Chereads / Rivandy Lex : Classical Academy. / Chapter 32 - Pangeranku : Sebuah Masakan

Chapter 32 - Pangeranku : Sebuah Masakan

Aurora dan Evelyn ketakutan, saling memeluk satu sama lain ketika bertemu dengan hantu. Orang itu mencium aroma tubuh mereka, rasanya terbang ke surga.

Mereka melupakan ketakutan mereka sejenak, tidak disangka bahwa mereka bertemu dengan siswa itu untuk menangkap mereka.

"Pergi kau, dasar jelek!"

"Jangan dekati kami, desu!"

Mereka mengusir dengan ketakutan mereka, tidak ada yang menginginkan sosok siswa itu ketika berada di kantin. Mereka berpikir akan ditangkap dan dijual oleh pria gemuk dan belang.

"Jangan begitu! Aku tidak ingin membuat kalian cemas!"

Siswa itu menghentakkan mejanya, semakin mendekat kepada kedua gadis itu. Tidak sampai menaiki meja karena sudah paham sopan santun yang sudah dipelajari sejak lama.

Namun, mereka semakin takut. Selain wajah siswa yang terkesan jelek dan tidak enak dipandang, niat yang terselubung terkesan menakuti, sehingga Aurora dan Evelyn menjauh dari siswa itu.

"Pergilah! Aku akan berteriak kalau kamu tidak pergi juga." Aurora mengancam, menunjuk siswa gemuk itu sebagai ancaman yang berbahaya.

"Mama. Aku takut. Orc ini mau memakanku, desu."

Mereka saling memeluk, menandakan ketakutan mereka semakin meningkat. Tidak ada yang bisa dilakukan selain mengusir siswa itu.

Namun, siswa itu menolak pergi, bahkan dia menetap di sini untuk mengetahui jawaban bau yang harum dan segar itu. Sepertinya, siswa itu tidak mau menyerah sebelum mendapatkan jawaban yang pasti.

Semakin mendekat, kedua gadis itu memilih untuk menjauh, langsung berdiri dengan perlahan lalu meninggalkan siswa itu. Namun, siswa itu teringat sesuatu yang penting.

Sebelum meninggalkan siswa gemuk itu, mereka melupakan sesuatu yang penting. Siswa gemuk itu teringat masakan yang belum disantap oleh kedua gadis itu. Itu jauh lebih penting daripada bau harum itu.

"Tunggu. Kalian tidak mau pergi? Kalian meninggalkan makanan kalian." Siswa itu bergerak dan menuju mangkuk itu. Bukannya dimakan, dia malah memberikannya pada Aurora dan Evelyn.

Aurora membalikkan wajahnya, tidak bisa menerima begitu saja. Tangan siswa itu merusak kesucian masakan yang ingin dicicipi.

"Aku tidak peduli. Tangan kotorku merusak segalanya." Aurora menolak, sambil menggelengkan kepalanya.

"Jangan sentuh makanan kami, desu! Kamu merusak kesucian makanan itu, desu."

"Maka dari itu, aku memberikan ini pada kalian. Silahkan! Ambil mangkuk ini!" Siswa gemuk itu menyodorkan kedua mangkuk yang ada di tangannya.

Situasi semakin sulit, menolak makanan yang masih belum disantap sepenuhnya sudah berada di tangan siswa itu. Siswa itu tersenyum, namun mendapatkan respon yang buruk.

"Aurora. Jangan pergi, desu! Dia mau menipu kita, desu." Evelyn memperingatkan, berlindung di balik Aurora.

Pilihan yang sulit. Antara menerima mangkuk itu atau tidak. Bisa aja dia menggunakan sihir untuk menjebak Aurora dan menghancurkan kehormatannya.

Beberapa detik berlalu, aku sudah menyediakan masakan yang istimewa, untuk seseorang yang sangat menyukai makanan. Mereka langsung menghampiriku untuk mencari perlindungan.

