Daerah Capa semakin ramai dengan penduduk. Tawar menawar sudah menjadi kebiasaan bagi mereka. Meskipun begitu, perkembangan Daerah Capa cukup berkembang secara ekonomi.
Sebenarnya, siswa dan siswi diperbolehkan untuk membeli barang di pasar Capa. Namun, mereka tidak disarankan untuk membeli barang pokok di Capa. Seharusnya, mereka berbelanja di luar Capa karena mendapatkan uang yang banyak dari pihak akademi.
Sepasang kekasih sedang berjalan mengelilingi pasar, terlihat memegang tangan dengan erat. Tidak mau lepas, mereka justru membiarkan tangan mereka terhubung agar tidak terpisah.
Namun, langkah kaki mereka terhenti. Sebuah antrean yang panjang memadati stand tersebut, memancing para pelanggan dengan mempromosikan barang yang menarik.
"Rivandy. Lihat itu! Aku ingin melihat sesuatu yang berkilau di stand itu!"
"Ayo! Kita akan mengantri. Kita bisa melanjutkan Jika kau sudah mendapatkan barang itu." Aku setuju dan menyeret Rin ke antrean.
Kami langsung mengantre dan menunggu giliran. Para pelanggan cukup puas karena mendapatkan kalung kayu dengan huruf yang indah. Lalu, kalung kayu dipasangkan di leher mereka agar terlihat cantik.
Kayu Maryosvana, kayu yang mahal dan sulit ditemukan. Bisa digunakan sebagai bahan pembuatan kerajinan maupun fondasi rumah. Satu batang kayu Maryosvana dibandrol dengan harga 100 Aegis atau setara dengan 250 Poundsterling.
Selagi menunggu antrean, biasa' mereka mengobrol atau membaca buku kecil. Terkadang, penduduk Roshan perlu membawa buku kecil untuk menunggu giliran mereka. Alhasil, mereka mendapatkan kedua keuntungan itu.
"Tidak sabar. Aku ingin mendapatkan kalung mahal dengan harga yang murah secepatnya. Agar aku bisa memamerkan keindahanku."
"Lihatlah ini! Aku sudah menemukan kabar bahwa pangeran sedang mencari pasangan kali ini. Mungkin kita bisa ke pesta dengan syariat tertentu."
"Wah! Mereka pasti senang. Kita bisa masuk tanpa takut diusir dari Teremy Army."
"Jika kita sudah memasuki Krasnaya Line, sebaiknya kita tidak boleh menjadi seorang pelakor (Razunick)"
"Menyeramkan. Kita harus menarik perhatian pangeran sebelum tuan putri merebutnya agar tidak menghakimi kita sebagai pelakor."
Di depan kami, ada dua gadis yang sedang mengobrol. Meskipun aku mendengarkan pembicaraan mereka, aku tidak terlalu tertarik dengan pembicaraan mereka. Kalau mereka menoleh ke belakang, mereka akan melekat padaku karena tampan.
Satu per satu antrean mulai bergantian tapi masih panjang. Kami masih belum menemukan topik pembicaraan untuk saat ini. Jadi, Rin langsung menanyakan sesuatu padaku tentang akademi.
"Rivandy. Apakah kau tahu sesuatu tentang pelajaran sains?"
Aku memikirkan pertanyaan sambil membaca buku kecil. Pertanyaan cukup simpel dan pendek. Hanya saja butuh menjawab dengan ketelitian.
"Sepertinya iya. Aku sering membacanya di rumah. Buku kecil ini salah satu rangkuman dari berbagai buku yang ada."
"Eh? Jadi kau selalu membacanya?"
"Iya. Aku sering membaca hanya untuk menunggu. Yah, ini juga bertujuan untuk menjaga kualitas saja."
Pembicaraan dengan Rin semakin lancar, tidak ada hambatan. Tidak terasa sudah giliran Rin untuk membeli kalung kayu yang indah. Aku berhenti membaca lalu memasukkan ke saku celana.
"Rin. Silahkan pilih. Aku akan bayar nanti." Aku menyuruh Rin untuk memilih kalung kayu yang tersedia.
Rin langsung memilih setelah penjual kalung kayu memberikan salam pada Rin lalu menawarkan kalung mana yang pembeli suka.
Rin memandang kalung yang indah, kalung yang dibalut sebuah tali indah. Kalung itu berwarna putih dan terkesan mahal bagi orang di Daerah Capa.
Namun ada kalung putih yang merupakan Kayu Maryosvana Putih. Harganya lebih mahal daripada Kayu Maryosvana biasa, sekitar 250 Aegis.
Hanya orang kaya yang mampu membeli kalung kayu berwarna putih itu.
"Sepertinya itu indah. Bolehkah aku memilikinya?" Rin terpancing untuk memiliki kalung kayu yang terkesan mewah.
"Tentu saja boleh. Harganya 190 Aegis." Penjual kalung kayu mempersilahkan Rin membayar uang.
Rin terkejut, barang yang diinginkan lebih mahal. Ia berpikir tidak bisa membayar uang sebesar itu.
"Maaf, Pak. Aku ..."
"Ini. 190 Aegis. Aku membeli hanya untuk dia." Tiba-tiba, aku langsung menyodorkan sebuah uang kertas kepada penjual kalung kayu itu.
