Chereads / Rivandy Lex : Classical Academy. / Chapter 26 - Gadis Pendiam : Tanggal Merah

Chapter 26 - Gadis Pendiam : Tanggal Merah

Tanggal 16 Ucheryc 1468, atau yang disebut dengan tanggal merah Kerajaan Roshan. Hari libur nasional di Kalender Vortunya selain Hari  Natal Kristen Ortodoks dan Tahun Baru.

Akademi Spyxtria ditutup karena tanggal merah itu. Murid akademi bisa melupakan tugas mereka dan istirahat dari buku, bisa menghabiskan waktu mereka di hari libur nasional bagi

Bagi warga Roshan Capital maupun di luar, mereka meletakkan buku kosong mereka dan berlambang Klan Spyxtria di depan rumah mereka. Toko dan pasar dibuka seperti biasa tapi memberikan harga murah daripada biasanya.

Itu bertujuan untuk menghormati Klan Spyxtria yang membuat kemajuan Kerajaan Roshan, terutama Roshan Capital dengan kekuatan sihir mereka. Mereka menciptakan sihir dan ilmu pengetahuan sebagai fondasi kemajuan kerajaan.

Jika ada yang menginjak buku kosong itu dengan sengaja maupun tidak, mereka mencoreng nama kehormatan Klan Spyxtria, orang yang menduduki Kasta Blagorost.

Pagi harinya, seorang remaja meletakkan buku kosong di depan rumah, sebagai budaya kehormatan. Dia mengenakan seragam biasa dan rapi, melirik ke ruangan sekitar.

Setelah itu, ia berjalan tanpa suara, memastikan apartemen sebelah tidak terganggu oleh langkah kakinya, apalagi pengawas apartemen yang sedang berlibur hari ini.

Baginya, berbohong itu boleh, asalkan pada waktu dan kondisi yang memungkinkan.

[***]

Setelah sampai di taman, aku masuk ke dalam, memandang kertas pemberian Rin kemarin. Penghuni taman itu menjadi ramai berkat tanggal merah itu. Jadi, komunikasi mereka berjalan dengan lancar.

"Ini tempatnya. Rin mengajakku untuk pergi ke taman untuk pertemuan. Ini memang tanggal merah, aku tidak perlu mengerjakan tugas akademi lagi."

"..." Aku memutuskan untuk berjalan sejenak, berfokus untuk berjalan menemukan gadis itu.

Aku berjalan dengan seragam yang rapi, tapi tidak terlihat seperti seragam. Ini agak menarik perhatian para gadis, tapi mereka lebih sibuk mengobrol daripada menghampiriku.

Walaupun berjalan cukup lama, Rin tidak ditemukan sama sekali. Sudah setengah wilayah taman dieksplorasi, tapi Rin tidak terlihat. Perasaan gusar semakin mendekat, ingin berniat pulang lalu tidur.

"Dimana Rin? Aku tidak menemukannya."

"Lagipula, aku sudah mengelilingi taman. Tapi, aku belum menemukannya gadis itu. Apakah dia mengatakan sesuatu yang salah?" Keluhanku semakin menjadi-jadi, tapi tidak mungkin meninggalkan waktu pribadinya.

Setelah berjalan cukup lama, tatapan mataku menemukan Rin dari jauh, berdiri sambil memegang tali tas shoulder berwarna putih. Dia berdiri di tempat yang sepi, menghindari dari keramaian.

Aku langsung mendatangi Rin, langkah kaki dipercepat dan melambaikan tangan. Rin seketika melihat keberadaanku dan memberikan kode tangannya.

"Maaf menunggu lama! Aku tidak tahu kau berada di sini. Menghindari kerumunan di taman." Aku menyapa, bersikap normal di depan gadis pendiam adalah pilihan terbaik

"Tidak! Aku baru datang ke sini. Kamu tidak terlambat. Maaf mengganggu waktumu."

Tanpa basa-basi, aku langsung menanyakan sesuatu."Oh iya. Tumben kau berbicara. Biasanya, di perpustakaan, kau tidak pernah mengeluarkan suaramu."

"I-Itu ... "

"Tidak apa. Kau tidak perlu memaksakan diri! Ayo! Kita pergi ke suatu tempat."

"..." Rin mengangguk, mengerti dan memutuskan untuk berjalan bersamaku.

Kami berjalan seperti pasangan kekasih, tapi jarak kami cukup berjauhan sehingga belum terlihat seperti seorang pasangan. Mereka yang melihat kita dianggap sebagai teman canggung.

Sebelum keluar dari taman, perhatianku tertuju pada Rin. Setengah sosok gadis itu terlihat, namun belum bicara sama sekali. Jadi, aku harus mengajaknya bicara.

"Rin. Apakah kau tahu? Kejadian perpustakaan kemarin. Itu sedikit merepotkan bagiku. Tapi, ... kau tahu. Itu adalah pertemuan yang buruk."

"..."

Gagal, Rin tidak sedikitpun. Tatapan matanya selalu lurus ke depan, tidak mau menolehku. Namun, aku masih belum menyerah. Aku tidak ingin membiarkan suasana ini terlarut begitu saja.

"Baiklah. Setelah pertemuan hari ini, aku akan membantumu besok. Bagaimana?" Aku mulai menanyakan sesuatu pada Rin.

"...." Sama saja. Rin tidak mau menjawab, masih fokus menggerakkan kakinya untuk berjalan.

