Chereads / Bertaut Janji / Chapter 21 - Semakin hari semakin nyaman

Chapter 21 - Semakin hari semakin nyaman

Amanda terdiam sejenak, sebenarnya ia merasa kasihan kepada Bintang, Amanda ada lah orang yang paling tau hubungan di antara Bintang dan Adit, meskipun hubungan mereka memang gak seperti hubungan kekasih pada umumnya. Namum setidaknya Amanda tau jika Aditya dan Bintang dulu memiliki perasaan yang sama.

Sebenarnya Amanda merasa sangat malu pada BIntang karena kelakuan adiknya yang sangat memalukan. Selain sebelumnya tak pernah memberi kabar ke ada Bincang saat dia masih di Singapore, seakan menggantungkan hubungannya justru saat pulang Adit malah menghamili Dinar dan kini sudah akan menikah dengannya. Namun mau bagaimana lagi semua sudah terjadi dan ucapan Arya ada benarnya jika hidup memang harus berjalan maju.

"Lalu menurutmu apa yang harus kita lakukan? apakah kita harus mendekatkan Bintang dan Bram?"

"Aku rasa mereka bahkan sudah saling mengenal dan cukup dekat." jawab Arya.

"Lalu?"

"Masalahnya adalah pada Bintang, kita berdua tau jika mungkin saja Bintang belum bisa move on dari Adit. Jadi mungkin Bintang masih sulit untuk membuka hatinya untuk orang lain. Mungkin kau bisa bicara kepadanya agar dia bisa melupakan Adit dan Mulai membuka lembaran baru dengan pria lain."

"Sebenarnya aku sudah pernah bicara hal itu pada Bintang, tapi baiklah aku akan mencobanya lagi." ucap Amanda.

Kini mereka berdua melanjutkan untuk menghabiskan makan siang bersama. Amanda yang sedang hamil kini perutnya sudah mulai membuncit. Aktifitas kantor juga mulai ia kurangi karena kini ayahnya kembali aktif di kantor dan juga Adit yang juga mulai kembali menghandel kantor. Tentu saja hal ini membuat Arya bisa menjadi lega karena istri nya tak akan kecapekan bekerja dan bisa lebih banyak beristirahat di rumah.

***

Aditya datang ke apartemen Dirga bersama dengan Dinar sesuai permintaan dari Dinar yang ingin ketempat kakaknya. Walaupun jujur saja Aditya merasa tak enak hati dengan Dirga. Karena sebelumnya Aditya lah yang menjemput Dinar dari Bandung dan seharusnya pula ia mengantarkan kembali Dinar ke Bandung.

"Oh Adit.. Masuklah." ucap Maesha yang membukakan pintu.

"Dimana mas Dirga?"

"Dia belum pulang, mungkin sebentar lagi."

Aditya dan Dinar pun duduk di ruang tamu apartemen itu. Tentu saja Adit harus menunggu sampai Dirga pulang. Karena ia perlu bicara dengan sopan karena harus mengantarkan Dinar ke apartemennya.

Marsha yanv kembali dari dapur membawa sebuah nampan tersenyum kearab Adit dan Dinar ia rupanya telah membuatkan minuman dingin dan menyiapkan beberapa cemilan.

"Bagaimana belanja kebutuhan maharnya?" tanya Marsha yang memang sudah tau Dinar bisa disini karena di ajak oleh Adit berbelanja kebutuhan untuk mahar.

"Sudah semua kok kak. Mungkin nanti jika ada yang kurang akan di urus oleh keluarganya Adit." jawab Dinar kepada Marsha.

"Besok rencananya aku dan mas Dirga akan pulang ke bandung. Jadi lebih baik Dinar ikut sama kita saja. Jadi biar malam ini Dinar menginap disini."

"Tapi apakah gak apa-apa? Jujur saja aku gak enak sama om Adinata takutnya beliau mengira aku tidak bertanggung jawab." tukas Adit yang merasa tidak enak.

"Gak apa-apa dit, ayah juga udah tau kok." Marsha kini duduk di sebelah Dinar dan ikut ngobrol di tengah tengah mereka.

