Chereads / Rivandy Lex : Classical Academy. / Chapter 29 - Pangeranku : Awal dari Suka

Chapter 29 - Pangeranku : Awal dari Suka

Tanggal 17 Ucheryc 1468, semua aktivitas penduduk sudah kembali seperti semula. Tanggal merah Roshan Capital telah berakhir. Siswa dan siswi akademi kembali bersekolah, mendapatkan ilmu dari guru mereka.

Para guru akademi mulai mencoreti papan tulis dengan kapur putih agar banyak murid di setiap kelas mengerti dengan pelajaran. Ada guru yang menjelaskan tanpa papan tulis, melainkan sebuah buku dan lidah mereka.

Istirahat pertama telah tiba ketika lonceng akademi berbunyi. Isyarat lonceng itu menghentikan aktivitas mengajar.

Kelas I Saintek A, situasi kelas yang kembali santai. Guru Matematika Wajib, Pak Stephan sudah meninggalkan tugas kepada siswa dan siswi. Mereka langsung

Aku diajak kedua gadis setelah pelajaran matematika yang meresahkan sebagian siswa. Setelah ini, kami bisa mengikuti pelajaran yang lain.

"Rivandy. Kita ke kantin yuk!" Aurora mengajakku, pergi bersama ke kantin.

"Aku juga ingin pergi kesana. Tapi, aku harus mengembalikan buku yang dipinjam di perpustakaan."

"Aduh aku lupa!" Aurora langsung mengambil buku perpustakaan di tasnya lalu memberikan padaku. "Tolong dikembalikan juga."

Tanpa keberatan, aku menerima buku yang dipinjam Aurora. Senyuman manis dengan rambut kuncir kembar terpandang jelas pada mataku.

"Aku akan kembalikan buku ini lalu bertemu kalian." Tanganku sudah mengamankan dua buku perpustakaan, beserta dengan kartu perpustakaan.

Aku langsung keluar kelas, meninggalkan kedua gadis yang bersiap pergi dari kelas. Perlu mengemas beberapa barang sebelum berjalan di lorong kelas.

"Jangan lama-lama, desu! Aku akan menguras uangmu, desu." Evelyn memberikan pesan agar aku tidak boleh lama-lama.

Meskipun begitu, aku tidak ingin membuang waktu lebih lama. Hanya ke perpustakaan dan mengembalikan buku lalu pergi ke kantin. Semoga tidak bertemu dengan 4 gadis itu lagi.

[***]

Lorong akademi menjadi sejuk, dipenuhi dengan langkah kaki para siswa. Mereka melanjutkan aktivitas mereka selain di kelas.

Seorang siswa berjalan sendirian, melupakan keadaan sekitar. Seragam akademi yang dikenakan tidak hanya mencerminkan dirinya sebagai siswa, namun juga sebagai orang yang terlupakan.

Lelaki tersebut merasa diabaikan, wajah yang terlihat suram dan tidak ada motivasi. Hanya melangkah kaki dengan pelan dan rapi.

Setelah berjalan beberapa langkah, ia melihat seorang siswa pangeran yang membawa buku peminjaman dari perpustakaan. Situasi berubah, kami berhenti melangkah dan kaki menyentuh lantai lorong akademi.

Pertemuan yang canggung, tidak bisa disangka aku bertemu dengan lelaki itu, tinggi badan tidak jauh dariku. Tidak ada pilihan lain, aku harus memulai obrolan agar mendapatkan respon.

"Itu ... " Pikiranku kemana-mana,  " ... siswa yang pernah kulihat di foto bersama paman, kan?" Sebelum itu, aku mendapatkan seorang sosok yang familiar dalam sebuah cerita paman itu

Teringat sebuah memori di sebuah lukisan kecil. Banyak cerita yang didengarkan dari paman itu sebelum memasuki akademi dan bertemu dengan teman sekelas.

Sebagian besar cerita itu tentang seorang yang dianggap sebagai keluarga sendiri. Namun, nasibnya cukup siap, sehingga dia berada di akademi ini.

Agar situasi dapat dikendalikan, lebih baik aku memulai pembicaraan. "Hei. Apakah Anda ingin ke kantin? Mungkin kita bisa mengobrol sebentar."

"...." Dia tidak menjawab sama sekali, apalagi menggeleng maupun mengangguk.

"E .. Lupakan saja. Aku tidak terlalu memberikan ketidaknyamanan padamu. Aku benci mengakuinya tapi  mungkin kau tidak perlu memaksakan dirimu." Aku menunggu respon darinya.

"Mari kita berjalan sebentar untuk menemanimu ke kantin. Kupikir kau akan ke sana, bukan?" Pertanyaan yang diajukan tidak memberikan efek sama sekali terhadap lawan bicara, masih diam.

Ini terasa sulit. Orang seperti dia tidak terlalu ingin membalas dialog. Aku terus berpikir dan mencari cara agar mendapatkan suasana yang baik melalui dialog yang nyaman.

Jadi, aku teringat sesuatu yang ada di kepalaku, tentang siswa yang berasal dari Klan Spyxtria yang telah diusir dari Krasnaya Line. Ini jadi kesempatan untuk membuat hubungan yang baik sekaligus mengubah segalanya.

