Pelajaran kedua, Bahasa Roshan selesai, berakhir dengan tugas akademi dan catatan di dalam buku mereka. Lonceng akademi besar berdering, melalui tombol tali yang ditarik agar menggerakkan lonceng akademi sebagai sinyal di akademi.
Murid akademi meninggalkan kelas mereka dan memutuskan untuk pulang secepatnya, namun ada yang menetap di akademi terlebih dahulu untuk mengikuti kelas tambahan.
Kelas tambahan di akademi adalah suatu kelas yang diikuti siswa dan siswi untuk mendapatkan ilmu secara tersier. Mereka mendapatkan pelajaran tambahan sebelum pulang akademi. Mereka bebas memilih untuk mengikuti kelas tambahan atau tidak.
Saat ini, terdapat kelas tambahan. Kelas tambahan itu adalah kelas musik, kelas memasak, kelas melukis, kelas penyanyi, kelas filsafat, kelas sastra, kelas sihir, dan kelas olahraga.
Akademi telah berakhir, menyulap akademi menjadi sepi, tapi tidak berlaku pada kelas tambahan. Aku beserta dua gadis yang sekelas denganku berniat untuk melepaskan penat, mengikuti mata pelajaran yang cukup intens.
Aku masih mengenakan rok mini akademi karena celanaku telah diambil oleh seorang gadis nakal. Jadi, Denis menertawakanku setelah kejadian itu.
Aurora dan Evelyn tidak terlalu terkejut padaku karena mereka sudah familiar dengan seorang lelaki yang mengenakan rok. Mereka akan suka jika aku menggoda mereka dengan rok perempuan.
Sesampainya di sebuah tongkrongan, kami menyimpan tas kami, menitipkan semuanya pada mereka karena aku akan ke dapur dan sibuk mengurus sesuatu di dapur.
"Aurora, Evelyn. Kalian tunggu disini. Aku akan pergi untuk sementara waktu."
"Baik, Rivandy."
"Aku akan selalu menunggumu, desu."
Mereka menurut begitu saja, sudah akrab karena mendapatkan status teman sekelas. Mereka bisa menemaniku saat pulang setelah pelajaran selesai maupun pergi.
Aurora dan Evelyn semakin lama semakin akrab, buktinya mereka bisa mengobrol lebih lama. Banyak percakapan yang bisa mereka ucapkan setiap hari.
"Aurora. Aku sudah minum susu untuk menambah tinggi badanku agar aku tidak diejek pendek."
"Benarkah? Aku sama sekali tidak terlalu minum susu, kecuali kalau saat akhir pekan."
"Tapi, tahu tidak? Rivandy mengenakan rok lagi, desu. Aku ingin memeluknya setiap hari."
"Rasanya lucu sekali. Tapi, aku tidak ingin membuat semua gadis di akademi ini menjadi menggila. Apalagi Akishima, dia selalu menyuruhnya mengenakan rok di apartemennya."
"Sudahlah, desu. Sekarang, aku harus membaca terlebih dahulu, desu."
"Apakah kau sudah mengerjakan tugasmu?"
"Tentu saja sudah, desu. Aku bisa mengerjakan tanpa mendapatkan omelan dari guru Fisika, desu!"
"Heh?! Sekarang, anak kecil sudah bisa mengerjakan soal fisika? Pintar sekali." Aurora memuji Evelyn, mengelus kepala Evelyn dengan tangan lembutnya.
Evelyn tidak menerima elusan itu, lebih terkesan dihina karena Aurora memanggilnya anak kecil. Evelyn menolak secara mentah dan membuang pandangan.
"Aku bukan anak kecil, desu! Rivandy memujiku dan tidak pernah memanggilku anak kecil, desu." Evelyn kesal, ekspresi Evelyn memerah dan menunjukkan ketidaknyamanan mendengar nama panggilan itu.
Aurora menahan diri, menjatuhkan nama baik Evelyn dengan cara yang setimpal. Evelyn perlu diperlakukan sebagai anak kecil karena tinggi badan Evelyn cukup meyakinkan untuk dipanggil anak kecil.
"Tidak, kok! Rivandy malah ingin mengelus tubuhmu karena kamu memang anak kecil. Kakak beradik yang akur." Aurora memasang wajah yang dipenuhi kasih sayang, menaikkan emosi Evelyn akibat kasih sayang Aurora yang berlebihan.
"Hmph! Aku tidak akan menyerahkan kakak perempuanku padamu." Evelyn menyilang dada rata dengan kedua tangannya.
Aurora senang, mendapatkan momen anak kecil yang imut dan lucu sudah terbayarkan. Cukup mempermainkan Evelyn maka Evelyn akan berubah menjadi anak kecil yang manis.
"Sudahlah, Evelyn. Nanti, kita bisa pulang untuk beli permen. Nanti, Rivany-neechan membelikan untukmu. Jangan marah yah!" Aurora memeluk bahu Evelyn, sekaligus meyakinkan Evelyn dengan senyuman indahnya.
Senyuman Aurora mengangkat bendera putih bagi lawan. Evelyn tidak punya pilihan lain selain menerima ucapan Aurora. Aurora menang.
Tak lama kemudian, seseorang yang berada di balik bayangan telah muncul, menunjukkan dirinya. Senyuman yang lebar lebih menyeramkan, mencium aroma yang nikmat.
