Chereads / Rivandy Lex : Classical Academy. / Chapter 27 - Gadis Pendiam : Kenyamanan

Chapter 27 - Gadis Pendiam : Kenyamanan

"Rivandy. Kamu .... kenapa?" Rin menoleh dan fokus memandang wajahku.

Tubuhku menahan getaran, terlalu fokus dengan pertunjukan teater. Cerita teater musikal ini tidak bisa diabaikan. Ballerina diselipkan di tengah alur teater musikal.

"...." Aku tidak menjawab dan pandanganku sibuk untuk menonton teater, sudah mulai memasuki babak konflik awal. Konflik awal itu adalah ketika Fridyana bertemu dengan seorang lelaki.

Rin tidak bisa mengabaikan cerita maupun memanggilku. Justru ia memilih untuk menonton teater sampai selesai. Setelah itu, dia bisa menanyakan sesuatu padaku.

Alur cerita "Sang Pelakor" sudah memasuki pertengahan konflik, terlihat Fridyana sedang berdansa dengan seorang pangeran. Mereka saling memuji di sebuah halaman istana dalam teater tersebut.

"Kamu terlihat cantik hari ini. Gaun yang kau kenakan membuatku tertarik padamu."

"Oh! Biasa saja. Elsky. Kamu tidak bisa memujiku setiap hari."

Mereka mulai menyanyi. Iringan nyanyian, baik biola, piano, dan seruling dimainkan dengan sihir. Pemain alat musik terkesan elegan. Sentuhan jari mereka menghasilkan suara yang sesuai dengan

Di tengah dansa dan iringan nyanyian, seorang putri kerajaan menghampiri pasangan itu. Timbul amarah yang membesar karena hubungan yang retak akibat ikut campur pihak ketiga.

"Fridyana! Kamu ..."

Sikap Fridyana berubah. Sikap gadis itu menjadi buruk karena sudah mendapatkan Pangeran. Sangat bangga mendapatkan pangeran yang dicintainya. Dari sosok malaikat murni berubah menjadi iblis yang menakutkan.

"Kau disini rupanya, Pristina. Apakah yang bisa dibantu?" Fridyana memegang tangan kekasihnya, mesra dan menyombongkan diri.

Tuan Putri Pristina menggertakkan giginya, persahabatan yang rusak akibat hubungan pihak ketiga. Hanya diam dengan amarah yang tidak bisa dihentikan.

"Apa maksudmu? Aku pikir kau ingin mengobrol dengan orang lain. Banyak yang menyukaimu karena kamu memang cantik. Bukankah begitu, My Sweet Darling?!"

Fridyana memandang wajah Pangeran Elsky. Pangeran tersebut hanya mengangguk, setuju dengan Fridyana.

"Beraninya kau mengatakan hal itu pada kekasihku! Aku sudah berjanji padamu untuk membawamu ke wilayah ini. Tanpa aku, kau akan diusir dari Krasnaya Line. Dan inilah kamu membalas kebaikanku?"

Tuan Putri Pristina kehabisan kesabaran. Maju ke depan tanpa mundur, lalu menampar pipi Fridyana tanpa ragu. Percekcokan antara dua gadis akan terjadi.

Adegan itu langsung menyita perhatian penonton. Sandiwara antar tokoh terasa nyata, sehingga para penonton mengetahui bagaimana perasaan Tuan Putri Pristina dan Fridyana.

Seiring berjalannya waktu, alur cerita "Sang Pelakor" hampir selesai. Sebuah insiden yang tidak disangka mengubah segalanya. Penonton semakin takut dan gelisah ketika mereka merusak hubungan pasangan yang mesra.

Terlihat seorang gadis yang dihina karena merusak hubungan pangeran dan tuan putri. Gadis itu dikucilkan dan diusir keluar Roshan Capital. Gadis itu menangis, berjalan pelan meninggalkan ibukota makmur.

Lagu sedih diputarkan, pemain musik mulai memainkan musik sesuai perasaan tokoh utama, sudah terbiasa memainkan lagu yang dipadukan dengan berbagai emosi. Ini menjadi teater lebih hidup daripada biasanya.

Lirik Lagu Aku Menyesal.

~~

Kenapa? Aku melakukan ini?

Kenapa? Aku ... berbuat jahat?

Padahal, aku hanya ingin ... berduaan dengan Pangeran.

Kenapa? Aku melakukan ini?

Kenapa? Aku ... berbuat jahat?

Karena aku, hubungan mereka hancur. Jadi, mereka menyalahkanku.

Iya. Aku adalah Pelakor, yang sudah merusak hubungan romantis.

Aku ... menjadi gadis yang kotor. Karena ... aku

Dewi! Tolong kutuk aku! Aku sudah menghancurkan kesucianku.

Dewi! Tolong kutuk aku! Aku sudah durhaka pada ibuku sendiri.

Tolong! Aku hanya ingin menghilang.

Tolong! Aku hanya ingin pergi ... Meninggalkanmu.

Aku sudah menyesal ... telah ... berselingkuh dengan ... sahabatku sendiri.

~~

Cerita selesai. Tirai ditutup lalu para tokoh dan anggota teater lainnya berbaris rapi. Mereka mengucapkan terima kasih atas menonton teater ini, lalu menundukkan kepala mereka secara kompak, lalu memisahkan diri dan keluar dari panggung teater.

Semua penonton diperbolehkan untuk keluar dari teater, merasa puas karena cerita rakyat diangkat sebagai teater musikal.

