Hari Kamis, 19 Ucheryc 1468, Kelas I Saintek C didatangi oleh beberapa siswa dan siswi akademi. Mereka mulai belajar sebelum pelajaran matematika dimulai.
Lama kelamaan, semakin banyak siswa dan siswi mengisi kekosongan kelas dengan kehadiran mereka. Tidak terkecuali Akishima dan Zhukov.
Siswa dan siswi akademi berdatangan, duduk dengan rapi dan mempersiapkan ilmu mereka. Terkadang, mereka Mengobrol sebentar sebelum pelajaran mulai.
"Akishima. Bu Elestia memanggilmu untuk kelas tambahan teater. Dia bilang kamu perlu ikut untuk mengisi kehadiranmu." Zhukov memanggil Akishima, memberitahu kelas tambahan kepadanya.
"Aku tidak ikut. Terima kasih. Aku sedang sibuk sekarang. Bilang saja ke Bu Elestia bahwa aku izin dulu." Akishima menolak, membuang muka sambil membereskan barangnya.
"Bukankah kau harus belajar dari Rivandy? Dia bisa membantumu."
"Dia sangat sibuk. Mengurus beberapa gadis sangat melelahkan. Aku tidak ingin memberikan beban yang lebih banyak."
Zhukov menghela nafas, cukup sulit menghadapi gadis seperti Akishima. Siswa itu perlu memaklumi sikap Akishima untuk sementara waktu.
"Baiklah. Pelajaran Matematika akan segera dimulai. Persiapkan dirimu!" Zhukov tertawa kecil, kembali ke bangku masing-masing, di samping Akishima.
Akishima kembali membuang muka, duduk kembali ke kursi dan menghilangkan motivasi karena pelajaran matematika akan segera dimulai.
Semua murid duduk dengan rapi, menyambut Pak Stephan, guru matematika memasuki Kelas I Saintek C. Tidak ada bedanya dengan guru yang lain tapi lebih berkharisma.
Pak Stephan sampai di meja guru tapi tidak duduk terlebih dahulu, lebih ingin mendekati siswa dan siswi agar bisa duduk dengan tenang.
"Selamat pagi, anak-anak! Apakah kalian sudah mengerjakan tugas yang diberikan minggu lalu? Saya ingin melihat hasilnya."
Semua murid di kelas ini sudah mengerjakan tugas. Rerata murid Saintek dan Soshum tidak ingin mendapatkan hukuman hanya karena tidak mengerjakan tugas.
Mereka langsung mengumpulkan tugas yang diberikan oleh Pak Stephan. Tidak ada yang aneh. Setelah pengumpulan tugas itu, semua murid kembali ke tempat masing-masing.
Mata Pak Stephan tertuju pada Akishima, yang sedari tadi hanya memandang ke depan, tidak di tempat yang lain.
"Akishima. Sepertinya, kamu diam saja. Ada apa?" Pak Stephan bertanya, mengabaikan tanggapan siswa lain.
Tidak ada respon yang berarti. Selain itu, Pak Stephan harus memulai pelajaran untuk mengisi waktu di pelajaran tersebut.
"Sudahlah. Aku bisa mengobrol dengannya setelah pelajaran nanti." Pak Stephan menyerah dan kembali fokus kepada pengajaran matematika.
"Sekarang, pelajaran persamaan linier sudah dipelajari. Sekarang, kita kembali ke pelajaran selanjutnya mengenai persamaan kuadrat."
Pelajaran matematika berlangsung lambat bagi siswa yang tidak menyukainya. Siswa yang membenci matematika perlu menunggu lebih lama agar pelajaran matematika lebih cepat berlalu.
Waktu terus berjalan, tidak ada kebisingan di kelas itu. Ruangan kelas itu terasa hening dan penuh konsentrasi.
Setelah beberapa penjelasan terakhir, Pak Stephan menyelesaikan kelasnya, mengakhiri pelajaran sebelum lonceng akademi berbunyi.
"Oke. Pelajaran Matematika telah berakhir. Apakah ada pertanyaan?"
"..." Tidak ada dialog, semua murid di kelas itu terdiam, tidak ada pertanyaan yang berarti.
"Akishima. Kamu dari tadi diam saja. Apa ada masalah.
"Banyak sekali. Aku sampai ingin tidur tapi kau akan memarahiku dan menyuruhku berdiri di lorong." Akishima menjawab, cukup malas dan menahan tenaganya agar
"Kalau begitu, aku akan menyuruh Rivandy agar kamu bisa belajar matematika lebih baik lagi. Nilai yang kamu peroleh cukup buruk."
"Itu ... dia sedang ... kau tahu." Akishima mencari alasan, memastikan agar Pak Stephan memberikan toleransi.
"Jangan buat alasan! Aku akan menyuruhnya untuk belajar denganmu. Sekaligus hubungan kalian dekat pada semester ke depan."
Gagal, Pak Stephan tidak terlalu memberikan toleransi pada orang lain, memaksa agar murid yang diajarkan untuk mencari ilmu lebih dalam dan baik.
"Ok. Pelajaran Matematika telah selesai. Silahkan ambil buku kalian di atas meja guru karena aku sudah memeriksa pekerjaan kalian. Lain kali, jangan sampai nilai kalian seperti Akishima, yah!"
"Baik, Pak!" Mereka menerima saran dari Pak Stephan dan mengambil buku mereka lalu meninggalkan kelas.
