya. Ditatapnya gadis itu lekat, seakan-akan William tidak akan pernah melepaskan gadis yang ada dihadapannya itu.

"Kenapa ngikutin saya terus kak?" Tanya Nayara yang sadar William sedari tadi mengikutinya.

"Ng-nggak, btw aku seumuran sama kamu. Panggil William aja," kata William gugup. William sangat senang bisa berbicara dengan Nayara walau hanya sekedar ya.

"Astaga, maafin Gue. Kebiasaan bergaul sama temen temen kakak Gue jadi gini deh, Gue Nayara," kata Nayara memperkenalkan dirinya lagi.

"Iya gapapa, oh ya Lo SMA rencana sekolah dimana?"

"Gue sekolah di SMA Semesta sih, Gue yakin Lo tahu itu," jawab Nayara.

"Sekolah hits abes, siapa sih yang gatau?"

"Kalau Lo rencana lanjut dimana?"

"Belum tahu sih, kayanya di SMA Negeri deh," jawab William.

"Gue harus bisa masuk SMA Semesta gimana pun caranya!" kata William dalam hati.

"Lo mau cemilan gak?" Tanya Nayara sambil mengulurkan sebuah makanan.

William menatap Nayara lekat. Jantung William berdegup dengan kencang, seolah akan lompat dari tempatnya. Nayara tidak imut, namun memiliki sorot mata tajam yang tidak menakutkan bagi William. William menerawang segala pelosok wajah Nayara, sehingga membuat Nayara sedikit risih.

"Will, kenapa natap Gue kaya gitu? Gue jelek?" Jleb! Kata-kata Nayara entah kenapa membuat William merasa sesak.

"Nggak kok, Lo cantik cuma kepikiran sesuatu aja Gue tadi," bohong William.

"Kalau mau cemilan ambil aja, Gue mau nyamperin kakak-kakak Gue," kata Nayara lalu beralih pergi.

"Ya tuhan, aku belum pernah ngerasain perasaan ini, tapi apa yang terjadi sama aku setelah melihat Nayara? Bisa gila nih sekarang," kata William berusaha menenangkan dirinya setelah Nayara jauh.

"Kak Niko, kak Nathan mana?" Tanya Nayara yang berusaha mencari keberadaan Nathan.

"Biasalah," jawab Nicholas acuh.

"Emang di izinin sama mama?" Tanya Nayara panik setelah mengetahui kalau Nathan pergi ke club tanpa meminta izin terlebih dahulu.

"Biarin dia yang punya urusan. Tugas kita sekarang cuma mastiin Mama sama Papa nggak tahu tentang masalah ini.