Uang kertas Aegis audah digunakan setelah Abad Pertengahan Roshan. Mereka bisa membeli barang tanpa khawatir akan terasa berat.
"Ri-Rivandy! Kamu ...."
"Tidak apa. Sudah kubilang aku akan bayar. Kau tidak mendengarkanku?" Aku membalas Rin dengan santai, sudah menyerahkan 90 Aegis pada penjual kalung kayu.
"..." Rin langsung terdiam, terpaksa mengambil kalung kayu putih lalu mengenakan di lehernya dengan perasaan malu.
Kami pamit dan meninggalkan stand itu. Setelah itu, kami kembali keliling daerah Capa untuk mencari sesuatu.
"Bagaimana? Kau suka?" Aku bertanya apakah Rin menyukainya.
"Aku suka. Hanya saja, kau tidak perlu membeli tanpa pikir panjang." Rin menjawab, hanya bingung karena aku langsung membelinya.
"Justru itu. Aku membelinya setelah pikir panjang. Tidak ada yang mau membeli kalung itu. Jika kita memperlihatkan kalung itu ke orang lain, maka mereka akan terkejut."
"Jangan khawatir! Aku bisa mengatur keuanganku. Aku hanya membelanjakan 10 Aegis dalam sehari. Artinya, sebulan hanya 310 Aegis. Tersisa 240 Aegis." Aku menghitung dengan kepalaku, tampak jelas dengan uang. Siapapun takut betapa sadisnya aku soal uang.
"Kau terlalu menyeramkan soal uang."
[***]
Kami kembali berkeliling seperti biasanya. Ketika sedang berjalan santai seperti kekasih, kami menemukan stand yang menarik lainnya. Jadi kami langsung masuk ke sana.
Setelah keluar dari stand zodiak, kami mendapatkan kartu Zodiak yang sesuai tanggal lahir.
"Lihatlah! Aku dapat kartu Aries.* Rin memamerkan kartu yang dipegang, kartu yang berisi tentang gadis Aries.
"Kalau begitu, aku mendapatkan Gemini. Gambarnya cukup indah untuk sebuah bintang." Aku memegang kartu dan membalas pameran itu.
"Beruntungnya! Tidak ada yang sesuai denganku. Semuanya bertolak belakang."
"Tidak juga. Aku juga sama meskipun tidak banyak."
"Sepertinya sudah siang. Kita kemana lagi?" Aku melirik matahari Apollo, sudah mendekat ke arah kami.
"Kita beli bahan pokok sebelum pulang. Lalu, kau perlu mengantarkanku pulang."
"Ayo. Kebetulan aku ingin membelinya juga."
Kami bergegas untuk beli barang pokok, demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Untuk memasak dan barang lainnya.
Minimal uang yang bisa dikeluarkan pada umumnya adalah 30 Aegis dalam sehari, sudah termasuk pengeluaran yang tidak terduga.
Beberapa saat kemudian, tangan kami memegang tas belanja yang diisi dengan bahan pokok. Rin menyerahkan tas belanja agar Rin tidak perlu membawa ts yang cukup berat.
"Aku akan membawakan tas belanjaanmu agar kau tidak perlu membawanya."
"Iya. Jadi, aku ingin mengatakan sesuatu padamu secara pribadi."
"Silahkan. Aku siap mendengarkan apapun."
Rin memantapkan dirinya, cukup sekali saja agar bisa mendapatkan respon yang memuaskan. Ini sudah saatnya Rin untuk berucap. Semoga saja Rin bisa menyampaikan sesuatu padaku.
"Begini, aku ..."
Tanpa disadari Rin tersandung karena keseimbangan tubuh yang buruk. Rin tidak ingin jatuh, menjaga keseimbangan agar bisa berdiri lagi. Namun, percuma Rin maju ke depan ke arahku.
Rin memelukku dari belakang, tidak sengaja mencium bau yang diidamkan oleh para gadis, bau pangeran. Aku tidak merasakan apapun, hanya merasakan seorang gadis yang selalu menempelku.
"Wa-Wanginya! Aku bisa kehilangan kendali hanya karena bau pangeran." Dalam hati, Rin mencium bau yang tidak biasa, harum dan menggoda.
Aku langsung menurunkan belanjaan dan membantu Rin agar tidak terjatuh lagi. Rin mematung beberapa saat akibat pelukan itu. Itu cukup memalukan baginya.
"Hati-hati. Kalau kau tidak menjaga keseimbangan, nanti kau akan jatuh dan terluka." Aku melepaskan pelukan Rin lalu mengambilnya kembali.
Rin mengangguk mengerti, mengingat kecelakaan itu telah menghilangkan kepercayaan dirinya. Malu kalau Rin mencium baunya, padahal ingin mencium bau itu. Sangat penasaran apa.yang aku pakai sehingga bau badanku menjadi wangi.
Akhirnya, kami berjalan secara dekat. Rin bergerak perlahan agar tidak mau terkena bau yang merayu para gadis untuk mendekat.
Setelah sampai di apartemen Rin, aku menyerahkan tas belanja kepada Rin lalu pulang sambil memberikan perpisahan padanya. Rin terdiam sambil melihatku pergi, tidak sabar menunggu hari esok di akademi.
"Aku akan bertemu denganmu besok."