Chereads / The Dream High / Chapter 4 - Masalah di Rumah Clara

Chapter 4 - Masalah di Rumah Clara

Seorang wanita yang masih terlihat muda dengan rambut kuncir satu membukakan pintu untuk Luna. Wanita itu tersenyum padanya sembari mempersilahkan masuk.

"Silahkan masuk, Non," ucapnya ramah dengan senyum yang terus mengembang.

"I–iya, terima kasih," Luna tergagap karena kagok. Ia tak pernah diperlakukan seistimewa ini sebelumnya.

Gadis itu masuk ke dalam rumah Clara dengan penuh rasa takjub. Untuk pertama kalinya, ia menginjakkan kaki di rumah yang nampak bak istana berarsitektur classic modern.

Rumah mewah itu beralaskan lantai marmer dengan lampu-lampu kristal yang menggantung di langit-langit dan juga dinding yang dilapisi wallpaper classic berwarna emas, menambah kesan mewah pada rumah itu.

Luna berjalan maju sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru rumah dengan mulut yang menganga. Tanpa sadar, ia telah berjalan melewati ruang tamu.

"Eh ... Non, Non. Ruang tamunya di sebelah sini." Sang asisten rumah tangga memanggil Luna yang terus berjalan lurus ke depan.

"Oh, iya, Mbak. He he ...." Luna menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal sambil cengengesan.

Gadis itu kemudian mendudukkan dirinya di atas kursi Chesterfield berwarna hitam—lambang kesuksesan seseorang yang biasa digunakan untuk menyambut tamu kehormatan.

"Non, mau minum apa?" tanyanya pada Luna sesaat setelah ia duduk.

"Apa aja, Mbak."

Setiap bertamu ke rumah orang, Luna selalu menjawab seperti itu karena tak mau merepotkan. Di rumah semewah ini, mungkin saja ketika ia mengatakan ingin segelas susu coklat hangat, wanita itu akan membawakan. Namun, ia enggan melakukannya. Terlebih lagi ia kini tengah bertamu di rumah orang yang tidak menyukainya.

"Oh, baik, Non," jawab ART itu sebelum akhirnya pergi meninggalkan Luna ke dapur.

Sebelum menuju ke dapur, wanita itu menyempatkan diri untuk naik ke lantai dua. Ia ingin mengabarkan pada anak majikannya bahwa salah satu temannya telah datang dan sedang menunggu di ruang tamu.

Wanita itu kini tengah berdiri di depan pintu kamar Clara, lalu mengetuk-ngetuk pintu.

TOK ... TOK ... TOK ...

"Non Clara, ini saya, Silva."

Mendengar suara ketukan pintu dan juga panggilan asisten rumah tangganya dari luar, Clara yang tengah asyik bermain ponsel pun berjalan menuju pintu kamar untuk berbicara dengan Silva, lalu membuka pintu.

"Iya Mbak Silva, kenapa?"

"Di ruang tamu ada temannya Non Clara."

"Udah ada yang dateng, Mbak?"

"Sudah ada, Non, satu orang."

"Namanya siapa, Mbak?"

"Maaf, Non, saya lupa nanya namanya."

"Ya udah gak apa-apa. Nanti saya turun temuin teman saya."

Clara menutup pintu kamarnya, kemudian mengganti pakaiannya sebelum turun kebawah. Sedangkan Luna, matanya tertuju pada berbagai macam hiasan yang merupakan souvernir dari luar negeri yang tertata rapi di sebuah meja hias minimalis berwarna putih.

Karena penasaran, ia kemudian bangkit dari duduknya untuk melihat dari dekat hiasan-hiasan tersebut. Saat ia sudah berdiri di depan meja, matanya langsung tertuju pada dua boneka couple mini berbusana traditional korea.

"Ih... lucu bonekanya," ucap gadis itu sambil meraih salah satu dari boneka tersebut.

Tanpa Luna sadari, Clara sudah berdiri beberapa meter darinya. Gadis itu memperhatikan Luna sambil melipat kedua tangannya. Saat boneka itu sudah berada di tangan Luna, Clara pun menegur gadis itu.

"Heh, ngapain lo ngambil boneka hiasan gue? Lo mau maling, ya?"

Luna yang tiba-tiba saja mendengar suara orang berbicara seketika kaget. Boneka yang ada di genggamannya pun terjatuh ke lantai. Dengan sigap, ia segera mengambil boneka itu dan menaruhnya kembali ke tmpat semua. Gadis itu kemudian meminta maaf pada sang empunya yang kini tengah berdiri di hadapannya.

"Maaf Clara, gue gak sengaja jatuhin bonekanya," jelas Luna sambil menunduk karena merasa bersalah.

"Bagus, ya. Untung cuma boneka yang lo jatuhin. Kalo sampai ada salah satu dari hiasan itu yang pecah, lo harus ganti," ucap Clara sambil berjalan mendekati Luna, lalu menunjuk-nunjuk gadis itu dengan telunjuknya.

"I–iya, gue ngerti."

"Dasar norak!" Dua kata itu keluar dari mulut Clara sebelum akhirnya pergi meninggalkan Luna di ruang tamu.

Luna kembali duduk di tempatnya semula. Ia terduduk lesu dengan wajah yang ditutupi oleh kedua tangannya. Gadis itu merasa bersalah atas apa yang terjadi barusan. Seharusnya, ia bisa menepis rasa penasarannya untuk melihat lebih dekat berbagai hiasan tersebut dan tak menyentuh barang apa pun di rumah itu. Ingin rasanya ia pulang saja saat itu juga, tetapi ia harus menahan dirinya.

