Chereads / SEBATAS ASA / Chapter 2 - Mendonorkan Ginjal

Chapter 2 - Mendonorkan Ginjal

Tak terasa matahari telah menyongsong bumi, menyerahkan teriknya disebagian belahan dunia. Alara membuka mata kala terdengar kegaduhan di ruang inap bu Erina, matanya membelalak kaget karena jantung Erina sempat berhenti berdetak. Beruntung dengan cekatan para team medis bisa mengembalikan detaknya dengan alat pacu jantung.

Alara turut merasa lega setelah detaknya kembali normal, segera gadis itu menemui sang dokter untuk memastikan keadaan wanita rapuh tersebut. "Dok, bagaimana kondisi bu Erina Dok?"

"Bagaimana dengan ginjalnya? Apakah mba sudah menemukan pendonornya?" bukannya menjawab pertanyaan Alara, Dokter itu malah balik bertanya.

"Belum Dok, apakah tidak bisa menunggu lagi Dok?" pancaran harapan begitu kentara di mata Alara.

"Maaf mba, fisik ibu Erina sudah tidak sanggup lagi menahan rasa sakit yang dia rasakan saat ini. Jika tidak segera dilakukan operasinya, maka kejadian serupa bisa kembali terulang atau bahkan lebih parah dari sekarang. Beruntung salah satu suster yang bertugas mengetahui keadaan bu Erina sedang drop, maka dari itu kami bisa dengan cepat menangani. Namun semua itu tidak bisa bertahan lebih lama lagi mbak, bu Erina harus segera mendapatkan donornya."

Alara nampak berpikir, "Baik Dok, saya akan mencoba menghubungi teman-teman yang lain dulu barang kali ada yang sudah mendapatkan kabar baik." Dokter Sinta mengangguk dan pergi setelah berpamitan.

Sepeninggalnya dokter Sinta, Alara mengambil gawainya dan menghubungi beberapa kawannya baik yang ada di butik maupun di luar. Bahkan sampai menghubungi pihak panti tempat dimana dia dibesarkan sejak berumur 6 tahun. Tapi semua hasilnya nihil, mengecek di sosmed pun juga kosong. Tidak ada tawaran,  hanya tanggapan simpati atas musibah yang terjadi pada Erina.

Akhirnya tanpa banyak berpikir Alara langsung menemui dokter berniat untuk mendonorkan ginjalnya. "Permisi Dok!" Sapa Alara setelah mengetuk pintu dan di persilahkan masuk oleh penghuni ruangan.

"Mari masuk mba, bagaimana? Apakah mba Alara sudah menemukan pendonor ginjalnya?" tanya dokter Sinta tanpa basa-basi.

"Iya Dok, sudah." Mata dokter Sinta berbinar senang mendengar kabar tersebut.

"Baiklah siapa orangnya, kita harus segera melakukan tindakan pencocokan ginjal."

"Saya Dok, Dokter bisa segera melakukan tes kecocokan ginjalnya sekarang!" Dokter Sinta mengernyitkan keningnya.

"Apakah mbak serius?" tanyanya ragu.

"Saya sangat serius, mari Dok segera lakukan prosedurnya agar bisa secepatnya juga dilakukan tindakan operasi." Dokter Sinta mengangguk, lalu menuntun Alara menuju ruang tes khusus.

"Hasilnya akan keluar dua jam lagi. Jika nanti hasilnya memiliki kecocokan, kita akan langsung melakukan tindakan operasinya," ucap perempuan yang menggunakan jas kebesarannya berwarna putih.

"Terima kasih Dok, nanti kabari saja. Saya akan pulang lebih dulu untuk mengganti pakaian saya."

"Baiklah hati-hati di jalan."

"Terima kasih."

Di luar Alara menghubungi pak Dito untuk memastikan jika putranya sang bos bisa segera kembali ke Indonesia. "Assalamualaikum pak Dito."

"......."

"Maaf pak, apakah bapak sudah menghubungi putra dari bu Erina?"

"......"

"Alhamdulillah, lalu kapan dia kembali?"

"......"

"Apa tidak bisa dipercepat Pak, kepulangannya?"

"........"

"Ya sudah jika begitu Pak. Terima kasih banyak ya Pak, Assalamualaikum."

"......."

Helaan nafas panjang terdengar lirih dari bibir gadis cantik berjilbab yang kelihatan lesu setelah mengetahui kala anaknya Erina baru bisa kembali besok karena cuaca yang buruk membuat semua pihak maskapai menunda keberangkatan hingga besok.