"Rivandy!" Mereka, kedua gadis itu bersorak lalu berlindung kepadaku, seolah-olah aku bisa menyelesaikan masalah ringan.

Mereka memelukku, membuat masalah keseimbangan, sehingga mangkuk yang sudah dibuat dengan sepenuh hati menjadi tumpah. Itu tidak menjadi masalah bagiku.

"Apa yang kalian lakukan! Kalian hampir menumpahkan masakan ini." Aku memandang mereka dari kejauhan, menjaga agar sup mangkuk yang kubuat tidak terjatuh.

"Rivandy. Tolong aku! Aku mau ditangkap dan Orc itu." Aurora ketakutan, tangannya gemetaran sambil memegang seragamku.

"Orc itu sangat menyeramkan, desu. Sampai dia mau menjadikan kami sebagai masakan yang indah, desu."

Mereka sangat mencurigai siswa di depan mata mereka, memegang rok yang dikenakan oleh siswa pangeran sepertiku. Ini sama sekali tidak nyaman, tapi aku sudah terbiasa menggunakan rok.

"Kalian! Itu sama sekali tidak benar. Sudahlah. Serahkan padaku. Aku akan menghadapi orang itu."

Tidak ada pilihan lain. Aku harus berhadapan orang yang ada di depanku. Ini demi Aurora dan Evelyn, siswa itu mengincar sesuatu yang penting. Sebaiknya berhati-hati dengannya. Salah sedikit akan berakibat fatal.

"Rivandy. Hati-hati!"

"Jangan sampai dimakan, desu!" Evelyn juga, memberikan dukungan.

Aku bergerak maju, perlahan agar tidak merusak masakan yang baru disajikan. Siswa itu terdiam beberapa saat, memegang dua mangkuk yang ingin diberikan pada kedua gadis itu.

Bau harum yang menyengat, itulah yang dicari siswa itu. Mangkuk yang dipegang dengan hati-hati menggunggah selera. Aku memberikan dengan senang hati, sehingga dia sangat menikmati pelayanan istimewa.

"Ini untukmu. Aku membuat Sup Merah dengan Daging Rusa khusus untukmu. Silahkan menikmati!"

Kedua gadis itu terkejut bukan main, teman sekelasnya mulai berteman dengan siswa yang mengerikan itu, sama seperti Orc. Dengan cepat, nyawa mereka berada dalam berbahaya.

"Eh?"

"Eh?"

Mereka tidak berharap aku bisa akrab dengannya. Siswa itu menyimpan dua mangkuk itu lalu mendapatkan mangkuk spesial. Aku langsung membersihkan mangkuk bagian luar agar mereka bisa memegang tanpa cemas.

"Apa yang kau lakukan, Rivandy? Kau malah berteman dengannya?"

Tangisan Evelyn menjadi lebih keras, tidak disangka bahwa teman sekelasnya bisa membahayakan nyawa Aurora maupun Evelyn.

"Kau mengkhianati kami, desu." Evelyn tidak tahu situasi saat ini, yang pasti aku telah mengkhianati mereka.

Rasanya ingin menepuk pundaknya, menghela nafas dengan perlahan agar aku bisa memperlancar komunikasi ini.

"Jangan berpikir yang aneh! Dia tidak mengincar kalian. Dia hanya ingin makan masakanku. Setidaknya, kalian harus belajar komunikasi terlebih dahulu sebelum menilai orang lain."

Sedikit demi sedikit, Aurora dan Evelyn paham, meskipun tidak sepenuhnya. Kembali duduk bersamaku dan mengambil mangkuk untuk menyantap masakanku lagi. Begitu juga dengan Evelyn.

Kami berbicara sedikit, basa-basi, semakin dekat meskipun Aurora dan Evelyn masih ketakutan akibat dongeng Orc itu. Kami paham karena kami bisa berbicara secara mendalam.

