Chapter 22 - Chapter 22

'Cornelia? Siapa dia?'

Dariel tenggelam dalam pikirannya sambil memikirkan ucapan dari wanita yang menabraknya beberapa saat yang lalu. Wanita itu tampak sangat terkejut dan menatapnya horor seperti sedang melihat hantu sehingga membuat wajahnya terlihat sangat pucat.

Dan sekarang, dirinya merasakan sengatan di wajahnya. Wanita yang beberapa saat lalu menabraknya itu, sedang menatapnya penuh selidik. Ia tidak tahu dirinya melakukan kesalahan apa pada wanita itu, tapi Dariel lebih memilih untuk mengabaikan wanita tersebut karena instingnya berkata kalau wanita itu berbahaya.

Sedangkan Odelia, sedang menyantap makanannya sambil menatap Dariel dengan tajam.

'Wajahnya, kenapa sangat persis seperti si jalang itu?'

"Nona?"

Matanya sedaritadi menatap penuh selidik pada Dariel, bergerak ke atas saat Dariel berdiri dari tempat duduknya dan mengikuti Dariel saat pria itu berjalan keluar dari restoran penginapan tersebut.

Odelia berdiri dan hendak mengikuti Dariel dari belakang, namun tangannya segera ditahan oleh Frans.

"Saya harap anda tidak mengikuti pria itu, nona."

Frans tahu bahwa saat ini Odelia sangat penasaran dengan pria yang mirip dengan nyonya Harvey itu. Tapi, tujuan utama mereka datang ke tempat ini adalah untuk menemukan Noelle Harvey.

"Ingat nona, tujuan kita kemari adalah menemukan Noelle Harvey secepat mungkin. Lebih baik anda menggunakan waktu anda untuk beristirahat supaya kita bisa melanjutkan pencarian kita besok."

Odelia pun tersadar dan melemaskan tubuhnya, "Benar. Tujuan kita kemari adalah menemukan Noelle."

Akhirnya, Odelia menyerah untuk mencaritahu lebih jauh tentang pria yang sangat mirip dengan Cornelia itu dan kembali beristirahat di dalam kamar penginapan.

-_*_-

Canggung.

Ini sangat canggung!

Kenapa saat ini, aku malah minum teh bersama dengan dua pria yang selalu mengeluarkan aura permusuhan setiap kali mereka bertemu?

Dua puluh menit yang lalu, aku menerima ajakan minum teh bersama dari Charles. Walaupun aku tidak mau dan tak ingin pergi, aku tak bisa menolaknya begitu saja karena permaisuri sedang mengawasi hubungan kami. Demi mengabulkan keinginan Cornelia asli, aku akhirnya mencoba mengiyakan ajakan Charles dan pergi ke rumah kaca bersamanya.

Namun diperjalanan, kami bertemu dengan Detrix yang baru saja menyelesaikan urusannya dengan perdana mentri. Detrix mengikuti kami berdua ke rumah kaca dan duduk di antara kami saat ini.

Tadinya juga aku sempat mengajak Gracia untuk ikut bersamaku, tapi Gracia menolak karena ia tidak ingin bertemu dengan Charles. Katanya jika mereka bertemu, mungkin perang dunia akan pecah karena Gracia sangat membenci Charles. Jadi, daripada aku memaksanya datang kemari dan membuat keadaan semakin kacau, lebih baik aku pergi sendiri.

Andai saja ada Gracia...

Hah...

Aku tak tahu apa yang ingin ku obrolkan jika terus-terusan canggung seperti ini. Apalagi, dua pria ini terlihat sangat santai meminum tehnya seakan-akan dunia sedang baik-baik saja.

"Pangeran Detrix, kenapa kau ada disini?" Tanya Charles yang membuka obrolan terlebih dahulu.

"Hm? Aku hanya ingin bertemu dengan teman lamaku, tidak boleh?" Jawab Detrix dengan santai.

"Maaf pangeran, tapi teman lama anda sedang menikmati waktu berdua dengan suaminya." Balas Charles, tak mau kalah.

"Oh, begitukah? Setahuku, teman lamaku ini sering ditelantarkan oleh suaminya. Jadi sebagai teman yang baik, aku hanya ingin menemani teman lamaku yang kesepian."

Tak-

Charles meletakkan cangkir tehnya dengan kasar dan menatap Detrix dengan amarah yang mulai tersulut, "Pangeran Detrix, kuharap kau tidak melewati batas. Cornelia adalah istriku, dan rumah tangga kami adalah urusan kami sendiri. Anda tidak perlu repot-repot untuk ikut campur dalam urusan rumah tangga kami."

Detrix membalas Charles dengan senyuman yang ia paksakan, "Tidak setelah aku melihat kekacauan yang kau buat di acara ulang tahunku dua minggu yang lalu."

"Bagaimanapun, kau tidak berhak untuk ikut campur dalam hubungan kami. Ingat, kau hanyalah mantan tunangan dari istriku, Yang Mulia." Balas Charles yang tak mau kalah.