"Sebaiknya aku segera pulang dan kembali lagi untuk melakukan operasinya, semoga cocok ya Tuhan. Amin."

Alara buru-buru keluar dari rumah sakit, sampai di loby dia bertemu dengan beberapa rekan kerjanya yang hendak menjenguk sang bos. "Alara kamu mau kemana?" Tanya Karin tepat saat Alara berpapasan dengannya.

"Karin, Rendy, Novi, kalian datang?" ucap Alara terkejut.

"Iya pastilah kami datang, masa iya sih bu bos sakit kami gak menjenguknya!" Dengan kekehan kecil Rendy menjawab.

"Kamu mau kemana? Kok sepertinya tergesa-gesa?" Novi mengulang pertanyaan yang baru saja dilontarkan oleh Karin namun belum mendapat jawaban.

"Kebetulan kalian di sini, tolong jaga bu Erina dulu ya! Aku mau pulang untuk mengganti baju, nanti kesini lagi." Tanpa menunggu jawaban Alara sudah pergi meninggalkan ketiga temannya yang menatap heran.

Dua jam berlalu, waktu begitu cepat berputar dan sekarang Alara sudah kembali kerumah sakit. Tak lama dia sampai, ketiga temannya pun berpamitan kembali ke butik. Beberapa menit kemudian, Dokter Sinta dan satu Suster mendekatinya untuk menyampaikan hasil tes tadi dan hasilnya cocok. Tak butuh waktu lama dengan penuh keyakinan Alara mantap memberikan satu ginjalnya ke Erina.

Empat jam berlalu, akhirnya kegiatan memindahkan ginjal dari Alara ke Erina berhasil meskipun sempat mengalami kendala karena kondisi Erina yang sempat drop karena penyesuain ginjal di tubuh Erina. Alhamdulillah semuanya sudah teratasi dan berjalan lancar.

Erina masih belum sadarkan diri begitu pun dengan Alara, gadis itu masih dalam perngaruh bius. Tidak ada yang tahu tindakan yang baru saja dilakukan oleh Alara. Gadis berhati putih itu kini  terbaring lemah dengan mata tertutup rapat, tidak ada kerabat atau pun sanak saudara yang menunggui.

Jika berpikir secara logika! Untuk hubungan sebatas atasan dengan bawahan, perhatian serta kasih sayang yang diberikan Erina kepada Alara tidak bisa menjadikan tolak ukur untuk mengambil keputusan sebesar itu. Dan dia tahu pasti kedepannya tentu akan berat menjalani kehidupan sehari-hari dengan hanya satu ginjal.

Namun itu semua tergantung kekuatan fisik masing-masing orang. Semoga Alara tergolong orang yang memiliki fisik kuat sehingga nanti dia sanggup menjalani kehidupannya dengan baik walau memiliki satu ginjal.

Dokter Sinta menatap gadis cantik itu penuh kagum, bagaimana tidak? Ternyata di dunia ini masih ada orang yang perduli dengan sesama, secara sadar bahkan rela kehilangan salah satu organ penting di tubuhnya untuk menyelamatkan nyawa orang lain tanpa imbalan apa pun. Sungguh dia percaya jika memang di dunia ini ada malaikat tak bersayap selain ibu.

"Tolong awasi kesehatan mba ini, jangan sampai tledor karena saya tidak mau terjadi hal-hal yang tidak di inginkan. Pantau terus!" Titah dokter Sinta pada suster di sebelahnya, detik berikutnya dokter pun pergi.

Siang berganti malam dan malam berganti pagi, perlahan mata Alara terbuka silau karena gorden jendela kamar yang di tempatinya sudah terbuka.

"Selamat pagi mbak Alara," Sapa suster yang kebetulan tengah memeriksa tekanan darahnya.

"Pagi sus." Sedikit meringis menahan sakit, Alara

mencoba berbicara lagi, "Bagaimana keadaan ibu Erina sus, apakah beliau sudah sadar? Berapa lama saya tertidur sus?" suster itu hanya tersenyum sebelum menjawab.

"Mbak Alara jangan banyak gerak dan berbicara dulu, mbak masih lemas. Kondisi bu Erina sudah jauh lebih baik mbak, mungkin 24 jam lagi Insya  Allah sudah sadar," terang sang suster, ada kelegaan di wajah Alara setelah mendengar perkataan sang suster.