Sementara itu Jane hanya diam memperhatikan kepergiannya tersebut dengan kedua alis yang terangkat sebelum akhirnya kembali melanjutkan aktivitasnya, yaitu membereskan pekerjaannya tersebut.
Di sisi lain saat ini David sedang berada di depan sebuah pintu kamar yang ditempati oleh sang adik hingga di mana salah satu tangannya sudah berada di pintu, akan tetapi entah kenapa tiba-tiba saja ragu untuk mengetuknya.
"Mungkin dia kelelahan," gumam pria itu yang kembali menurunkan lengannya tersebut. "Huh, ya sudahlah."
"David," panggil seseorang. "Sedang apa kau di sana?"
Pria itu yang mendengarnya langsung menolehkan kepalanya ke samping di mana ternyata di sana terlihat seorang wanita yang begitu dikenalinya tersebut sedang berdiri menatap ke arahnya sehingga membuat David menghela nafas seketika.
"Jane," jedanya dengan senyum tipisnya itu. "Aku ..."
Wanita itu langsung berjalan semakin mendekat hingga akhirnya berhenti tepat di sampingnya sehingga membuat David kebingungan.
"Ada apa?" lanjutnya.
"Kenapa kau hanya diam saja, David?"
"Aku ..."
"Ku rasa dia baik-baik saja," ujar Jane tersenyum sebelum akhirnya wanita itu memutuskan untuk membukakan pintu kamar yang berada di hadapannya tersebut. "Ayo."
Pintu pun terbuka dengan David yang terkejut dengan apa yang sedang dilihatnya saat ini sehingga kini pria tersebut langsung mendekati seseorang itu yang berada di hadapannya.
"Celine, ada apa dengan dirimu?! Apa kau baik-baik saja?! Celine tolong jawab aku!"
"Kak David, aku merasa kedinginan," ujar Celine dengan terbata-bata. "T-tolong aku, Kak."
"David," panggil Jane yang merasa bahwa keadaan adik dari sahabatnya itu tidak baik. "Sebaiknya kita bawa dia ke rumah sakit sekarang juga."
Akhirnya David pun langsung mengangkat tubuh gadis itu lalu membawanya keluar dari dalam kamar untuk dibawa menuju ke mobil dengan diikuti oleh Jane di belakangnya.
***
"Jane, kau yakin tidak akan ikut denganku?"
David merasa khawatir meninggalkan sahabatnya itu seorang diri di Mansion, sedangkan wanita yang berada di hadapannya saat ini yang mendengarnya pun terlihat tersenyum kepadanya yang membuat pria tersebut menghela nafas.
"Aku harus membawa beberapa barang yang diperlukan oleh adikmu nanti di sana, karena pasti dia harus dirawat inap."
"Oh, kau benar, Jane. Baiklah, kalau begitu aku pergi lebih dulu, ya? Nanti, jika seandainya terjadi sesuatu kepadamu, tolong hubungi aku dengan segera."
"Baiklah, David. Sebaiknya kau utamakan saja lebih dulu adikmu itu, untuk saat ini dia yang lebih membutuhkanmu daripada aku."
"Tidak, kau pun sama membutuhkanku, Jane. Kalian adalah orang yang berarti dalam hidupku, dan tak akan ku biarkan seseorang menyakiti kalian berdua."
David tersenyum, lalu membawa wanita itu ke dalam pelukannya sebelum akhirnya membawanya ke dalam pelukan.
"Jane, aku pergi dulu, ya. Jaga dirimu baik-baik di sini."
"Ya, kau tenang saja, David."
Kemudian Jane melihat pria itu yang sudah memasuki mobil lalu menyalakan klakson yang membuatnya langsung melambaikan tangan ke arah sahabatnya tersebut sebelum akhirnya benar-benar berlalu pergi dari pekarangan Mansion.
***
Saat ini David sedang berada di dalam perjalanan menuju ke rumah sakit bersama dengan adiknya yang sekarang tertidur di sampingnya membuat pria tersebut langsung menyentuh kening Celine.
Kedua matanya langsung terbelalak setelah merasakan bahwa sang adik demam tinggi sehingga membuatnya semakin menambah kecepatan mobil agar cepat sampai di tempat tujuan.
"Celine, ku mohon bertahanlah," gumamnya dengan kedua mata yang memerah seperti hendak menangis.