"Oh iya. Sebelum kau pergi, aku ingin mengatakan sesuatu untukmu. Ini tidak akan lama jika kau mempunyai kesibukan tersendiri." Aku langsung mengatakan pada intinya, tidak bisa mengobrol basa-basi karena dia menolaknya.

"Jadi, secara kebetulan, aku mendengar laporan dari Pak Boris setelah memantau proses aktivitas akademi-mu secara berkala. Selama 2 minggu belakangan ini, kamu tidak memiliki perkembangan sama sekali."

"Bahkan, kau tidak pernah membuat keseharianmu menjadi lebih baik, mengabaikan pelajaran dan membuat para guru semakin cemas. Sampai-sampai mereka langsung bertemu denganku saat istirahat."

"Aku akan memberikan sebuah nasihat padamu. Pertama, kau tidak perlu mengkhawatirkan dirimu. Kedua, kau tidak boleh memberikan beban pada gurumu. Jika seperti itu terus menerus, kau tidak akan maju ke depan." Setelah memberikan nasihat padanya, aku berencana untuk pamit karena dia memberikan isyarat menolak.

"Aku permisi sebentar. Aku langsung ke kantin sekarang juga."

Aku berbalik badan lalu berjalan pelan, meninggalkan dia sendirian tentang nasibnya, itu lebih dari cukup demi menerima instruksi dari Pak Boris, guru yang bertemu denganku secara empat mata ketika istirahat.

"Tunggu!" Lelaki itu menghentikanku, mencegah aku pergi dari hadapannya.

Aku berbalik pandangan, berjalan mendekat kepadanya. Ingin tahu apa yang dia katakan sebelum pergi. Tidak ada orang lain. Jadi, aku bisa membuat sebuah hubungan dengannya, terlepas hubungan apapun itu.

"Eh?! Ada apa? Biasanya kau tidak akan menjawab secara lisan maupun isyarat. "

"Temani aku jalan. Setelah itu, kau boleh pergi." Dia menjawab, masih menundukkan kepala.

Permintaan yang cukup mudah. Tidak ada yang lebih mudah daripada menemaninya sampai ke kantin. Mungkin bisa berkomunikasi satu arah dengan sebentar. Setelah itu, aku akan melaporkan kondisinya pada kepala sekolah.

"Baiklah. Aku akan menerima permintaan terakhirmu."

Dia mendengar persetujuanku, langsung pergi bersama namun perlu jarak yang pasti antara kami berdua. Kami tidak cukup dekat dalam suatu hubungan pada pertama kalinya.

Langkah kaki kami terasa selaras, namun situasi akan parah jika tidak ada komunikasi sama sekali. Mungkin saja aku bisa mengobrol sebentar sampai ke kantin. Biarkan dia mendengarkan!

"Oh iya. Cuaca ini cukup baik meskipun cuaca dalam kondisi musim gugur. Ini sedikit dingin, sehingga harus menggunakan mantel di leher."

"Meskipun merasakan udara yang tidak terlalu dingin, ini bisa digunakan untuk meningkatkan mood, menurunkan resiko depresi, meningkatkan kepercayaan diri."

"Meskipun terkesan suram, musim gugur juga dipenuhi dengan warna-warna yang menakjubkan. Bisa digunakan untuk melukis musim gugur tanpa halangan sekalipun."

Komunikasi satu arah adalah pola komunikasi yang tertuju pada penyampaian informasi atau pesan dari komunikator ke lawan bicara tanpa adanya umpan balik. Jadi, lawan bicara tidak perlu merespon sama sekali.

"Selain itu, musim gugur bisa berfokus pada kesehatan tubuh. Dengan kata lain, aktivitas yang sehat bisa dilakukan dengan baik pada musim ini."

"Jadi, tidak selamanya musim gugur itu buruk. Banyak orang yang mengklaim musim ini adalah musim yang buruk. Tapi, sebagian kota ini mencintai musim ini dan melakukan aktivitas yang terbaik."

"Itu termasuk diri seseorang. Dibalik keburukan yang menyakitkan, terdapat kebaikan yang terasa nikmat see. Ini sama seperti jujur walaupun pahit. Setelah mendapatkan awal yang menyakitkan, pada akhirnya mendapatkan ketentraman yang sejati."

"Tidak heran banyak orang memilih untuk jujur namun menyakitkan namun tidak bisa diterapkannya pada kehidupan sehari-hari. Mereka justru melakukan hal yang sebaliknya daripada melakukan hal yang mereka ucapkan."

Di dalam pikiranku, aku terus berinisiatif, tidak mau berhenti berbicara meskipun lidahku terasa lelah. Jumlah kata yang dikeluarkan sangat tidak masuk akal.

Seorang perempuan bisa mengeluarkan 20000 kata dalam sehari. Sementara lelaki hanya 7000 kata. Orang sepertiku hanya bisa mengeluarkan 5000 kata dalam sehari.

Aku terus berbicara, tanpa jeda. Aku tidak biasa bernafas, terus menerus bicara seolah-olah seperti seorang perempuan. Aku mengeluarkan suara sambil berpikir, untuk mencari jalan keluar.

"Gawat! Ini sangat tidak wajar. Aku tidak bisa terus seperti ini. Aku perlu cara lain agar bisa berpikir tenang." Aku memegang dahiku, memikirkan sesuatu, tidak bisa berbicara seperti seorang perempuan. Keputusanku menentukan segalanya.