Sosok yang tidak diketahui, siswa berbadan gemuk dan besar bergerak secara perlahan. Tas yang dipangku di bahu, tertutup dengan rapi. Sehingga, tidak ada buku maupun benda yang ada di tas terjatuh di jalan.
Siswa itu mencium aroma yang harum, bau bunga yang melekat menggoda hidung dari siswa itu. Siswa itu berjalan dengan tarian yang mengelilingunya, langsung mengungkapkan perasaannya.
"Aku mencium bau harum. Bau yang dipakai oleh Tuan Putri yang cantik dan jelita. Sangat cantik dan dewasa. Mungkin aku akan menemukan gadis itu dan akan menemaninya di taman."
"Saatnya mencari bau harum yang menarik perhatian ini. Mungkin dia gadis itu menggunakan parfum yang bisa mengundang selera ini."
Siswa itu langsung bergegas, mendekati perlahan ke tempat tongkrongan kedua gadis itu. Mendapatkan dua gadis dengan bau yang harum merupakan prestasi yang membanggakan bagi siswa itu.
Sudah saatnya, dia melakukan aksinya..
[***]
Waktu berjalan, Aurora dan Evelyn kembali bosan. Tidak tahu harus melakukan apa untuk mengisi kebosanan itu. Mereka duduk dan memainkan tangan mereka di atas meja, menunggu waktu berjalan sampai aku keluar dari dapur.
Mungkin Sebentar lagi, mereka bisa bertemu denganku.
Tak lama kemudian, seorang siswa mengenakan rok akademi, aku membawa dua hidangan spesial untuk kedua gadis. Aurora dan Evelyn sudah menungguku, cukup senang karena aku kembali.
"Rivandy. Kali ini kau mau masak apa?"
"Kami menunggu cukup lama, desu."
"Ini? Ini adalah Sup Merah dengan Daging Rusa. Kuharap kalian menikmatinya." Aku menyerahkannya hidangan pada mereka berdua.
Aku terpaksa tidak memasak sayur untuk mereka. Mereka akan protes jika sebuah sayur dihidangkan di atas meja kepada kedua gadis itu.
Mereka langsung menerima hidangan itu, mangkok kecil yang berisi sup merah dengan daging rusa. Mereka mencicipinya dengan perlahan dengan sendok yang diberikan. Hasilnya, cukup memuaskan.
"Bagaimana? Apakah kalian menikmatinya?" Aku bertanya, memastikan keadaan mereka baik-baik saja.
"Enak sekali. Aku tidak pernah makan sup seenak ini." Aurora memuji, ekspresinya berubah setelah memakan' beberapa Sup Merah itu.
"Aku ingin makan lagi, desu." Evelyn melanjutkan, pujian mereka sudah cukup bagiku.
Bersyukur, aku memutuskan untuk kembali ke dapur, untuk merapikan dapur sebelum pulang bersama mereka.
"Kalian makan saja. Aku harus membereskan dapur dulu."
"Apakah kamu tidak makan?" Aurora bertanya, cemas dengan kerja kerasku.
"Kemarilah, desu. Aku ingin kamu duduk tenang disini bersamaku, desu." Evelyn memberikan ekspresi yang sama.
"Aku akan makan nanti. Silahkan habiskan makanan kalian dulu baru kita akan pulang. Soal piring, serahkan padaku!"
"Baiklah! Mereka patuh, sangat mudah berurusan dengan mereka.
Aurora dan Evelyn kembali merasakan hidangan dengan elegan, tanpa mengotorinya meja maupun seragam mereka. Mereka mengambil sapu tangan mereka dan membersihkan pipi lucu mereka.
Justru ini memberikan peluang yang cukup bagus bagi siswa itu. Langsung menunjukkan diri dan bersiap memburu aroma harum itu. Dia dianggap seperti serigala memakan domba dengan rakus.
Setelah makan, Aurora dan Evelyn membereskan makanan mereka. Mangkuk sudah disusun rapi, tinggal menungguku untuk menyerahkan piring kotor itu lalu pulang bersama.
"Rasanya puas sekali, desu. Aku ingin menempel padanya, desu."
"Rivany-neechan adalah kaka perempuan terbaik yang pernah ada."
"Sekarang, kita perlu ....." Evelyn yang manja dikejutkan oleh sosok yang mengagetkan mereka.
"Halo, Nona Manis!" Siswa yang berhati serigala langsung memunculkan dirinya dan malah menakuti dua gadis itu.
Kedua gadis itu spontan terkejut, tidak percaya bertemu dengan orang yang menyeramkan itu. Aurora dan Evelyn spontan menjauh dari siswa itu, menyeramkan dan menakutkan.
"Kya! Ada monster yang akan memakan kita!"
"Sini, kalian! Aku ingin bau harum kalian!"
Karena aura serigala itu, kedua gadis itu, terutama Aurora ketakutan sampai menangis terisak-isak. Meskipun jarak kedua gadis itu cukup jauh dari siswa itu.
"Tidak mau! Aku tidak mau dimakan!" Teriakan Aurora dan tangisan gadis imut itu semakin keras.
Tidak sadar, mereka langsung memeluk diri mereka. Berharap agar mendapatkan pertolongan yang layak bagi mereka.