Tak lama kemudian Dirgapun pulang. Dengan sopan Adit menyapa Dirga dan mengatakan maksud dan tujuan nya datang kemari sekaligus minta maaf. Entah kenapa Aditya begitu takut jika dimarahi karena tak memulangkan Dinar kembali ke rumahnya.

Dirga yang mendengar alasan Aditya justru tertawa karena merasa jika Aditya begitu polos. Kenapa ia harus takut jika kini Dinar sudah aman di rumah kakaknya sendiri.

"Pernikahan kalian sudah sangat dekat. Aku harap meskipun kalian menikah tanpa cinta tapi aku ingin kau bisa menjaga adikku dengan baik." ucap Dirga yang berharap Adit bisa menjaga Dinar meskipun pernikahan mereka sebenarnya hanyalahbsebuab keterpaksaan saja tanpa didasari rasa cinta.

Mendengar permintaan dari Dirga jujur saja Adit merasa bingung dan ragu. Ia seolah tamlk mampu berjanji karena ia takut tak bisa memenuhi janji itu.

"Maaf mas Dirga. Aku tak bisa berjanji akan hal itu, tapi aku akan berusaha dan mencoba sebaik mungkin. Mana mungkin aku membiarkan Dinar terlantar begitu saja." jawab Adit. Ia rasa jawaban itu adalah jawaban terbaik yang ia punya. Ia tak mau berbohong karena ia memang orang yang realistis.

"Aku mengerti. Di antara kalian memang tak ada perasaan cinta. Namun kau tau sendiri. Pernikahan bukanlah hal yang main-main. Jadi aku harap kau bisa memenuhi tanggung jawab yang sudah kau pilih itu."

"Tentu saja, aku akan berusaha sebaik mungkin."

Melihat ekspresi wajah dari Aditya yang sepertinya sangat tulus dan bersungguh-sungguh membuat hati Dinar meleleh ia terkagum dan semakin kagum dengan Aditya. Semakin hari mengenal Adit ia semakin merasa nyaman dengan pria itu.

Setelah ngobrol cukup lama Aditpun pada akhirnya pamit undur diri. Mulai hari ini ia dan Dinar akan berpisah dan akan menjalani pingitan atau tak boleh bertemu sampai waktu acara pernikahan yang sudah dua minggu lagi.

"Adit ternyata anak yang baik banget ya..?" celetuk Marsha sambil mengemasi gelas kotor dan ia bawa ke dapur. Dinar juga turut membantu membawakan piring kotor bekas wadah cemilan yang sudah habis.

"Ya. Adit ternyata memang pria yang baik. Ternyata selama ini aku salah menilainya. Pertama kali bertemu, atau lebih tepatnya di setiap pertemuan aku kira dia orang yang sangat dingin dan menjengkelkan namun ternyata dia begitu baik dan perhatian."

"Benarkah?" kedua perempuan itu mengobrol di dapur sambil Marsha menyiapkan makan malam untuk Mereka bertiga.

"Ya. Meskipun dia bukan ayah biologis dari bayi yang aku kandung. Rupanya ia juga begitu perhatian dengan kehamilanku. Aku tidak boleh capek, tidak boleh makan makanan yang sembarangan, bahkan dia juga menuruti keinginan ngidamku." Dinar bercerita dengan wajah di penuhi senyuman.

"Apakah kau mulai menyukai Adit?" tebak Marsha yang bisa melihatnya dari wajah Dinar yang berseri saat membahas tentang Aditya.

"Hah?? Mana mungkin?" Dinar mencoba mengelak dan merubah ekspresi wajahnya. Namun ia justru terlihat semakin salah tingkah dan wajahnya terasa panas.

"Aku bisa melihatnya dari sorot matamu Din, kau juga berhak bahagia. Sebentar lagi dia akn menjadi suamimu. Jadi tak ada salahnya jika kau memang mempunyai perasaan suka kepada suamimu sendiri kan?" Dinar terlihat semakin malu ia tak bisa berbohong kepada kaka iparnya tersebut.

"Tapi di antara kami tak pernah saling cinta. Dan Dia? Mana mungkin dia bisa memiliki perasaan kepadaku bahkan sampai mencintaiku, aku rasa itu hak yang mustahil." ucap Dinar dengan perasaan ragu.

Bersambung..!