Tak lama berselang, Silva datang ke ruang tamu sambil membawa nampan berisi secangkir minuman coklat hangat.

"Silahkan diminum, Non."

"Iya, Mbak," ucap Luna sambil mengangkat kepalanya. "Terima kasih, ya." Sambungnya lagi saat Silva berjalan pergi.

"Sama-sama, Non." Silva membalikkan badannya seraya tersenyum dan menundukkan sedikit kepalanya.

Luna melirik ke arah cangkir putih berisi minuman coklat hangat yang ada di atas meja. Gadis itu kemudian tersenyum tipis karena Silva telah memberikan minuman yang tepat untuknya. Ia kemudian mengambil cangkir itu, lalu meminum coklat hangat tersebut dan berharap moodnya yang jelek bisa kembali membaik.

Luna melihat ke arah jam dinding yang tergantung di rumah Clara. Waktu telah menunjukkan pukul sepuluh lewat lima menit, tapi belum ada satu pun anggota kelompok yang datang.

"Duh, kok yang lain belum pada dateng, sih. Tau gitu mending gue datang telat aja tadi."

Luna mulai gusar karena belum ada satu pun temannya yang datang. Ia merasa sangat canggung dan aneh sendirian di rumah orang yang tak menyukainya itu.

Lima belas menit kemudian, Silva kembali datang ke ruang tamu untuk membukakan pintu bagi anggota kelompok lainnya yang baru sampai.

"Mari masuk Den, Non, temannya sudah ada yang menunggu dari tadi," terang Silva pada tiga orang yang ada di hadapannya sambil menunjuk ke arah Luna yang tengah duduk di sofa.

Hilda, Denny, dan juga Laila masuk dan menengok ke arah Luna, kemudian mereka ikut duduk di sofa yang sama dengannya sembari menunggu kedatangan Clara.

"Lo sampai jam berapa?" tanya Laila basa-basi.

"Gue sampai sini dari jam 09:35."

"Oh ...." jawab Laila singkat tanpa merasa bersalah karena datang terlambat dan membuat Luna menunggu lama.

Setelah percakapan itu, Laila dan juga kedua temannya tak lagi bertanya pada Luna. Mereka bertiga asyik berbincang dan menghiraukan Luna. Gadis malang itu dianggap seakan tak ada di tengah-tengah mereka. Namun, Luna nampak santai karena telah terbiasa diperlukan seperti itu.

"Ayo, kita ke dapur bersih aja. Kita buat tapenya di sana," ajak Clara yang kini telah hadir di hadapan mereka.

"Ayo, guys ...." ajak Denny yang beranjak dari kursi dengan penuh semangat.

Di dapur bersih itu, Clara telah menyiapkan bahan-bahan yang akan mereka gunakan untuk membuat tape singkong yang hanya terdiri dari dua bahan, yaitu singkong rebus dan juga ragi.

"Kemarin lo catet gak langkah-langkah buat tapenya?" tanya Clara pada teman sebangkunya, Hilda.

"Iya, gue catet, kok," jawab Hilda sembari mengeluarkan bukunya dari tas selempang warna hitam yang masih menggantung di bahunya.

"Nih, langkah-langkahnya. Pertama, rebus singkong sampai matang dan biarkan hingga dingin. Kedua, tumbuk ragi hingga halus. Ketiga, susun singkong yang sudah dingin di atas wadah. Keempat, taburkan ragi secara merata di atas singkong, lalu tutup wadah dan simpan di tempat hangat selama 2-3 hari."

"Wah ... gampang, ya," seru Denny.

"Iya, gampang. Apalagi makannya, lebih gampang lagi," ledek Hilda sambil menjulurkan lidahnya mengejek Denny.

"Singkongnya udah lo rebus?" tanya Laila pada Clara.

"Udah. Bentar, ya, gue ambil dulu di dapur."

Tak lama berselang, Clara datang dengan baskom berisi singkong rebus ditangannya.

"Nih, singkongnya," ucap Clara sembari menaruh baskom itu di hadapan teman-temannya.

"Siapa, nih, yang mau ngerjain?" tanya Hilda.

"Gue ... gue ...." Denny menawarkan diri.

"Ya udah, sini kerjain."

Dengan sigap, Denny langsung mengambil singkong yang ada di dalam baskom dengan tangan telanjang. Spontan, Hilda pun berteriak sambil menepuk lengan Denny.

"Eh, Denny! Ya ampun, masa ambil singkongnya pake tangan, sih," ucap Hilda geregetan.

"Sorry, gue gak tau."

"Aduh ... sini, biar gue aja." Hilda mengambil alih pekerjaan Denny yang tak beres.

Hilda mulai mengambil satu per satu singkong yang ada di baskom menggunakan sendok dan memindahkannya ke wadah plastik. Setelah itu, ia menaburkan bubuk ragi di atasnya hingga merata, lalu menutup wadahnya rapat.

"Selesai!"

"Udah? Cepet banget," tanya Denny tak percaya.

"Lah, terus lu mau ngapain lagi emangnya?" sahut Laila.

"Kalau udah selesai, ya udah kita makan aja," ajak Denny.

"Huuu .... dasar!"

Mereka berempat kemudian ke ruang keluarga untuk bersantai dan juga menonton film baru di Netflix. Sedangkan Luna, ia berjalan mengikuti teman-temannya itu. Selama bekerja kelompok dengan mereka, ia layaknya kambing conge.