Aku tidak mengerti. Mungkin dia tida mau membicarakan hal itu. Padahal, kemarin dia mencegahku pergi. Sekarang, dia berdiam diri.

"Oke. Sekarang, kita mau pergi kemana? Ada tempat yang bagus untukmu." Aku memutuskan untuk kembali ke topik utama.

"Terserah." Rin menjawab, dengan sebuah kata yang cukup ganas, namun datar.

Kebanyakan orang yang mendengar kata itu, akan dibuat kikuk dan tak berdaya. Sampai bingung harus menjawab apa.

Salah satu cara untuk menangani hal ini adalah tenang dan memberikannya pertanyaan tertutup, iya atau tidak. Ini untuk memberikan jawaban yang terbaik.

"Bagaimana dengan restoran? Mereka membuat potongan harga untuk dua orang."

"Tidak. Aku sudah sarapan dari pagi."

"Oh iya. Dengan menonton teater musikal? Aku punya cerita bagus untuk ditonton." Dengan respon cepat, aku teringat dengan drama musikal dan mengajak Rin untuk menontonnya.

"Baiklah. Setelah itu, aku ingin menonton balerina."

20

Rin setuju, mengangguk pelan dan mulai mendekat. Meskipun begitu, ini belum cukup. Harus membangun hubungan dengan perlahan.

[***]

Gedung Teater Boshovya, gedung besar yang dipenuhi dengan kekayaan seni, terutama seni teater. Ada banyak seni yang dipersembahkan kepada pengunjung. Tidak hanya seni teater, seni lukis, tari, dan musik dipadukan dengan sen teater.

Ballerina, seorang penari balet wanita yang menari di atas panggung teater. Tugasnya adalah melakukan tarian di tengah panggung teater. Ballerina termasuk seni tari yang dikoreografi

menjadi sandiwara dan musik.

Panggung teater adalah ruangan besar dengan deretan kursi-kursi ke samping dan ke belakang untuk  pementasan drama suatu seni. Ada rencana

Berbeda dengan teater musikal pada umumnya yang mengangkat tema dewa, kerajaan, dan perang, teater musikal Boshovya mengangkat tema budaya Roshan, akademi, kehidupan dewasa, dan dongeng.

Kursi penonton teater dipenuhi oleh penonton remaja dan dewasa. Sementara itu, aku dan Rin duduk berduaan di tengah kursi penonton. 

Kami bersama penonton yang lain. Kebanyakan orang yang menonton teater itu adalah remaja dan orang dewasa. Mereka sering berkunjung ketika tanggal merah telah tiba. Mereka berbondong-bondong untuk melihat pertunjukan itu.

Tak lama setelah penonton menunggu sandiwara dimulai, seorang wanita berpakaian gaun putih datang dan membawa sebuah pengeras suara. Dia menggunakan sihir pengeras suara agar penonton bisa mendengar suaranya.

"Selamat datang di teater musikal ini, para penonton sekalian! Kami dosini mengharapkan anda untuk menikmati teater musikal kami. Jadi, nikmati pertunjukan kalian dan jangan melakukan keributan!"

"Untuk saat ini, kita mempersembahkan sebuah dongeng yang akan diadaptasi menjadi Teater musikal. Mari kita sambut, Ballerina kali ini adalah Zyeska Rosnaya yang akan menjadi tokoh utama teater musikal 'Seorang Pelakor'. Lampu akan dimatikan agar kalian bisa menikmati teater musikal ini."

"..." Tangan penonton menepuk kedua tangan, tidak sabar menyaksikan dongeng buku dijadikan sebuah teater musikal.

Ruangan teater itu gelap dan tanpa suara. Sudah diatur sebuah sihir untuk menciptakan teater menjadi nyata.  Ini akan membuat penonton semakin menikmati teater musikal itu.

Teater musikal dimulai, alat musik dan penerangan di panggung teater, menunjukkan seorang wanita dengan pakaian sederhana, pakaian kasta terbawah Kerajaan Roshan.

"Dahulu kala, sebuah kerajaan yang makmur dengan bangunan merah yang gagah berani. Datanglah seorang gadis yang cantik dan menawan yang dikenal baik oleh masyarakat, Fridyana."

"Dia memiliki ibu yang baik. Namun, semenjak orang tuanya bercerai, gadis itu hidup dengan ibunya, bekerja keras di toko pakaian."

"Kehidupan yang makmur menyertainya. Ia juga cerdas dan berhati mulia, sehingga banyak orang yang menyukainya, termasuk teman sebayanya." Narator teater memulai teater musikal dengan suara yang menggema.

"Meskipun mendapatkan keberkahan, ada yang kurang darinya. Selain menjadi gadis yang cantik dan baik, memiliki banyak teman, dan mendapatkan penghasilan dari toko pakaian, ada yang aneh dengan dirinya. Ia merasa kehidupannya menjadi datar, tidak berwarna."

"..." Semuanya terdiam, tidak ada yang mengobrol di tengah teater musikal dimulai.

"Setelah berjualan, Fridyana pulang dan membawakan ...."

Sementara teater masih berlangsung, kami berdua hanya fokus menonton, sandiwara teater dengan sebuah lagu. Tak lama kemudian, Rin mengalihkan perhatian padaku, bola matanya malah tertuju padaku, sangat tajam. 

"Rivandy. Kamu ...."