***
Sementara itu seorang pria yang baru saja datang ke rumah pun langsung berjalan menuju ke sebuah kamar salah satu anaknya hingga di mana keningnya berkerut ketika melihat suasana yang berada di dalam kamar yang sunyi seperti tidak ada orang di sini membuatnya langsung mengerutkan keningnya.
"SEAN, SEHAN, KAYRA, KAYLA!!!"
Semua orang yang dipanggil pun langsung berlari menghampiri pria tersebut sehingga kini mereka berempat berjajar di hadapan sang ayah.
"Siapa di antara kalian yang membiarkan dia keluar dari dalam kamarnya?!"
"T-tidak ada, Ayah," jawab Sehan. "Aku sama sekali tidak bertemu dengannya hari ini."
"Jika bukan kau, itu berarti di antara kalian bertiga, benar kan?!"
Tatapan pria yang berada di hadapannya begitu tajam menatap ke arah Sean, Kayra dan Kayla yang saat ini sedang menunduk ketakutan.
"Sudah ku bilang, jangan pernah ikut campur dengan urusanku mengerti?!"
"Kami tidak pernah ikut campur dengan urusan Ayah, aku berani bersumpah untuk itu," ujar Kayra yang langsung diangguki oleh Kayla.
Mungkin ini adalah saat yang tepat untuk Sean menanggung semua kesalahannya tersebut, karena ia yang juga tidak pernah bisa melihat adik kesayangannya tersebut yang terus saja disakiti seperti itu selama ini sehingga dirinya kini langsung menarik nafasnya dalam-dalam.
"Memangnya kenapa jika aku yang melakukannya?"
Semua orang, bahkan pria tua itu sekali pun langsung memusatkan perhatiannya kepada Sean yang saat ini sedang menatapnya dengan wajah datar.
"Kau ---?! Siapa yang menyuruhmu melakukannya, hah?! Apa kau juga ingin bernasib sama sepertinya?!"
"Tch! Sudah cukup Ayah menyakitinya selama ini, aku tidak ingin lagi kau melakukannya."
"Sean, apakah perkataanku tadi kurang jelas? Jangan pernah ikut campur ke dalam urusanku mengerti?!" ujarnya penuh penekanan. "Sekarang beri tahu aku, di mana adik kalian itu berada, hah?!"
Tanpa sadar kedua tangan Sean mengepal kuat, ia benar-benar membenci sang ayah, dirinya tidak habis pikir dengan yang dilakukan oleh pria tua yang berada di hadapannya saat ini. Berbeda dengan Sehan, Kayra dan Kayla yang terlihat tidak menyukainya karena apa yang sudah dilakukan oleh saudaranya tersebut.
"Aku tidak akan memberitahumu, Ayah."
"Sean!"
Sementara itu Sehan yang berada di sampingnya langsung menyikut lengannya tersebut sehingga Sean yang mengetahui hal itu menoleh.
"Apa yang kau lakukan, Sean?!" ujarnya pelan dengan kening yang berkerut. "Apa kau sudah gila, hah?!"
"Aku melakukannya untuk Celine."
"Lalu bagaimana dengan dirimu sendiri, hah? Apa kau ingin bernasib sama seperti Celine?"
"Aku tidak peduli lagi dengan diriku sendiri, Sehan. Aku ingin menghentikan Ayah melakukan kekerasan terhadap adikku sendiri."
Seorang pria tua yang berada di hadapannya sudah berlalu pergi dari hadapan mereka dengan emosi yang meluap sehingga membuat Sehan, Kayra dan Kayla langsung menghela nafas seketika.
"Kak Sean!" panggil Kayra dengan tatapan tajamnya. "Apa kau gila?!"
"Aku memang sudah gila," jawab Sean tersenyum. Sedangkan Kayla yang mendengar jawaban dari sang kakak pun langsung menggelengkan kepala seketika.
"Kenapa?" tanya Sehan dengan tatapan tidak percayanya itu. "Kenapa kau melakukan semua ini, hah?! Apa kau ingin disiksa lagi oleh Ayah?!"
"Justru itu adalah tujuanku, Sehan. Aku memang pantas mendapatkannya, karena kesalahanku selama ini terhadap Celine. Sebagai seorang kakak, aku ingin menebus semua kesalahanku."
Memang benar, Sean ingin memperbaiki hubungannya dengan Celine. Ia sangat menyayangi adiknya itu melebihi kepada dirinya sendiri.
"Maafkan aku, Celine."