Setelah pelajaran matematika selesai, Akishima merasa kesal karena kembali berurusan dengan hal yang dibencinya, matematika. Berurusan dengan angka membuatnya mengantuk, apalagi simbol yang tidak jelas itu.
Akishima meninggalkan kelas bersama Zhukov agar mereka bisa mengobrol lebih lama lagi, sekaligus mengutarakan ekspresinya.
"Seenaknya saja. Kalau dia tidak becus, aku akan menyuruhnya mengenakan rok dan maid selama seharian."
"Jangan seperti itu! Kau akan mengubahnya menjadi kakak perempuan secara permanen."
"Tidak ada pilihan lain. Aku harus ..."
Ketika mereka mengobrol agar meninggalkan akademi, mereka tidak sengaja bertemu dengan seorang siswa pangeran.
Aku, siswa Kelas Saintek A tidak sengaja bertemu dengan gadis yang selalu menghindar dari angka. Aku teringat dengan beberapa pesan dari Pak Stephan.
Aku akan memberikan sesuatu pada gadis itu agar meneruskan pelajaran tanpa bantuan siapapun.
"Akishima? Tumben sekali. Aku ingin ...." Ucapanku dipotong dengan mudah, Akishima tidak membiarkanku untuk bersuara lebih lanjut.
"Ah! Kau pasti mendapatkan perintah dari Pak Stephan untuk mencariku. Iya kan?" Akishima menuduh, menunjuk jari telunjuk ke arahku.
"Tentu saja tidak! Aku ingin memberikan sesuatu padamu. Itu adalah buku kecil yang sudah dirangkum selama satu semester. Kau pasti akan senang dengan hadiah ini." Aku membela diriku, memastikan agar bis mengalahkan tuduhan itu.
Akishima masih menolak dengan keras. Harga dirinya masih dipertahankan dan tidak mudah digoyahkan begitu saja. Terpaksa, Akishima harus mengalah sejenak demi menuruti tuntutan seorang guru.
"Ya sudah. Cepat berikan buku kecilmu sekarang juga! Atau kau harus mengenakan rok selama seminggu." Akishima terpaksa mengalah, menyuruhku untuk memberikan buku kecil kepadanya.
Ocehan Akishima memaksaku untuk memberikan buku kecil lebih cepat. Rok gadis memang meresahkan, membuatku seperti seorang kaka perempuan.
"Baiklah! Ini. Jaga baik-baik! Itu cepat rusak. Jadi, tolong kembalikan buku dengan sejenak. Aku permisi dulu."
Sebelum pergi, Akishima berteriak kecil, menyampaikan penolakan agar aku tidak bisa pergi dengan selamat.
"Tunggu dulu! Kau tidak boleh pergi!
Kau harus membantuku mengerjakan tugas bersama."
"Eh? Kenapa?"
"Kau harus bertanggung jawab sekarang juga. Tugas matematikaku cukup merepotkan. Jadi, kau harus ....."
Terpaksa aku harus mengikuti keegoisannya, seragam guru berwarna coklat dan rok pendek menempel di tubuhku, tidak ketinggalan kacamata baca digunakan untuk keperluan mengajar.
"Kenapa aku harus mengenakan pakaian guru? Kau pasti sudah gila?"
Zhukov menahan tawanya, merespon lelucon dengan buruk. Dia gagal mempertahankan harga dirinya, tertawa selepasnya.
"Mirip sekali dengan Bu Minerva." Suara tawa keras Zhukov terkesan mengganggu.
"Oke. Sekarang, tunjukkan kemampuanmu sebagai guru matematika." Akishima kembali bersemangat, seragam miliknya dipakai oleh siswa sepertiku, seragam akademiku disita kembali.
Percuma kalau aku protes. Dia akan membuat situasi yang lebih buruk lagi. Padahal, seragam guru merusak kenyamanan, tidak ingin memakai lagi.
Bayangkan saja seorang laki-laki harus mengenakan rok. Itu pasti menyakitkan secara harga diri dan gender.
"Sudahlah. Aku akan mengajarimu."
Aktivitas mengajak tidak terhalang sama sekali. Akishima malah menurut dan mengerjakan dengan penuh semangat. Persamaan kuadrat yang diajarkan tidak menjadi halangan karena sudah dipelajari di buku kecil.
Hari sudah mulai sore, matahari sudah menurun untuk digantikan oleh langit malam.
Akishima langsung tertidur pulas setelah mendapatkan pembelajaran yang lebih baik. Buku yang dipegang sudah ditutup dengan rapi.
Tidak buruk mengenakan seragam guru perempuan. Justru ada kenikmatan tersendiri. Sementara itu, Zhukov yang ikut dengan Akishima sudah pulang duluan.
Aku duduk dengannya sejenak, memandang wajahnya sejenak. Timbul sebuah keindahan seni ketika seorang gadis tertidur di meja setelah lelah mendapatkan pembelajaran.
"Cantiknya. Jika saja dia tidak bertingkah seperti anak kecil, sudah pasti dia gadis yang baik." Aku mengelus rambut dan wajahnya, rasanya lembut.
"Tidak disangka aku menjadi lelah hanya karena mengurus anak kecil ini."
"Tidak ada pilihan lain. Zhukov sudah pulang dulu. Jadi, aku harus membawanya pulang."
Terpaksa aku menggendongnya dengan cara Fireman's Carry untuk membawanya ke apartemennya. Cukup merepotkan tapi tidak ada pilihan lain.