Chapter 19 - Chapter 19

"Tidak tidak, angkat kepalamu lebih tinggi." Seru Gracia sambil menggelengkan kepalanya beberapa kali.

Cornelia mengangkat kepalanya lebih tinggi, "Sudah?" Tanya Cornelia pada Gracia.

"Tidak, turun sedikit."

Cornelia menurunkan kepalanya sedikit, "Sudah?" Tanyanya lagi.

Gracia menepuk kedua tangannya dan tersenyum puas, "Yup, sudah."

"Hah..." Cornelia melemaskan tubuhnya dan merebahkan dirinya di atas kasur miliknya, "Lelah sekali."

Cornelia tak menyangka akan sesusah ini. Sejak pagi tadi, yang ia pelajari dari Gracia hanyalah mengangkat dagunya sedikit dengan tubuh tegak dan memasang wajah angkuh untuk menutup mulut para bangsawan yang meremehkannya jika mereka meremehkan Cornelia tepat di depan wajahnya. Gracia berkata kalau postur percaya diri seperti itu sangat dibutuhkan oleh wanita bangsawan khususnya orang dengan kedudukan tertinggi seperti dirinya agar tidak mudah diremehkan oleh orang lain. Namun, jika bangsawan itu bersikap tunduk dan hormat pada Cornelia, Gracia menyarankan tidak perlu memasang wajah angkuh kepada mereka. Cukup mengangkat dagu sedikit seperti tata krama wanita bangsawan pada umumnya dan tersenyum ramah kepada mereka.

"Kau tahu kita masih belum selesai, bukan?" Tanya Gracia sambil menyesap teh nya dengan anggun.

"Ah, ya, aku tahu." Jawab Cornelia dengan malas.

Gracia menikmati teh nya di balkon kamar Cornelia. Ia mengamati pemandangan taman yang indah, karena kamar Cornelia berada di dekat taman istana kekaisaran. Taman itu memang sepi karena tak sembarang orang yang bisa masuk ke dalamnya, kecuali saat istana sedang menggelar pesta. Tiba-tiba, matanya menangkap sebuah penampakan seorang pria bersurai hitam yang ia kenal.

"Cornelia, bukankah itu Charles?" Tanya Gracia tak mengalihkan pandangannya dari pria yang sedang berjalan ke dalam rumah kaca yang terletak tak jauh dari taman istana.

"Apa?" Cornelia segera turun dari kasurnya dan berlari ke arah balkon, "Mana?" Tanyanya dengan rasa ingin tahu.

"Itu." Gracia menunjuk ke arah taman dan mata Cornelia pun mengikutinya.

Cornelia menyipitkan matanya dan membuka mulutnya, "Kenapa Charles ada disini?" Tanyanya pada Gracia.

Gracia mengangkat kedua bahunya, "Hm? Mana kutahu?"

Cornelia terus menatap punggung Charles sampai Charles menghilang di balik pepohonan.

"Apa dia datang menjemputmu, Cornelia?"

Cornelia menggeleng, "Entahlah."

Cornelia tidak bisa menahan rasa penasarannya. Kenapa Charles ada di istana tanpa memberitahunya? Bahkan, Charles malah pergi ke rumah kaca milik permaisuri, bukannya datang menemuinya terlebih dahulu.

"Gracia, aku pergi dulu!" Seru Cornelia yang segera berlari keluar kamarnya, sedangkan Gracia kembali meminum teh miliknya yang mulai dingin tanpa menghentikan Cornelia.

Cornelia terus berlari tanpa memedulikan beberapa pelayan yang berpapasan dengannya. Tidak baik untuk seorang putri kekaisaran berlarian di dalam istana, tetapi saat ini ia tidak bisa berjalan pelan menuju ke rumah kaca itu.

Sedangkan itu di dalam rumah kaca...

"Saya memberi hormat kepada Yang Mulia Permaisuri Kekaisaran."

Permaisuri yang sudah duduk di dalam rumah kaca, menatap dingin pada Charles, "Duduklah."

Charles duduk di kursi yang telah di siapkan untuknya. Pelayan mulai menyiapkan teh untuknya dan menuangkan teh tersebut ke dalam cangkir yang ada dihadapannya. Charles menatap ke dalam cangkir yang dihadapannya tanpa menyentuhnya sedikitpun.

"Apa kau tahu kenapa aku memanggilmu kemari?" Tanya permaisuri kepada Charles.

"Tidak, Yang Mulia." Balas Charles menundukkan kepalanya sebagai hormatnya kepada permaisuri.

"Bercerailah dengan putriku, Duke Harvey." Perintah Permaisuri tanpa banyak basa-basi.

Charles segera mengangkat kepalanya dan menatap mata permaisuri yang begitu dingin dengan aura mendominasi milik beliau.