"Jadi, nama kamu Hammer Rizka?" Aurora bertanya, penasaran dengan siswa yang mirip dengan Orc.

"Iya. Aku siswa Kelas I Soshum D." Hammer menjawab, dengan santai dan tidak ada rasa canggung, lebih terbuka.

"Bagiamana masakanku? Apakah kau menikmatinya?" Aku melemparkan pertanyaanku, memastikan tidak ada yang salah dengan masakanku.

"Sangat enak. Aku ingin makan setiap hari." Hammer menjawab, menyantap makanan dengan lahapnya.

"Tentu saja. Masakan Rivandy memang terbaik, desu."

"Oh iya. Hammer. Apakah kau ingin memakan masakanku lagi? Aku ada luang untuk keesokan harinya." Aku berencana untuk melakukan percobaan pada masakan berikutnya, berharap Hammer akan ikut.

"Tentu saja, Ri-chan. Aku senang hati untuk mengisi waktu luang itu." Hammer sangat senang, timbul rasa gairah setiap membahas masakan.

Sekarang, Hammer bukanlah ancaman bagi kedua gadis itu. Namun, bukan berarti mereka bisa selama dari cengkramannya. Mereka harus waspada lebih jauh lagi.

"Rasanya, aku masih mencium bau harum. Setelah makan, aku ingin mencari bau harum dan misterius ini."

Aurora dan Evelyn menjaga jarak agar Hammer tidak mendekati mereka. Namun, yang terjadi malah sebaliknya, Hammer mendekat dan memelukku.

"Itu adalah ... Ri-chan! Ri-chan sangat wangi! Sampai ingin memeluk Ri-chan setiap hari." Hammer memelukku, tangannya mengunci tubuhku agar tidak bisa kabur dengan selamat.

Aku menjadi tidak nyaman, dipeluk Hammer tidak bisa memberikan kebebasan untuk bergerak.

"Tunggu. Apa? Kau ..." Aurora teringat dengan kejadian itu.

"Aduh. Maafkan aku, Rivandy! Aku memasang Colognea, parfum Kerajaan Roshan ke pakaianmu agar kamu terlihat cantik dan wangi."

"Aku sangat suka dengan rasa kakak perempuan, desu."

"Eh?! Jadi kalian yang memasang Colognea pada pakaianku dan tubuhku."

Pertanyaan itu mendiamkan mereka, tidak ada respon sama sekali. Terpaksa mereka langsung kabur meninggalkanmu sendirian.

"Sampai jumpai, Rivandy! Kami pulang dulu yah!" Aurora langsung gerak cepat untuk menjauhiku bersama Evelyn.

"Maafkan aku, desu. Aku mau pulang sekarang."

"Tunggu! Jangan tinggalkan aku! Aku mau pulang bersama kalian." Aku berteriak, memohon agar mereka menolongku dari Hammer.

Mereka sudah pergi. Sekarang sisanya, Hammer memelukku, bau harum itu membuat Hammer menggila. Aku tidak bisa kabur lagi.

"Waktunya beraksi! Ri-chan!" Hammer mengendus, bisa menemani Hammer saat tidur.

"Tidak! Jangan disitu! Jangan cium rokku!"

"Tidak!" Teriakanku menandakan korban seorang Orc.

----------------

Halo! Selamat Natal! Aku sebagai Author Novel ini mengucapkan Selamat Natal pada pembaca bagi yang merayakan! 😊♥️♥️

Tidak terasa novel ini sudah sampai pada chapter yang cukup banyak. Tapi, tidak cukup untuk mengungkapkan semuanya. Jadi, bersabarlah! Ini akan menjadi perjalanan yang cukup panjang.

Aku akan berusaha lebih baik lagi agar kualitas novel ini semakin membaik dengan penulisan yang rapi.

Itu yang bisa disampaikan. Silahkan nikmati Hari Natal kalian.