Keesokan harinya, Cornelia menemani Charles berjalan di taman seusai kelasnya bersama Gracia di sore hari. Seperti biasa, Gracia mengomel panjang lebar karena tidak suka dengan kedatangan Charles. Cornelia pun terkadang ikut mengangguk sambil mendengarkan omelan Gracia karena ia sangat setuju dengan Gracia, walaupun Cornelia lebih banyak diam dan tak ikut mengomel. Rasa kosong dihatinya yang ia rasakan saat berada dikediaman Harvey, perlahan mulai terpenuhi dengan kehadiran orang-orang yang peduli dan menyayanginya dengan tulus, seperti kedua orang tuanya, Gracia, dan juga dukungan dari Detrix.
Ya, pangeran Osvald itu sampai saat ini masih berada di kekaisaran dengan alasan pekerjaan yang belum selesai. Padahal tujuan sebenarnya ia masih tinggal di kekaisaran adalah karena Cornelia masih berada disana.
"Cornelia, aku akan pulang besok pagi." Ucap Charles sambil berjalan pelan menyejajarkan langkah kakinya dengan Cornelia.
Alasan Charles pulang cepat adalah karena pekerjaannya yang menumpuk. Ditambah lagi, Charles ingin menyilidiki kasus adiknya yang hilang sekali lagi, karena Odelia saat itu telah menghilangkan seluruh jejak kriminal yang dilakukan oleh wanita itu dengan membuat bukti-bukti palsu. Pekerjaan yang harus di selesaikan oleh Cornelia pun ia ambil alih karena dia tidak ingin membebani istrinya dengan pekerjaan yang menumpuk itu untuk saat ini. Ia ingin Cornelia fokus untuk memulihkan dirinya terlebih dahulu.
Cornelia mengangguk, "Hati-hati dijalan."
Charles memiringkan kepalanya, "Apa kau tidak ikut pulang bersamaku?"
Cornelia menggeleng, "Aku masih ingin tinggal disini lebih lama lagi, Charles. Kau tahu, sudah dua tahun lamanya aku tidak pulang ke kampung halamanku sendiri." Jawab Cornelia berjalan pelan sambil menyentuh kelopak bunga.
"Ah, baiklah." Balas Charles menyetujui kemauan istrinya, walaupun sebenarnya ia ingin Cornelia ikut pulang bersamanya.
"Cornelia!"
Charles dan Cornelia serentak menoleh ke arah sumber suara. Seorang pria bersurai pirang lemon berlari kecil ke arah Cornelia dengan senyum mengembang di wajahnya, seperti anak kecil.
"Detrix?" Gumam Cornelia sambil melihat kedatangan Detrix.
"Kenapa kau ada disini?" tanya Charles menghalangi Detrix dengan berdiri langsung di depan Cornelia.
Detrix tersenyum remeh kepada Charles, "Apakah harus ada alasan kenapa aku ada disini?"
Cornelia, lebih tepatnya Amelia tak tahu, kalau sebenarnya Detrix bebas keluar masuk ke dalam istana kekaisaran sesuka hatinya. Charles yang sadar mengenai fakta tersebut pun segera membungkam mulutnya sendiri, sedangkan Detrix tersenyum penuh kemenangan.
Detrix mengalihkan perhatiannya kepada Cornelia yang berdiri di belakang Charles, "Cornelia, apa kau akan kembali bersamanya ke kediaman Harvey?" Tanya Detrix setelah melihat Charles yang berjalan berdua dengan Cornelia.
"Tidak. Aku masih ingin berada disini." Jawab Cornelia.
Detrix tersenyum lega mendengar jawaban dari Cornelia barusan. Ia masih belum siap untuk berpisah dengan Cornelia lagi. Apalagi, berpisah karena Cornelia harus kembali tinggal bersama pria brengsek seperti Charles.
"Kalau begitu, aku pamit dulu. Sampai bertemu besok, Cornelia." Ucap Detrix membungkuk hormat pada Cornelia, kemudian pergi meninggalkan Cornelia berdua dengan Charles. Walaupun ia tidak menyukai CHarles, tapi Charles masih menjadi suami Cornelia. Ia tahu diri dan memilih untuk mundur hari itu.
Charles menggertakan gigi-giginya sambil mengepalkan kedua tangannya.
"Aku akan menunda kepulanganku dan tinggal disini untuk sementara waktu." Ucap Charles pada Cornelia.
"Maaf?"
"Aku akan menunda kepulanganku." Ujar Charles sekali lagi sambil menatap mata Cornelia dengan sangat serius.
Cornelia tersentak dan membalas tatapan Charles, "Tidak. Kalau kau disini, siapa yang akan mengurus Duchy?"
"Gillian dan Ronald bisa menggantikanku untuk sementara waktu."
Cornelia menggelengkan kepalanya, "Tidak. Apa kau tidak kasihan kepada mereka berdua?"
"Aku akan menaikkan upah mereka. Jadi, kau tidak perlu khawatir."
"Tapi-"
"Cornelia, kau tidak perlu khawatir, oke?" Ucap Charles memotong ucapan Cornelia dengan suara yang lembut.
Mau tak mau, Cornelia menyetujui keinginan Charles. Ia membiarkan Charles untuk tinggal di istana lebih lama lagi. Walaupun sejujurnya, salah satu alasannya tidak ingin kembali ke Duchy karena tidak ingin melihat wajah Charles untuk sementara waktu.
-_*_-
"Akhirnya, kita sampai juga di kerajaan Rosalva." Seru Tom dengan semangat yang kembali membara setelah sampai di kerajaan Rosalva.