Masih terguncang dengan perintah permaisuri, permaisuri mengangkat tangannnya sebagai perintah kepada Rosalia untuk menyerahkan surat perceraian kepada Charles Harvey. Rosalia pun mengangguk dan segera menyodorkan surat perceraian tersebut tepat dihadapan Charles, "Kau tidak perlu repot-repot menyiapkan surat perceraian lagi karena aku sudah menyiapkannya. Tandatangani itu dan tinggalkan putriku sekarang juga."

Charles menatap surat perceraian itu sebentar lalu mulai membuka mulutnya, "Yang Mulia, saya tidak bisa menandatangani surat ini."

Permaisuri mengangkat sebelah alisnya, "Kenapa?"

"Saya..." Charles terlihat ragu untuk mengatakan kalau dia jatuh cinta pada Cornelia. Ia merasa tidak pantas mengucapkan kata cinta itu kepada permaisuri yang merupakan ibu dari Cornelia. Namun, jika dia tetap diam, permaisuri akan memaksanya untuk menandatangani surat cerai tersebut. Akhirnya, Charles pun menguatkan hatinya dan menatap lurus pada permaisuri, "Saya mulai mencintai Cornelia, Yang Mulia. Saya tidak ingin berpisah dengannya seperti ini."

Permaisuri terkejut dengan jawaban Charles. Permaisuri tahu bahwa Charles tidak pernah mencintai putrinya, tetapi apa yang ia dengar barusan? Charles Harvey mencintai Cornelia dan menolak untuk bercerai dengan Cornelia?

Permaisuri menatap Charles dengan sangat tajam dan dingin, "Duke Harvey, bagaimana bisa aku memercayai ucapanmu barusan?"

"Saya tidak berharap anda memercayai ucapan saya barusan, Yang Mulia. Saya hanya ingin meminta kepada anda dan juga istri saya, Cornelia untuk memberikan kesempatan kedua kepada saya untuk memperbaiki hubungan kami. Saya akan membuktikan kepada anda kalau saya benar-benar mencintai Cornelia."

Permaisuri pun diam dan tampak berpikir. Sesekali ia menyesap tehnya dengan tenang. Waktu berlalu selama sepuluh menit dalam keheningan. Charles menunggu balasan dari permaisuri dan berharap permaisuri mengubah pikirannya mengenai perceraian ini.

"Baiklah, aku akan memberikan kesempatan padamu untuk memperbaiki hubungan kalian berdua."

Seketika, wajah Charles tampak lega dan cerah mendengar balasan dari permaisuri barusan.

"Tapi," Lanjut permaisuri yang tak peduli dengan kelegaan dalam hati Charles, "Jika aku mendengar atau melihat putriku tersakiti lagi olehmu, segera tandatangani surat perceraian itu." Ucap permaisuri sambil memberikan kode kepada Rosalia untuk mengambil kembali surat cerai itu dari hadapan Charles.

"Baik, Yang Mulia. Terimakasih." Balas Charles kemudian berdiri dan menunduk hormat pada permaisuri yang pergi meninggalkannya sendirian di tengah rumah kaca.

Charles kembali duduk di kursinya sambil menunggu permaisuri berjalan jauh dari rumah kaca. Bertemu dengan permaisuri yang sangat mendominasi membuat energi kehidupannya berkurang setengah bar. Rasa lelah karena gugup saat berbicara mengenai perceraian antara dirinya dan Cornelia sangat terasa setelah permaisuri pergi meninggalkannya sendirian disana. Charles menarik dan menghembuskan napasnya beberapa kali sampai ia mendengar suara lembut dan manis yang tak jauh dibelakangnya.

"Charles."

Charles menoleh kebelakang dan melihat seorang wanita bersurai hitam kebiruan yang dikepang kesamping sedang berdiri menatapnya.

"Cornelia..."

Cornelia keluar dari tempat persembunyiannya dan berdiri tak jauh di belakang Charles. Sebelumnya, Cornelia mendengarkan percakapan antara Charles dan permaisuri di balik pohon besar yang tak jauh dari mereka secara diam-diam. Ia tak terlalu terkejut saat Charles menolak untuk bercerai karena sebelumnya pun Charles menolak untuk bercerai dengannya. Ia hanya tidak mengerti, kenapa Charles mulai berpindah hati padanya padahal dari dua tahun yang lalu, tak sekalipun Charles melirik ke arahnya.

Charles bangkit dari kursinya dan berjalan ke arah Cornelia.

"Bagaimana keadaanmu sekarang?" Tanya Charles dengan lembut pada Cornelia.

Cornelia tak menjawab pertanyaan Charles. Ia terus menatap Charles dengan datar.

"Cornelia?" Panggil Charles yang mulai bingung dengan diamnya Cornelia.

"... terakhir."

"Terakhir?"

"Ini kesempatan terakhir, Charles. Jangan kecewakan aku." Ucap Cornelia sambil menatap Charles dengan tajam.

Charles segera meraih bahu Cornelia dan memeluknya dengan erat, "Terimakasih, Cornelia."