Senyuman di wajah Detrix menghilang, digantikan dengan aura mencekam dan dingin muncul di sekelilingnya, "Charles Harvey, kuharap kau jaga ucapanmu," Aura mencekam itu menyebar hingga membuat bulu kudukku berdiri, "Kau pikir karena siapa aku berakhir jadi mantan tunangan seperti ini, huh?"

Charles tersenyum mengejek, "Maafkan aku, Yang Mulia."

Aura yang mencekam tadi mulai menggelap dan mulai mencekik leherku. Charles bersiap untuk melawan Detrix, sedangkan Detrix tampak fokus untuk membunuh Charles.

"Kau-"

"STOOOOP!!!" Bentakku menghentikan mereka berdua sebelum aku mati atau melihat mayat terbaring di depan mataku, "APA YANG SEDANG KALIAN LAKUKAN, HAH?!"

Mereka berdua gila. Apa mereka menginginkan pertumpahan darah di istana ini? Terutama, ini adalah rumah kaca milik permaisuri, apa mereka benar-benar gila?!

Seketika, aura mencekam itu surut digantikan dengan pandangan dari dua pria itu yang tertuju padaku.

"Jika kalian ingin berkelahi, lakukan di belakangku! Kepalaku sudah cukup pusing memikirkan bagaimana memperbaiki imejku di lingkaran sosial bangsawan, bisakah kalian cukup menikmati teh ini dan kembali dengan tenang?!"

Stress yang berusaha kupendam pun menyeruak keluar. Aku sudah cukup stress dengan para bangsawan itu. Aku menahan diri untuk tidak depresi dan jatuh dalam kegelapan seperti dulu lagi, bahkan aku merasa tujuanku melanjutkan hidup di dunia ini perlahan memudar. Aku juga merasakan perubahan pada diriku, yang awalnya positif untuk melakukan apapun yang ku mau di dunia ini--tentunya dengan uang, menjadi negatif dan tak ingin menunjukkan wajahku di luar istana ini.

Bahkan aku sampai menjadi murid Gracia hanya untuk menghadapi para bangsawan yang tak tahu tempat itu!

Moodku untuk melanjutkan jamuan teh hari ini pun menghilang. Sambil menarik napas dengan malas, aku bangkit dari tempat dudukku, "Kita akhiri jamuan teh hari ini. Silahkan lanjutkan pertengkaran kalian berdua, aku sedang tidak berminat untuk ikut campur dalam pertengkaran bodoh kalian."

"Cornelia, aku-"

"Oh iya, lebih baik kau segera kembali ke Duchy, Charles. Aku tidak ingin di ganggu dan aku masih belum memaafkanmu tentang apa yang terjadi di pesta ulang tahun itu."

Entah mengapa, aku mulai merasa muak setiap kali melihat wajah Charles. Ketampanannya tak mempan untuk melunakkan hatiku saat ini. Terimakasih berkatnya, aku harus melewati semua pembelajaran ketat dari Gracia. Aku juga harus menata kembali kepingan kepercayaan diriku dan juga keberanianku untuk berdiri tegak di dunia yang lebih kejam dari dunia asalku.

"Cornelia, maafkan aku..."

"Jika kau ingin dimaafkan, pulanglah. Jika kau masih menolak, kau bisa menandatangani 'surat' itu."

Charles pasti paham surat apa yang kumaksud, bukan?

Detrix tersenyum penuh kemenangan. Ia kemudian mulai berbicara denganku, "Kalau begitu, Cornelia aku-"

"Kau juga bisa pulang, Detrix. Aku sedang tak ingin berbicara dengan salah satu dari kalian hari ini." Potongku sebelum Detrix menyelesaikan kalimatnya.

Aku tahu apa yang akan ia lontarkan selanjutnya. Jika diteruskan, Charles akan mengamuk dan pertempuran akan benar-benar terjadi di dalam rumah kaca ini. Aku tidak tahu bagaimana reaksi permaisuri saat mengetahui rumah kaca yang selalu ia rawat dan ia gunakan untuk menikmati teh bersama dengan dayang-dayangnya, hancur karena pertempuran dua pria bodoh ini.

Haish, aku lelah. Aku harus menjaga kestabilan mentalku saat ini. Terdampar di dunia asing, mengingat kenangan buruk yang pernah terjadi di kehidupanku sebelumnya, dan belajar menghadapi bagaimana menghadapi para bangsawan sambil menekan mental dan emosiku bukanlah suatu hal yang mudah. Jika aku gagal sedikit saja, aku akan terus berada di dalam kegelapan itu dan hidup seperti orang gila.

Intinya, aku tidak baik-baik saja.

Aku masih belum baik-baik saja.

Aku mendongak dan menatap pantulan sinar matahari sore yang panasnya menyerap masuk ke dalam rumah kaca ini. Tidak terlalu panas, tapi cukup dengan pertengkaran dari dua pria ini, udara di dalam rumah kaca ini menjadi benar-benar panas dan membuatku gerah. Aku melangkahkan kakiku pergi dari rumah kaca itu dan kembali ke kamarku.