Dariel tidak memedulikan keributan yang di buat oleh Tom. Ia sibuk melihat pemandangan yang ada di sekelilingnya. Walaupun kerajaan Rosalva di penuhi dengan tumpukan salju, tapi kehidupan yang ada di kerajaan itu tampak redup. Banyak sekali toko yang ada di dalam kota itu, namun sedikit sekali toko yang buka.
"Sebelum para bandit itu menguasai hutan Yvania, toko-toko di kota ini selalu buka dan menyediakan banyak jajanan enak. Bahkan, banyak juga para ksatria dan orang upahan yang datang ke kota ini untuk membeli perlengkapan senjata mereka. Walaupun perjalanan ke kerajaan ini sulit untuk di lewati, tetapi orang-orang masih mencoba untuk datang kemari karena senjata yang di sediakan di kerajaan ini terkenal sangat bagus. Semua itu berkat sumber daya material yang dibutuhkan untuk membuat senjata yang bagus banyak di temukan di kerajaan ini." Jelas Reinhardt setelah membaca raut wajah Darriel yang tampak kebingungan.
"Oh..."
Dariel pun akhirnya paham. Ia mengerti kenapa Reinhardt membawa persediaan kayu bakar sangat banyak dan memastikan kayu-kayu itu aman dan tidak basah. Kayu-kayu itu nantinya akan digunakan oleh warga kota ini untuk kembali menyokong kehidupan mereka di wilayah yang sangat dingin ini.
"Kita sudah sampai." Ucap Reinhardt saat kereta mereka tiba di kantor pusat perdagangan kota Rosalva.
Reinhardt dan juga rombongannya turun dari kereta pengantar suplai yang mereka naiki. Masing-masing dari orang-orang yang ada di dalam rombongan itu sudah mengenakan sarung tangan, earmuff, dan juga jaket tebal untuk melindungi tubuh mereka dari udara dingin yang menyengat. Terlihat seorang pria paruh baya dan juga wanita muda berkacamata datang menghampiri mereka.
"Selamat datang di kota Rosalva, Tuan Rei." Sambut pria paruh baya itu dengan senyum bisnis miliknya.
"Terimakasih atas sambutannya, Tuan Paul." Balas Reinhardt dengan senyum bisnis yang tak kalah menawan.
"Udara di luar cukup dingin, mari kita berbincang di dalam, Tuan Rei," Ujar Paul kemudian menoleh ke wanita muda yang berdiri tak jauh di belakangnya, "Terryl, kau urus suplai yang dibawa oleh Tuan Rei."
"Baik, Tuan."
"Tom, tolong kau urus semuanya. Aku akan masuk ke dalam bersama Tuan Paul."
"Siap Bos!"
Tom dan Terryl mulai sibuk melakukan tugas mereka, begitu pula dengan Dariel. Ia sibuk memindahkan barang ke dalam gudang. Setelah selesai melakukan tugasnya, dia kembali ke kantor pusat perdagangan kerajaan Rosalva dan di minta untuk beristirahat di sebuah penginapan yang sudah di sewa oleh Reinhardt. Ia pun pergi ke penginapan itu, kemudian membersihkan dirinya, setelah itu ia merebahkan tubuhnya di atas kasur sambil menatap kosong ke arah langit-langit kamar.
["Ikuti Reinhardt Ulbretch. Ia merupakan ketua dari organisasi bawah Tigris Luber, sekaligus orang menjadi pendiri Albus Lotus. Mungkin, kau bisa mendapatkan suatu jawaban mengenai identitasmu yang sebenarnya dari pria itu."]
Itulah yang dikatakan oleh pria yang menyelamatkannya, sekaligus menjadi ayah angkatnya saat ini. Alasannya mengikuti Reinhardt saat ini hanya karena ia ingin memastikan bahwa mimpi yang sering muncul di dalam tidurnya saat ia masih kecil bukanlah suatu kebohongan.
Di dalam mimpi itu, ia melihat seorang wanita bersurai hitam kebiruan sedang tersenyum di hadapannya. Wanita itu menarik tangannya dan membawanya kepada sepasang wanita dan pria paruh baya. Ketiga orang itu tersenyum kepadanya dan wanita paruh baya itu berkata, "Anakku."
Mimpi itu hanya sebatas itu saja. Tidak ada kelanjutannya sama sekali.
Awalnya, ia berpikir kalau mimpi itu terwujud karena ia menginginkan kasih sayang dari orang tuanya, akan tetapi mimpi itu terus muncul di dalam tidurnya setiap kali ia tertidur. Sayangnya, mimpi itu berakhir saat ia berhasil membunuh 'monster' yang terus menyiksanya saat ia masih kecil.
Sejak insiden di hari itu, Dariel tidak bisa tidur dengan pulas. Ia masih di hantui oleh penyiksaan yang dilakukan 'monster' itu padanya, dan juga rasa takut tertangkap oleh orang yang bekerja sama dengan 'monster' tersebut.
Pertanyaan yang dilontarkan oleh Reinhardt juga masih terngiang di dalam pikirannya.
["Apa kau berasal dari keluarga bangsawan?"]
Keluarga bangsawan. Kalimat itu sempat menyita perhatiannya. Ia berpikir, mungkinkah ia berasal dari keluarga bangsawan?
Dariel segera menggelengkan kepalanya, menghapus pemikiran bodoh itu.
'Perjalananku masih jauh. Lebih baik aku mengistirahatkan tubuhku, meskipun aku tahu aku tidak dapat beristirahat sepenuhnya.'
Dariel pun mulai memejamkan kedua matanya.