Chereads / Rivandy Lex : Classical Academy. / Chapter 39 - Petak Umpet : Babak Penentuan

Chapter 39 - Petak Umpet : Babak Penentuan

Mereka kesal kepadaku, tidak ingin menatapku karena ronde tersebut. Ingin mencoba untuk mengeluarkan sepatah kata namun mereka enggan mendengarkan suaraku, wajah mereka berpaling dariku.

Sementara itu, Aurora menenangkan mereka, mencoba menghibur sedikit mengenai hasil petak umpet. Tidak masalah dengan menang kalah dalam sebuah permainan, asalkan mereka bisa menikmati permainan itu.

Masih tersisa satu ronde lagi sebelum matahari akan menurunkan dirinya. Kali ini, lokasi petak umpet jauh lebih sempit daripada ronde sebelumnya.

Mereka berlima menjagaku dan mengelilingiku dari berbagai sisi, mengawasiku dengan tatapan aneh mereka. Aurora dan Saphine melupakan kejadian buruk dan fokus pada permainan berikutnya.

"Yosh! Sekarang kita berada di taman akademi! Lokasi petak umpet yang cocok agar tidak ada kecurangan ketika bermain petak umpet ini."

"Aku tidak mau ada pemain yang justru ke dapur untuk masak."  Akishima melanjutkan, menunjukku dengan tangan mengancam.

"Baiklah! Aku tidak akan mengulangi kejadian yang sama." Aku menghela nafas, harus mengikuti permainan di taman dan berpaling dari Akishima.

Setelah tiba di taman akademi, kami berkumpul di pancuran taman, sebuah tempat yang digunakan oleh pemain yang digunakan untuk mencari pemain lain.

Sinar matahari di musim gugur memang menyejukkan, namun terkadang membunuh orang secara perlahan. Terutama, kepada orang yang memiliki tenaga lemah.

Sheeran menatap Evelyn, memegang kedua pundak Evelyn untuk memberikan tips terpenting dalam permainan ronde terakhir. Dia merencanakan sesuatu kepada Evelyn.

"Oke. Evelyn. Karena kamu ditemukan terlebih dahulu, kamu harus mencari kami dengan menghadap ke tembok dan menghitung sampai 20."

"Setelah itu, kamu harus menemukan dia terlebih dahulu. Lalu, kamu ..... Oke?!"

"...." Evelyn mengangguk paham, tidak berbicara banyak setelah ketahuan oleh Sheeran.

Evelyn maju dan merunduk ke bawah, berjalan pelan mendekati pancuran air dan memejamkan matanya setelah menghentikan beberapa langkah. Tidak mungkin cipratan air mengenai Evelyn.

"Semuanya! Bersembunyilah! Aku akan menghitung, desu!" Evelyn tidak menoleh ke belakang, menjadi pemain yang harus menghitung dan mencari pemain lain.

Kami berlima bergegas untuk mencari persembunyian terbaik agar Evelyn. Aku menoleh ke sekitar untuk bisa bersembunyi dalam waktu lama.

"Aku pergi dulu, semoga beruntung!" Aku mulai berbalik badan, mencari bayangan yang bisa ditempati.

"Semoga beruntung, Evelyn!"Aurora menyemangati Evelyn, melambaikan tangan mulai berlari kencang.

"Aku akan menjadi yang terakhir! Ingat itu!" Akishima bergegas untuk meninggalkan pancuran agar bisa menemukan persembunyian.

"Temukan aku jika bisa!" Saphine berjalan santai, berharap menemukan tempat persembunyian.

"Satu, dua, tiga,  ...."

Kami meninggalkan pancuran air dalam sekejap mata, mendapatkan tempat persembunyian lebih sempit dari yang diduga. Akishima sengaja memilih tempat ini untuk meminimalisir kecurangan dalam permainan ini.

Ketika berjalan santai di tengah hitungan itu, tatapan mataku menemukan sebuah pohon, yang bisa membuat bayangan di tanah. Ide bagus dan keberuntungan berada di tanganku, segera mendatangi pohon itu.

Tidak lupa, aku mengecek ranting pohon dari segala kemungkinan, baik dari ketahanan maupun kesejukan. Setelah dicek, ini memang cocok untuk istirahat sejenak.

"Semoga saja, mereka tidak menggangguku! Aku sudah mengerjakan tugas terlalu cepat dan melupakan yang lain."

Waktu terus berlalu, angka yang disebutkan Evelyn hampir mencapai angka 20. Dia bersiap untuk membuka mata dan berbalik badan untuk mencari pemain lain.

"Siap atau tidak, aku akan datang, desu!"

Evelyn bersedia, melakukan sebuah inisiatif untuk mencari beberapa petunjuk. Matanya masih belum bersemangat,  tubuh kecilnya berjuang untuk mengelilingi taman akademi meskipun tidak semua area bisa dieksplorasi.

Ketika Evelyn berjalan dengan konsentrasi penuh, perhatiannya teralihkan dengan sepatu akademi dan kaos kaki yang dipasang terlihat panjang dan hampir mencapai lutut.

Evelyn memeriksa semak-semak, dimana sepatu dan kaos kaki hitam menyatu dengan kaki gadis itu. Dari samping,  Evelyn menemukan seorang gadis yang merunduk, ukuran semak-semak dan gadis itu terlihat tidak sebanding.

Jadi, kedua kaki gadis itu terlihat dengan mudah dari depan.

"Akishima ditemukan, desu! Sepatunya terlihat jelas di luar, desu!"