Kami segera bangkit dari duduk lalu meninggalkan teater dengan tertib. Satu per satu penonton memasukkan pintu keluar teater. Kami berjalan seperti biasa, hubungan kami cukup dekat secara perlahan.

"Bagiamana dengan teater itu?" Aku memandang Rin, bertanya dengan teater musikal itu.

"Cukup sedih. Fridyana dibenci Tuan Putri dan Pangeran sendiri. Ini drama paling sedih yang pernah ku nonton.*

Kembali canggung. Namun, aku memancing Rin agar Rin berbicara lagi. Ini bertujuan agar hubunganku dan Rin tetap lancar.

"Selanjutnya, kita akan kemana? Aku bersedia untuk menghabiskan uangku untuk hari ini."

Rin terpancing. Banyak tempat yang ingin dikunjungi Rin. Untuk saat ini, Rin harus mengunjungi tempat untuk belanja lalu pergi ke tempat lain.

"Aku ingin pergi ke pasar. Ingin membeli sesuatu di sana." Rin langsung menjawab, tempat yang cocok untuk berbelanja.

"Lalu, bagaimana dengan tempat yang selanjutnya? Aku masih punya waktu yang panjang untukmu."

"Oh iya. Aku ingin bertanya sesuatu padamu." Rin kembali melirik, sempat terlintas pikiran ketika melihat wajahku di teater musikal.

"Apa itu?" Aku langsung melirik Rin, ingin tahu apa yang ingin ditanyakan padaku.

"Aku melihat tetesan air mata di wajahmu Ketika teater sedang berlangsung. Apakah kau baik-baik saja?" Rin tidak menyadari sesuatu dibalik air mata yang menempel di mataku.

Rin masih berjalan di sampingku, ingin tahu apa yang terjadi ketika di teater tadi. Air mata itu membuat Rin penasaran.

"Itu .. hanyalah debu. Aku kurang tidur dan selalu mengerjakan tugas pada malam hari. Selain itu, cerita itu cukup sedih. Aku jadi kasihan kepada Fridyana."

"Kau tidak perlu kasihan kepada seorang gadis yang merusak hubungan Tuan Putri dan Pangeran." Rin terkesan, senyumannya belum terlihat sekilas hanya karena aku merasa kasihan pada seorang pelakor.

Pembicaraan antar dua pasangan pendiam cukup lancar. Kami bisa saja membuat topik pembicaraan secara umum dan ringan. Ini bisa membangun hubungan yang sehat.

"Baiklah. Ayo! Kita ke pasar dulu. Aku akan memberikan sesuatu padamu." Namun, aku memilih untuk tidak mengobrol dan mengajak Rin ke pasar, sesuai permintaan Rin.

Kami langsung berjalan agar kami bisa sampai lebih cepat. Sesekali bisa mengobrol di sela perjalanan.

[***]

Daerah Capa, daerah yang dipenuhi dengan pasar dan restoran kaum Prostolya. Pasar yang menyediakan berbagai barang yang dijual. Selain bahan pokok makanan, mereka menjual pakaian dan makanan manis.

Kelebihan pasar dan restoran Daerah Capa antara lain barang yang dijual masih segar, adanya tawar menawar, rasa solidaritas tinggi, harga cenderung murah. Jadi, banyak penduduk Roshan ingin membeli menghabiskan uang di daerah tersebut.

Kami sudah sampai di daerah Capa dan segera memasuki gerbang selamat datang. Rin membuat wajah yang tidak biasa ketika memasuki daerah itu, sekaligus melindungi diri.

"Ramai sekali. Aku tidak yakin kalau kita akan masuk kesana."

"Disini memang ramai. Aku sering pergi ke tempat ini meskipun aku adalah siswa Akademi Spyxtria.*

"..." Rin mengangguk mengerti, melindungi diri dengan membelakangiku.

Aku langsung menyerahkan tanganku pada Rin, berharap Rin memegang tanganku. "Pegang tanganku. Jika kau melepaskannya, kita akan berpisah."

Rin tidak punya pilihan, segera memegang tangan dengan lembut tapi kuat. Tangan Rin cukup hangat, terkesan berbeda daripada memegang sebuah bunga yang baru dipetik. Rin terasa nyaman ketika ia memegang tanganku.

"Aku akan pergi ke tempat yang kau tuju. Bilang saja kalau kau ingin beli sesuatu. Kalau kau bilang terserah, aku akan menyuruhmu untuk menjawab pertanyaanku. Iya atau tidak." Aku mengusulkan agar Rin memilih tempat yang dituju, Rin tidak bisa mengatakan terserah lagi.

"Baiklah. Tapi, ... sebelum itu aku ingin mengatakan sesuatu padamu." Rin menerima, pasrah karena tidak bisa mengeluarkan kata terserah. Aku berbeda dari lelaki yang lain.

"Apa itu?"

"Tanganmu bersih. Agak dingin karena musim gugur. Tapi, itu sudah cukup untuk memberikan kenyamanan." Rin menjelaskan tentang telapak tanganku, aman untuk para gadis.

"Lain kali, aku ingin memegang tanganmu lagi." Rin melanjutkan, memberikan isyarat agar bisa memegang tanganku setiap hari.

Aku menerima pujian yang dilontarkan Rin lalu mengajaknya kembali berjalan bersama di pasar untuk mengisi waktu yang terbaik untuk Rin.