Chereads / Ignored By My Husband? Well, I Don't Care / Chapter 26 - Chapter 26 - Dariel part I

Chapter 26 - Chapter 26 - Dariel part I

"ANAK SIALAN!"

Suara benda yang pecah terdengar nyaring di sebuah rumah kecil yang terletak di luar wilayah Kekaisaran. Seorang pria yang sedang mabuk mulai melepas ikat pinggangnya dan memukuli seorang anak berusia empat tahun. Anak itu adalah Dariel.

Suara pukulan terdengar keras. Darah mengalir dari punggung Dariel dan suara tangisan terdengar memilukan.

"Gara-gara kau! Ya, ini semua gara-gara kau, aku kehilangan istri dan juga anakku yang belum lahir!"

Pria itu terus memukuli Dariel dengan sangat kuat. Badannya yang kecil tidak mampu menahan rasa sakit yang menjalar di tubuhnya. Bermodalkan kedua tangannya, ia meringkuk sambil melindungi kepalanya, dengan menangis keras, ia terus memohon ampun pada pria yang ia sebut sebagai 'ayahnya', walaupun ia tidak tahu dan tidak mengerti mengapa ayahnya sangat membencinya sehingga ia dituduh sebagai seseorang yang telah membunuh ibunya.

"Maaf ayah! Maaf..."

"Seharusnya aku sudah membunuhmu sejak kau bayi. Kalau bukan karena petinggi sialan itu, kau sudah tidak ada di dunia ini!"

Tangisan Dariel semakin menjadi. Hatinya sakit mendengar ucapan ayahnya barusan.

Kenapa ayahnya ingin sekali membunuhnya? Padahal, ia juga merupakan anaknya, tapi kenapa ayahnya sangat membencinya?

Lalu, siapa petinggi yang dibicarakan ayahnya? Apakah petinggi yang dimaksud ayahnya itu adalah orang-orang dengan tato rubah tergores dengan lima bintang di punggung tangannya yang sering datang kemari setiap sebulan sekali?

Dariel kecil tidak mengerti sama sekali. Walaupun ia tidak mengerti, otaknya selalu berpikir keras memikirkan penyebab kebencian ayahnya kepadanya. Pikiran-pikiran berat seperti itu terus menghantui pikirannya.

Dariel selalu meringkuk di pojok kamar sambil menahan perih di punggungnya dan menangis dalam diam. Ia selalu terjaga saat ayahnya berada di rumah. Saat ayahnya pergi keluar untuk berjudi atau melakukan hal-hal kotor lainnya, barulah Dariel bisa tertidur pulas tanpa takut dibunuh oleh ayahnya. Setiap kali ia tertidur, ia selalu bermimpi tentang seorang wanita dengan rambut berwarna hitam kebiruan yang sama dengan warna rambut miliknya berlari mendatanginya dan menarik tangannya dari kegelapan. Mereka berlari menghampir sepasang pria dan wanita paruh baya yang menatapnya begitu hangat.

"Anakku, putraku tersayang, kami merindukanmu..."

Kalimat itulah yang diucapkan oleh wanita paruh baya tersebut. Walaupun Dariel tidak bisa melihat wajah mereka, tetapi ia tahu bahwa pasangan tersebut menatapnya penuh dengan kerinduan.

Dariel pun terbangun dengan air mata yang mengalir di pipinya. Setiap kali ia terbangun dari mimpi tersebut, wajahnya selalu basah oleh air mata dan kekosongan di dalam hatinya pun kian bertambah. Ia ingin merasakan bagaimana rasanya di sayangi oleh seseorang, keinginan yang sangat diinginkan oleh anak-anak di seluruh dunia. Sayangnya, dirinya saat itu tidak bisa merasakan kasih sayang itu.

Disisi lain, ada juga emosi mengerikan di dalam hatinya. Setiap kali ia disiksa oleh ayahnya, sinar kehidupan yang terpantul dimatanya semakin padam, kemudian timbul rasa dendam yang amat besar dan keinginan untuk membunuh pria tua itu.

Bocah berusia empat tahun itu tumbuh berbeda dari anak-anak seusianya. Di umurnya yang ke-7 tahun, sebuah pikiran mengerikan terlintas dipikirannya. Tangannya selalu bergerak tanpa sadar saat ia melihat benda-benda tajam seperti pisau di dapur. Matanya menatap benda-benda tajam itu dengan kosong, pikirannya mengilustrasikan bagaimana jika ia membunuh ayahnya saja? Ia merasa pria yang ia panggil sebagai 'ayah' itu bukanlah ayahnya lagi, tetapi monster yang menyamar sebagai ayahnya. Ia ingin segera memusnahkan monster tersebut secepat mungkin, ia ingin segera lepas dari cengkraman monster itu.