"Argh! Kenapa aku ditemukan terlebih dahulu?!" Akishima segera keluar dari persembunyiannya dan memaksanya untuk keluar akibat ditemukan. Dia berdiri dan berbalik badan, lalu menghampiri Evelyn.

"Sepatumu terlihat, desu. Selain itu, Sheeran mengatakan,'Kamu payah bersembunyi di semak-semak. Ukuran tubuhmu lebih besar untuk bersembunyi di tempat ini." dengan pikiran licik, desu."

Akishima tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun, hanya mempertahankan dirinya sebagai gadis yang masih menegakkan harga diri.

"Ja-Jangan ukur tubuhku! Aku masih remaja!"  Akishima berteriak, suaranya bergema sampai taman akademi.

Seorang gadis mendatangi kedua gadis itu, sambil tertawa terbahak-bahak. Mereka menoleh ke belakang dan melihat sumber tertawa itu, terkesan meremehkan.

"Rupanya, kamu sangat malu, yah! Jangan salah sangka! Aku sudah menghitung luas dan ukuran tubuhmu. Kamu tidak beda jauh dengan wanita tua."

Wajah Akishima memerah, tidak menyangka tubuhnya disamakan dengan wanita tua. Padahal, mereka masih muda dan mempunyai potensi besar.

"Kau yang memulainya! Aku tidak ingin membuang waktu hanya melihat tawa bodoh itu."

Sheeran mendekati Akishima, memberikan respon balasan agar menumbuhkan perdebatan dan perkelahian dengan mulut mereka. Para gadis bertipikal untuk berkelahi dengan mulut daripada lelaki yang mengakhiri masalah dengan otot.

"Makanya, jangan bolos pelajaran matematika! Setidaknya, aku bisa mendekati Darling dengan kemampuan matematika yang baik."

"Berisik! Kau pasti memanfaatkan anak kecil ini dan menyuruhnya untuk menemukanku terlebih dahulu. Iya, kan?"

"Sudah kubilang, jangan panggil aku anak kecil, desu!"

Perkelahian mulut masih berlanjut, namun Evelyn memutuskan untuk meninggalkan mereka sejenak dan mencari pemain lain. Kedua gadis itu fokus beradu mulut dan tatapan mereka tertuju pada wajah lawan mereka dengan perdebatan tiada akhir.

Evelyn berjalan di seluruh taman, mencari 3 pemain tersisa yang belum ditemukan. Mereka bisa saja berganti posisi mereka agar tidak mudah ketahuan.

Beberapa menit kemudian, Evelyn menemukan seorang gadis yang duduk santai d taman, terlihat wajahnya tidak keberatan dan membiarkan dirinya ditemukan dengan mudah.

"Saphine ditemukan, desu!" Evelyn menunjuk Saphine, pandangan matanya terlihat jelas.

Saphine berdiri dari kursi taman, memberikan selamat kepada gadis kecil yang mampu menemukannya dengan kesulitan mudah.

"Kerja bagus, Evelyn! Sekarang, kita berhasil memprovokasi mereka. Aku sudah capek dengan pertengkaran mereka. Mari, kita mencari Aurora sekarang juga!"

"Baiklah, desu! Terakhir, Rivandy harus ditemukan sebelum waktu habis!"

Mereka berdua fokus untuk mencari gadis terakhir, agar fokus mereka tidak terbagi lagi ketika mencari pemain terakhir.

Tak lama kemudian, Aurora ditemukan dengan sebuah kerjasama, ditemukan dekat pancuran air.  Dibalik pancuran air, Evelyn bisa menebak tindakan Aurora.

"Aurora ditemukan, desu!"

Terpaksa Aurora keluar dar pancuran air itu, melompat dengan waspada dan mendarat ke tanah dengan mulus. Mereka bertiga berkumpul dan mendiskusikan sesuatu.

"Yah, aku ketahuan. Bagaimana dengan pemain terakhir? Aku ingin menyelesaikan permainan ini." Aurora menghampiri mereka, seragam akademinya hampir terciprat air.

Tanpa perlu basa-basi, mereka akan mencariku bagaimanapun situasi permainan. Tidak ingin menunggu waktu lama sebelum ronde terakhir berakhir dengan cepat.

"Sekarang, kita harus mencari Rivandy lagi, desu!"

"Dia selalu tidak ditemukan belakangan ini."

Mereka kembali mencari keberadaanku, mendapatkan tantangan sekaligus beban yang dihadapi. Waktu mereka terbuang banyak hanya mencari siswa pangeran.

Akishima dan Sheeran mengikuti mereka untuk mencariku. Mereka terlihat frustasi dan tidak punya petunjuk apapun.

Hasilnya sama saja, aku tidak bisa ditemukan. Semua gadis berkumpul di atas pohon akademi dan menghentikan pencarian itu.

"Dimana dia sekarang?! Aku sudah mencarinya kemana-mana." Akishima mengacak rambutnya, frustasi.

"Dia terlalu hebat untuk bersembunyi, desu."

"Darling! Kamu dimana? Aku kangen denganmu."

Namun, mereka mendengarkan sebuah suara aneh, terasa curiga dengan ketenangan itu. Benar saja, tatapan Aurora terlihat teliti, menoleh ke atas dan menemukan siswa pangeran yang tertidur pulas.

"Rupanya dia tertidur pulas di atas ranting. Enak sekali." Tatapan Aurora terdiam, tidak bisa berkomentar lagi.

"Sebaiknya, kita tidak boleh mengajaknya lain kali." Setelah kejadian itu, Saphine menyarangkan agar tidak mengajakku bermain petak umpet.