Anak itu melirik ke arah ayahnya yang sedang tidur sambil memeluk botol minuman di tangannya.

'Aku harus membunuhnya.' Gumam Dariel di dalam hati sambil menatap ayahnya dengan niat membunuh.

Ia mulai mengambil pisau dengan gerakan pelan tanpa suara, kemudian berjalan ke arah ayahnya dengan sangat hati-hati hingga tidak menimbulkan suara, dilihatnya wajah ayahnya sekali lagi dengan tatapan yang kosong dan amat dingin, lalu ia mengangkat kedua tangannya ke atas dengan pisau yang ia pegang menggunakan kedua tangannya, beberapa detik kemudian, tangannya sudah berlumuran dengan darah.

Dariel menusuk tubuh monster yang selama ini disebutnya sebagai 'ayah' itu berkali-kali. Setelah itu tangannya mulai bergetar dan lemas. Ia menjatuhkan pisau yang ia gunakan untuk menusuk ayahnya, kemudian mengusap wajahnya menggunakan tangannya yang penuh dengan darah dengan netra yang bergetar hebat.

"Aku... membunuhnya..." Gumamnya kecil, kemudian melihat jasad ayahnya sekali lagi.

"Hah... Hahaha... Akhirnya..."

Dariel tertawa seperti orang gila. Monster yang selama ini mengurungnya dan menyiksanya dengan ganas, akhirnya berhenti menyakitinya. Monster yang selama ini menyiksanya, akhirnya lenyap dari dunia itu.

Namun ia tidak bisa menikmati kebebasannya saat itu juga. Dariel mulai berpikir kalau dia tidak seharusnya tetap berada di rumah itu. Orang dengan tato rubah itu akan menghampiri kediaman mereka beberapa hari lagi. Instingnya berkata bahwa jika ia tertangkap oleh orang dengan tato itu, ia akan disiksa lebih parah lagi oleh monster yang baru. Akhirnya, ia memutuskan untuk pergi dari rumah itu sesegera mungkin sambil mengemasi barang-barang yang akan berguna untuk dirinya nantinya. Walaupun tubuhnya sangat lelah dan kepalanya sangat sakit akibat hantaman mental hari itu, instingnya selalu menuntunnya untuk bangkit dan memberitahunya untuk segera menyelamatkan dirinya.

Dariel mulai berkelana untuk bertahan hidup. Tubuhnya yang kurus dan kecil itu berjalan setiap harinya dan berhenti di malam hari untuk beristirahat di atas pohon. Ia selalu mengistirahatkan dirinya di dalam hutan, karena menurutnya beristirahat di dalam hutan lebih aman dari pada harus beristirahat di tengah kota. Penyebab dirinya bisa berpikir seperti itu pun di dasari oleh pengalamannya.

Beberapa waktu yang lalu, Dariel sempat singgah di sebuah kota. Ia mengistirahatkan tubuhnya di sebuah gang kecil dan tak lama kemudian ia di hampiri oleh beberapa remaja.

Para remaja itu memalaknya dan mengambil barang bawaannya. Mereka juga memukuli tubuhnya hingga tubuhnya kembali terluka. Sejak saat itulah, ia berpikir jika bertahan hidup di tengah kota sangat tidak memungkinkan untuknya dan ia mulai tidak memercayai manusia.

Ia mulai mempelajari bagaimana caranya mencari makan di dalam hutan. Mulai dari berburu, mencari buah-buahan dan tanaman yang bisa di makan, hingga harus bertarung melawan binatang buas, semuanya ia lakukan dengan insting miliknya. Ia pergi dari hutan ke hutan tanpa ada keinginan untuk menetap.

Hingga suatu hari, di umurnya yang ke-10 tahun, dirinya memakan tanaman beracun dan nyawanya terancam. Ia jatuh pingsan dan tergeletak tak berdaya di atas tanah. Ia pikir dirinya akan mati saat itu juga, namun seseorang datang menemukannya dan pergi membawanya. Dariel yang tidak memiliki kekuatan untuk melawan sama sekali hanya bisa pasrah dan membiarkan dirinya di bawa oleh orang tersebut, bersamaan dengan kesadarannya yang perlahan mulai menghilang.